Sri Mulyani Laporkan Fraud Rp2,5 Triliun, Intip Kondisi Kredit Macet LPEI

Jakarta, FreedomNews - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyambangi Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk melaporkan dugaan tindak pidana korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Dalam pertemuan tersebut, Menkeu Sri Mulyani melaporkan empat debitur perusahaan yang terindikasi fraud dengan _outstanding _pinjaman mencapai Rp2,5 triliun pada tahap pertama. Keempat debitur tersebut di antaranya PT RII senilai Rp1,8 triliun, PT SMS sebesar Rp216 miliar, PT SPV sebesar Rp144 miliar, dan PT PRS sebesar Rp305 miliar.

Lantas, bagaimana kondisi kredit macet atau non-performing financing (NPF) LPEI? Merujuk laporan keuangan yang dipublikasikan di laman resminya, LPEI dan entitas anak secara konsolidasi mencatatkan rasio NPF bruto di level 28,37% pada 30 September 2023. Pada periode yang sama, rasio NPF neto LPEI berada di angka 10,39%. Jika ditelisik, pembiayaan dan piutang bermasalah LPEI mencapai Rp22,13 triliun pada kuartal III/2023, yang terdiri dari mata uang rupiah dan dolar AS.

Untuk perhitungan mata uang rupiah, terdiri dari pembiayaan dan piutang bermasalah di sektor pertanian, perburuan, dan sarana pertanian mencapai Rp3,27 triliun. Perdagangan, restoran, dan hotel sebesar Rp1,36 triliun, perindustrian senilai Rp6,66 triliun, dan pertambangan mencapai Rp1,02 triliun. Sementara itu, untuk sektor pengangkutan, pergudangan, dan komunikasi mencapai Rp254,66 miliar, konstruksi Rp68,17 miliar, jasa dunia usaha Rp443,07 miliar, dan jasa sosial atau masyarakat Rp9,8 miliar.

Di sisi lain, untuk mata uang dolar AS, tercatat sektor pertanian, perburuan, dan saran pertanian memiliki pembiayaan dan piutang bermasalah senilai US$690,21 miliar. Kemudian, perdagangan, restoran, dan hotel senilai US$579,03 miliar, perindustrian US$5,96 triliun, pertambangan US$456,52 miliar, pengangkutan, pergudangan, dan komunikasi US$338,95 miliar, jasa dunia usaha senilai US$674,11 miliar, dan jasa sosial atau masyarakat adalah US$7,73 miliar. Masih mengacu laporan keuangan, LPEI menyebut pihaknya telah melaksanakan penghapusbukuan kredit macet sebesar Rp16,51 miliar pada 30 September 2023.

Adapun, kriteria debitur yang dapat dihapusbukukan meliputi fasilitas kredit telah digolongkan macet, fasilitas kredit telah dibentuk dengan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) sebesar 100% dari pokok kredit macetnya, telah dilakukan berbagai upaya penagihan dan penyelamatan namun tidak berhasil.

Kriteria lainnya, yakni usaha debitur sudah tidak memiliki prospek atau kinerja debitur buruk atau tidak ada kemampuan membayar, dan hapus buku dilakukan terhadap seluruh kewajiban kreditnya, termasuk yang berasal dari non-cash loan sehingga penghapusbukuan tidak boleh dilakukan pada sebagian kreditnya (partial write-off). “Kredit yang dihapusbukukan dicatat di ekstra-komtabel. LPEI terus melakukan usaha-usaha penagihan atas kredit yang telah dihapusbukukan,” ungkapnya. (dtf/bnk)