Penjajah Datang Lebih Sadis, Ganas, Kejam, dan Bengis
Bonekanya Oligarki, yakni Presiden Joko Widodo secara resmi telah menandatangani pengesahan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ). UU ini disahkan Presiden Jokowi pada Kamis, 25 April 2024.
Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih
PADA 1 Mei 1949 Panglima Besar Jenderal Sudirman mengatakan: *Bahwa penderitaan pahit semenjak tanggal 19 Desember 1948 itu, disebabkan karena sebagian pemimpin kita, baik sipil maupun militer semua terpikat oleh perundingan, sehingga mereka lupa bahwa lawan (Belanda) telah bersiap lengkap di depan pintu kita (Jogjakarta, 1 Mei 1949). Amanat sebagai tanggapan terhadap kebijaksanaan pemerintah yang kurang memperhatikan peranan kekuatan militer.
Serangan Umum 1 Maret 1949 di Jogjakarta merupakan salah satu peristiwa bersejarah dalam penegakan kedaulatan negara Indonesia.
Jenderal Besar Sudirman menolak permintaan Sukarno tetap tinggal di istana, dalam kondisi sakit parah harus meninggalkan Jogjakarta masuk hutan pimpin perang gerilya untuk menegakkan dan mempertahankan kedaulatan negara.
Pada 11 Agustus 1951 hanya 6 tahun setelah kemerdekaan RI, M. Natsir menulis sebuah artikel berjudul "Jangan Berhenti Tangan Mendayung Nanti Arus Membawa Hanyut". Beliau dengan lugas menggambarkan betapa jauhnya kondisi Indonesia paska Kemerdekaan.
Peringatan M. Natsir saat melihat para elit bangsa 6 tahun Kemerdekaan berlalu sudah kehilangan orientasi, egois, serba pamrih dan tidak tahu lagi apa yang harus diperbuat.
Mereka berpikir perjuangan sudah selesai dan seolah-olah tujuan bangsa sudah tercapai. Kata M. Natsir, "Saudara baru berada di tengah arus, tetapi sudah merasa sampai di tepi pantai....”
Mundur di era penjajahan ... Belanda merasa ada bahaya kerjasama dagang dengan etnis China, maka Belanda memberlakukan aturan larangan penyewaan dan penjualan tanah pertanian di Jawa kepada orang orang China. Ini untuk membatasi gerakan dagang China yang bisa membahayakan Belanda.
Kilas-balik di era reformasi penguasa negara hilang kesadarannya untuk menjaga, menegakkan kedaulatan negara dan mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan NKRI.
Kekuasaan rezim saat ini lumpuh total dipengaruhi dan dikuasai oleh kapitalis yang merupakan persekongkolan para Taipan, korporatokrasi, sembilan barongsai, oligarki, dan neo kolonialisme. Mereka bersekongkol untuk berkuasa di Indonesia secara absolut.
Bonekanya Oligarki, yakni Presiden Joko Widodo secara resmi telah menandatangani pengesahan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ). UU ini disahkan Presiden Jokowi pada Kamis, 25 April 2024.
“Ibu Kota Negara" akan dibuang ke Kalimantan Timur, dan Jakarta akan disulap menjadi kawasan aglomerasi bersama wilayah sekitarnya (Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Cianjur) akan menjadi urusan wakilnya, Gibran Rakabuming Raka. Pasal 55 ayat 3 UU DKJ berbunyi, “Dewan Kawasan Aglomerasi dipimpin oleh Wakil Presiden. Sama saja akan diserahkan penjajah gaya baru”.
Khubilai Khan (nenek moyang etnis China) telah sampai pada cita-citanya, dengan munculnya PSN PIK 1 dan 2 etnis China akan membentuk negara dalam negara.
Sadar atau tidak, proyek IKN hanyalah tipuan dan akal-akalan para Taipan sebagai penjajah gaya baru yang akan menguasai Jakarta, Indonesia (Nusantara).
Inilah era paling gelap yang dikhawatirkan oleh Panglima Besar Jenderal Sudirman dan M. Natsir dan para pejuang patriot kemerdekaan, penjajah akan datang kembali lebih sadis, ganas, kejam, dan bengis. (*)