Tekanan Terhadap Ekonomi dan Kurs Rupiah Semakin Kuat: Rakyat Menjadi Korban?

Sedangkan kurs rupiah melemah terus. Realisasi selama 4 bulan pertama 2024, Januari sampai April, kurs rupiah rata-rata diperkirakan sudah mencapai Rp15.750 per dolar AS, dengan tren masih terus naik.

Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)

INTERVENSI kurs rupiah oleh Bank Indonesia tampaknya tidak efektif mengangkat nilai rupiah yang masih bercokol di atas Rp16.200 per dolar AS.

Seperti sudah diduga, Bank Indonesia “terpaksa” menaikkan suku bunga acuan sebesar 0,25 persen, menjadi 6,25 persen.

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20240424142652-78-1089950/bi-naikkan-suku-bunga-jadi-625-persen-pada-april-2024/amp

Tapi, upaya ini masih belum mampu membuat kurs rupiah menguat. Kurs rupiah hanya naik sedikit, untuk kemudian turun lagi, di atas Rp16.200 per dolar AS.

Pangkal masalahnya, investor asing saat ini sedang tidak tertarik dengan Indonesia. Meninggalkan Indonesia. Divestasi. Menjual assetnya, baik obligasi dan saham.

Sepanjang triwulan pertama 2024, cadangan devisa sudah anjlok 6 miliar dolar AS, atau hampir Rp100 triliun.

Tetapi, tekanan terhadap kurs rupiah masih terus berlanjut pada awal kuartal II 2024 ini. Hanya 4 hari dalam minggu ini saja, 22-25 April 2024, investor asing menjual surat berharga negara senilai Rp2,08 triliun, dan menjual saham senilai Rp2,34 triliun.

Seperti ditulis Antara (Jumat, 26 April 2024 17:48 WIB), Bank Indonesia (BI) mencatat aliran modal asing keluar bersih di pasar keuangan domestik mencapai Rp2,47 triliun dalam periode 22-25 April 2024.

Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menuturkan di Jakarta bahwa nilai tersebut berasal dari aliran modal asing keluar bersih di pasar Surat Berharga Negara (SBN) Rp2,08 triliun dan di pasar saham Rp2,34 triliun, sedangkan modal asing masuk bersih di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) Rp1,95 triliun.

Dengan demikian, Erwin mengatakan sejak awal 2024 sampai dengan 25 April 2024, total modal asing keluar bersih di pasar SBN mencapai Rp47,26 triliun, sementara modal asing masuk bersih di pasar saham dan SRBI masing-masing sebesar Rp9,68 triliun dan Rp9,02 triliun.

Selain itu, premi risiko investasi atau premi credit default swaps (CDS) Indonesia 5 tahun per 25 April 2024 sebesar 79,36 basis poin (bps), naik dibandingkan 19 April 2024 sebesar 77,60 bps.

Sementara imbal hasil atau yield SBN Indonesia tenor 10 tahun naik ke 7,13 persen, sedangkan imbal hasil surat utang AS alias US Treasury Note tenor 10 tahun naik ke level 4,704 persen.

Rupiah di awal perdagangan Jumat ini, dibuka pada level Rp16.185 per dolar AS, sama dengan penutupan perdagangan Kamis (25/4). Indeks dolar AS melemah ke level 105,60 di akhir perdagangan Kamis (25/4).

BI terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia.

Sementara itu, kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia menjadi 6,25 persen akan menekan pertumbuhan ekonomi. Investasi dan Konsumsi masyarakat akan melambat. Investasi asing sudah melambat lebih dahulu, bahkan tumbuh negatif.

Di lain sisi, kenaikan kurs dolar AS terhadap rupiah akan memicu harga barang naik, membuat daya beli masyarakat melemah, dan akan menekan pertumbuhan ekonomi.

Yang tidak kalah memprihatinkan, APBN juga dalam tekanan berat. Gara-garanya, asumsi makro di APBN melenceng jauh. Asumsi kurs rupiah di APBN hanya Rp15.000 per dolar AS.

Sedangkan kurs rupiah melemah terus. Realisasi selama 4 bulan pertama 2024, Januari sampai April, kurs rupiah rata-rata diperkirakan sudah mencapai Rp15.750 per dolar AS, dengan tren masih terus naik.

Kondisi ini membuat pembayaran bunga utang pemerintah dan belanja subsidi di dalam APBN membengkak.

Akhirnya rakyat juga yang menanggung beban ekonomi. Harga naik. Pajak naik. Kemiskinan juga bisa naik. (*)