Sri Mulyani Beberkan Fakta, APBN 2023 Defisit Rp241,4 Triliun
Jakarta, FreedomNews - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 tercatat mengalami defisit Rp241,4 triliun per 28 Desember 2023. Angka defisit ini didapatkan dari realisasi pendapatan negara yang mencapai Rp2.725,4 triliun. Sementara belanja negara terealisasi senilai Rp2.966,8 triliun.“Postur realisasi APBN hingga 28 Desember 2023. Realisasi pendapatan negara Rp2.725,4 triliun.. Realisasi belanja negara Rp2.966,8 triliun,” ungkap Sri Mulyani dalam unggahan Instagram @smindrawati, dikutip Senin, 1 Januari 2024.
Adapun, realisasi pendapatan negara tersebut telah mencakup 110% target APBN awal senilai Rp2.463 triliun, atau tembus 103,3% dari target revisi yang tercantum dalam Perpres No. 75/2023 dengan angka Rp2.637,2 triliun. Sementara belanja negara yang pada awalnya ditargetkan sejumlah Rp3.061,2 triliun, dikerek naik menjadi Rp3.117,2 triliun dalam Perpres No. 75/2023. Artinya, realisasi belanja hingga 28 Desember 2023 mencapai 96,9% dari target awal dan 95,17% dari target revisi.
Sebelumnya, per 12 Desember 2023, Sri Mulyani mengumumkan posisi defisit di angka Rp35 triliun. Dengan demikian, dalam waktu kurang lebih dua minggu defisit naik sekitar Rp206,4 triliun. Defisit yang terjadi ini pun juga seiring dengan naiknya realisasi belanja pemerintah yang terus didorong. Meski demikian, defisit ini belum secara keseluruhan sepanjang 2023, karena Kementerian Keuangan melakukan tutup buku per 29 Desember 2023.
Di samping itu, Sri Mulyani menekankan bahwa kinerja APBN selama 2023 dapat terjaga kuat dan sehat terutama terkait realisasi belanja negara yang semakin berkualitas dengan memastikan bahwa setiap rupiah dari APBN bermakna bagi masyarakat. Bendahara Negara itu menyampaikan APBN mampu berperan menjadi peredam benturan (shock absorber) atas risiko-risiko yang dapat memengaruhi kesejahteraan masyarakat.
Terlebih, kondisi global yang sedang terjadi seperti konflik geopolitik, gejolak ekonomi, dan perubahan iklim membawa dampak negatif bagi pertumbuhan ekonomi global yang berdampak pada kondisi ekonomi Indonesia. "Tantangan ke depan adalah bagaimana mengelola APBN secara lebih optimal," ucapnya.(dtf/keu)