Rakyat Harus Bergerak, Hentikan Pilpres Curang!
Jika sudah begitu faktanya, apa yang bisa dilakukan rakyat? Apalagi, jika “panitia pemilu” bernama KPU dan Bawaslu juga ikut bermain. Baik KPU maupun Bawaslu seakan menutup mata atas apa yang terjadi di lapangan.
Oleh: Mochamad Toha, Wartawan Freedom News
PENCURANGAN Pilpres 2024 sudah tidak bisa ditutupi lagi. Pelibatan aparat untuk memenangkan paslon yang didukung Istana demi keberlanjutan kekuasaan Presiden Joko Widodo bukan isapan jempol. Sudah terlalu banyak bukti dan fakta untuk digoreskan dalam sebuah tulisan.
Belum lama ini, Wakil Menteri Desa PDTT Paiman Raharjo memimpin rapat pemenangan Gibran Rakabuming Raka yang menjadi Calon Wakil Presiden Prabowo Subianto. Dalam video yang viral itu, dia terekam saat mengatakan agar jangan dirinya yang tampil di permukaan karena dia pejabat negara.
Paiman mengaku dia adalah Ketua Umum Relawan Sedulur Jokowi. Ini adalah salah satu contoh bagaimana pelibatan semua pejabat di bawah rezim Jokowi untuk memenangkan Gibran pada pilpres 2024.
Dipastikan semua pejabat yang berada di posisi kunci tidak mungkin bisa terlepas dari arahan untuk membantu Gibran. Omongan Jokowi di depan para Penjabat (Pj) Gubernur, Bupati, dan Walikota yang diangkat Mendagri Tito Karnavian, diminta atau tidak diminta hampir pasti akan ikut berusaha memenangkan Gibran.
Karena mereka memang ditunjuk untuk tujuan mewujudkan keinginan Jokowi. Putera sulungnya itu, bisa menang Pilpres 2024 dengan Satu Putaran.
Apa yang disampaikan kepada Anies Rasyid Baswedan ketika makan siang bersama tiga capres (30/10/2023), Jokowi berbasa-basi menjawab Anies bahwa dia akan mengumpulkan semua pejabat pemerintah untuk diberitahu supaya netral dalam pilpres.
Omongan Jokowi selama ini jangan dicerna seperti yang diucapkan. Karena, yang terjadi itu justru kebalikannya. Kalau dia meminta agar pejabat atau ASN netral, itu sama halnya dia memerintahkan untuk “tidak netral” atau memihak.
Sejawat saya, Asyari Usman sendiri pernah menulis, demi pemenangan Gibran, tak mungkin pilpres 2024 bersih. Pilpres akan dicurangi demi Gibran. Coba saja cermati narasi yang disampaikan ketika Gibran turba di Sumatera. Dengan yakinnya, dia berucap, akan menang satu putaran. Tentunya kita bisa bertanya, menang satu putaran itu hitungannya darimana jika tanpa pencurangan.
Dari pengalaman pilpres sebelumnya (2014 dan 2019), yang paling vulgar pencurangannya adalah saat Pilpres 2019 yang akhirnya memenangkan Joko Widodo – Ma’ruf Amin. Sementara Prabowo Subianto – Sandiaga Uno, dinyatakan kalah.
Mereka begitu mudahnya mengubah angka di layar monitor KPU Pusat dengan angka sebaliknya, yang semula Prabowo – Sandi unggul menjadi kalah. Angkanya tertukar menjadi Jokowi – Ma’ruf yang menang. Ini terjadi dalam waktu beberapa menit, atau bahkan detik, setelah listrik padam.
Makanya, Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri begitu lantang mengingatkan jangan sampai hal ini terulang. Karena, saat itu Megawati benar-benar menjadi saksi pencurangan Pilpres 2019, meski ia enggan merinci peristiwa sebenarnya.
Sebelumnya, Mega juga berbicara soal putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang salah satunya putusannya mencopot Anwar Usman dari Ketua MK. Mega menyebutkan hal itu bagai cahaya terang di kegelapan demokrasi.
“Saudara-saudara sekalian, putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi telah memberikan cahaya terang di tengah kegelapan demokrasi, putusan MKMK tersebut menjadi bukti, kekuatan moral, politik kebenaran, dan politik akal sehat tetap berdiri kokoh meski menghadapi rekayasa hukum konstitusi,” katanya melalui video di akun YouTube PDIP, Ahad (12/11/2023).
Mega mengatakan prihatin atas kejadian tersebut. Menurut dia, konstitusi negara adalah salah satu pranata kehidupan berbangsa. "Rakyat jangan (terus) diintimidasi seperti dulu lagi, jangan biarkan kecurangan pemilu yang akhir-akhir ini terlihat sudah mulai akan terjadi lagi," ungkapnya.
“Kita semua tentu sangat sangat prihatin dan menyayangkan mengapa hal tersebut sampai terjadi. Berulang kali saya mengatakan bahwa konstitusi itu adalah pranata kehidupan berbangsa dan bernegara yang harus diikuti dengan selurus-lurusnya,” katanya.
Sayangnya, meski posisinya kini tampak berseberangan dengan Presiden Jokowi sebagai ekses dari pencawapresan Gibran Rakabuming Raka, Walikota Solo yang juga putera sulung Jokowi, Megawati tak hendak menarik menterinya dari Kabinet Indonesia Maju.
Bahkan, konon, Mega juga melarang kader PDIP bergabung dengan komponen masyarakat yang berniat melakukan people power untuk menurunkan Jokowi dari kursi Presiden. Jadi, “PDIP tidak akan ikut turun jika terjadi people power,” ujar seorang tokoh.
Tampaknya penolakan atas Putusan MK Nomor 90/2023 yang terbukti Anwar Usman melakukan “pelanggaran kode etik berat” oleh Majelis Kehormatan MK yang diketuai Jimly Asshiddiqie bakal menjadi bola salju. Apalagi, Tempo menyebut Gibran sebagai “Anak Haram Konstitusi”.
Pada situasi ini segala kemungkinan bisa terjadi dan tidak bisa ditebak. Tidak salah jika kemudian muncul “aroma” people power di depan mata. Apalagi upaya pencurangan sudah terjadi di depan mata rakyat guna membantu pemenangan Gibran yang diduga dilakukan aparat.
Apalagi, beberapa hari belakangan ini mulai viral sebut tulisan dengan judul “Kapolri dan Wakapolri Kompak Sokong Gibran”. Memang tak jelas siapa yang dimaksud sumber yang dekat pimpinan Polri ini. Namun, isinya nyaris ada kesamaan dengan fakta yang terjadi di lapangan.
Dinarasikan, sejumlah perwira tinggi di jajaran Polri mengaku tidak nyaman dengan manuver Kapolri Listyo Sigit Prabowo yang berupaya untuk membantu pemenangan pasangan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka.
Sumber ini mengaku mendapatkan laporan bahwa beberapa jenderal bintang tiga merasa bingung dengan sikap Kapolri yang menggerakkan sejumlah kepala satuan wilayah di internal Polri untuk membantu pemenangan Prabowo – Gibran.
Ia menjelaskan, terjadi kegaulauan yang dialami para perwira tinggi. Ia menyebut nama Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri Komjen Ahmad Dofiri yang mengaku bingung dengan sikap keberpihakan Kapolri. "Dia (Irwasum) ingin maju (mencegah keberpihakan), namun ternyata beberapa temannya juga telah dikondisikan," ujarnya.
Selain Irwasum, lanjutnya, ada juga Kabareskrim Komjen Wahyu Widada juga mengatakan tidak nyaman. Sama seperti dengan Dofiri, Wahyu juga berkeluh kesah, namun tidak bisa melakukan banyak hal.
Ada juga Gubernur PTIK Irjen Nico Afinta. "Nico ini merasa tidak nyaman dengan apa yang terjadi di Jawa Timur, karena dia kan pernah jadi Kapolda di sana (Jatim)," tuturnya.
Sumber ini menceritakan bahwa apa yang terjadi Jatim, operasi pemenangan Gibran Jatim, diduga melibatkan 18 Polres, termasuk di wilayah Madura.
Upaya untuk pemenangan Gibran itu langsung ditangani oleh Wakapolda Brigjen Akhmad Yusep Gunawan beserta Dirlantas Polda Jatim Kombes Komarudin dan Kapolrestabes Surabaya Kombes Pasma Royce.
Menurut sumber itu, Wakapolda Jatim yang sempat ditemuinya mengaku tidak kuasa untuk menolak karena jika menolak maka akan diganti. "Jadi curhatan mereka sama. Kalau mereka tidak dijalankan akan diganti, itulah yang membuat mereka tidak nyaman, karena jika tidak jalan akan diganti."
Tak hanya di Jatim, sumber ini juga mendapatkan laporan bahwa upaya serupa juga dilakukan di wilayah Polda lainnya. Ia juga mencontohkan di Sumatera Utara, yang langsung ditangani oleh Wakapolri Komjen Agus Andriyanto.
"Jadi, di Sumatera Utara itu, Kapoldanya dalam tanda kutip, bukan Pak Agung (Irjen Agung Setya Imam Effendi), tapi Wakapolri Agus Andriyanto yang khusus ditugaskan Kapolri untuk menggarap di Sumut. Makanya Kapolres-kapolres setempat goyang juga itu. Karena posisi yang tidak nyaman itu tadi," jelasnya.
Sumber tersebut menyatakan bahwa sebenarnya di internal polri itu juga terbelah. Namun, pihak yang tidak mau ikut mendukung Gibran tidak bisa juga mencegah manuver Kapolri. Selain itu, tidak semua Kapolda yang diberikan instruksi membantu pemenangan.
"Yang menarik yakni instruksi tersebut tidak bersifat terbuka. Misalkan, Kapolda X, silakan anda ke rumah dinas saya, di situlah perintah diberikan," ujarnya.
Ia mengatakan, sebenarnya hanya orang-orang kepercayaan Kapolri yang aktif mengonsolidasi dukungan kepada Prabowo – Gibran. "Dan menariknya, di internal polisi yang diwacakan Gibran, bukan Prabowo. Sedangkan di TNI, yang diwacakan Prabowo.”
“Sehingga ini menjadi klop kepentingan untuk menggerakkan TNI/Polri untuk memenangkan Prabowo-Gibran," tukasnya.
Jika sudah begitu faktanya, apa yang bisa dilakukan rakyat? Apalagi, jika “panitia pemilu” bernama KPU dan Bawaslu juga ikut bermain. Baik KPU maupun Bawaslu seakan menutup mata atas apa yang terjadi di lapangan.
Satu-satunya jalan untuk menghentikan pencurangan yang terjadi adalah people power. Kata yang lebih ekstrim yaitu Revolusi. (*)