Organisasi Pers dan Pro Demokrasi Minta DPR Hentikan Pembahasan RUU Penyiaran
Jakarta, FreedomNews – Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Penyiaran terus mendapatkan penolakan dari berbagai lapisan masyarakat karena dianggap akan membungkam kebebasan pers. Sejumlah organisasi wartawan, lembaga pers mahasiswa (LPM) dan organisasi pro demokrasi dalam pertemuan di Jakarta, menolak RUU tersebut karena sejumlah pasal juga dapat mengekang kebebasan berekspresi, dan diskriminasi terhadap kelompok marginal.
"Kami menolak seluruh pasal pembungkam kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di RUU Penyiaran," demikian keputusan pertemuan tersebut.
Pertemuan berlangsung di Jakarta, Kamis, 23 Mei 2024, diikuti oleh 17 perwakilan organisasi wartawan, pers mahasiswa dan pro-demokrasi, yaitu pimpinan PWI Provinsi DKI Jakarta (PWI Jaya), AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Jakarta, IJTI (Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia) Jakarta Raya;
Pewarta Foto Indonesia (PFI), Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif Untuk Demokrasi (SINDIKASI), LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Pers Jakarta, LPM Institut UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, LPM Progress Universitas Indraprasta PGRI.
Kemudian LPM KETIK PoliMedia Kreatif Jakarta, LPM Parmagz Paramadina, LPM SUMA Universitas Indonesia, LPM Didaktika Universitas Negeri Jakarta, LPM ASPIRASI - UPN Veteran, Mata IBN Institute Bisnis Nusantara, LPM Media Publica, dan LPM Unsika.
Selain menolak, pertemuan juga meminta dan menyerukan agar DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) RI segera menghentikan pembahasan Revisi Undang-Undang Penyiaran yang mengandung pasal-pasal bermasalah. DPR RI harus melibatkan organisasi pers, akademisi, dan masyarakat sipil dalam penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi.
Memastikan bahwa setiap regulasi yang dibuat harus sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan kebebasan pers. Menyerukan agar seluruh insan pers, pekerja kreatif, dan pegiat media sosial di Jakarta supaya bersiap turun ke jalan melakukan aksi protes ke gedung DPR RI, di Senayan, Jakarta.
Organisasi wartawan, LPM dan prodemokrasi secara tegas menolak pasal-pasal bermasalah dalam revisi UU Penyiaran yang sedang dibahas di DPR RI, Senayan. Sebab, pasal-pasal tersebut akan membungkam kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia, yang merupakan pilar utama dalam sistem demokrasi.
Revisi UU Penyiaran mengandung sejumlah ketentuan yang dapat digunakan mengontrol dan menghambat kerja jurnalistik. Beberapa pasal bahkan mengandung ancaman pidana bagi jurnalis dan media yang memberitakan hal-hal yang dianggap bertentangan dengan kepentingan pihak tertentu. Ini jelas bertentangan dengan semangat reformasi dan demokrasi yang telah kita perjuangkan bersama.
Tak hanya wartawan, sejumlah pasal dalam RUU Penyiaran juga berpotensi mengekang kebebasan berekspresi, dan juga diskriminasi terhadap kelompok marginal. Kekangan ini akan berakibat pada memburuknya industri media dan memperparah kondisi kerja para pekerja media dan pekerja kreatif di ranah digital.
Poin-Poin Penolakan
Pertama; Ancaman Terhadap Kebebasan Pers: Pasal-pasal bermasalah dalam revisi ini memberikan wewenang berlebihan kepada Komisi Penyiaran Indonesia untuk mengatur konten media, yang dapat mengarah pada penyensoran dan pembungkaman kritik terhadap pemerintah dan pihak-pihak berkepentingan, seperti termuat pada draf pasal 8A huruf q, pasal 50B huruf c dan pasal 42 ayat 2.
Kedua; Kebebasan Berekspresi Terancam: Ketentuan yang mengatur tentang pengawasan konten tidak hanya membatasi ruang gerak media, tetapi juga mengancam kebebasan berekspresi warga negara, melalui rancangan sejumlah pasal yang berpotensi mengekang kebebasan berekspresi.
Ketiga; Kriminalisasi Jurnalis: Adanya ancaman pidana bagi jurnalis yang melaporkan berita yang dianggap kontroversial merupakan bentuk kriminalisasi terhadap profesi jurnalis.
Keempat; Independensi Media Terancam: Revisi ini dapat digunakan untuk menekan media agar berpihak kepada pihak-pihak tertentu, yang merusak independensi media dan keberimbangan pemberitaan, seperti termuat dalam draf pasal 51E.
Kelima; Revisi UU Penyiaran Berpotensi Mengancam Keberlangsungan Lapangan Kerja Bagi Pekerja Kreatif: Munculnya pasal bermasalah yang mengekang kebebasan berekspresi berpotensi akan menghilangkan lapangan kerja pekerja kreatif, seperti tim konten Youtube, podcast, pegiat media sosial dan lain sebagainya
Menurut mereka, kebebasan pers dan kebebasan berekspresi adalah hak asasi manusia yang harus dijaga dan dilindungi. “Untuk itu, kami akan terus mengawal proses legislasi itu dan siap melakukan aksi massa jika tuntutan kami tidak dipenuhi,” tegas pernyataan mereka. (*)