Kesetaraan dan Keadilan, dari Desa untuk Bangsa
Pada akhirnya kita melihat siapa sejatinya bakal calon presiden yang berpihak kepada kepentingan rakyat dan desa sebagai soko guru bangsa. Maka tawaran kepada kepala desa dan masyarakatnya adalah anda mau berdaya, sejahtera atau tidak?
Oleh: Isa Ansori, Kolumnis dan Akademisi
BAGAIMANA andaikata Anda dihadapkan pada pilihan berubah atau mati? Mari kita bicara tentang kenyataan hidup dan mati seakarang ini, kehidupan dan kematian kita saat ini sebagai bangsa dan negara.
Bagaimana jika ada seorang tokoh terpercaya yang memiliki informasi yang valid dan mengatakan bahwa anda harus melakukan perubahan, meski itu sulit untuk jangka panjang dalam cara anda berpikir, merasakan dan bertindak? Jika anda tidak melakukannya, maka anda mengalami kematian lebih cepat. Maukah anda berubah ketika perubahan itu benar-benar merupakan hal yang penting? atau ketika perubahan menjadi hal yang sangat penting?
Perubahan adalah sebuah keniscayaan, kalau kita tidak mau berubah, maka yang ada adalah kematian yang dipercepat. Itulah tawaran kepemimpinan masa depan yang ditawarkan oleh Anies. Mengapa itu dilakukan? Karena memang ada yang salah dalam konsep pembangunan yang dijalankan oleh rezim sebelumnya.
Tentu rezim boleh berkata bahwa kami sudah melakukan yang terbaik, tapi biarlah ini persoalan interpretasi. Lalu obyektivitasnya di mana? Biarlah rakyat yang menjelaskan dengan perasaan dan cara pandang serta cara berpikirnya.
Adalah pertemuan Rapat Kerja Nasional Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) di Balairung Universitas Jambi, Rabu, 26 Juli 2023. Para kepala desa terpukau dengan gagasan Anies tentang kesetaraan desa dan kota dalam pembangunan bangsa, karena sejatinya inilah yang disebut dengan prinsip keadilan.
Asyuro, Kepala Desa Mersam, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi berharap banyak pada Anies jika kelak terpilih menjadi Presiden RI. Menurutnya, gagasan kesetaraan dan keadilan yang kerap disampaikan Anies dalam beberapa kesempatan, menjadi harapan besar semua orang. Ini harus diterapkan dalam konsep pembangunan desa di seluruh Indonesia.
“Saya berharap Pak Anies membangun desa-desa yang kurang berkembang dan tertinggal dengan desa-desa lain,” demikian harap Asyuro kepada wartawan terunggah di viva.co.id.
Anies bukan hanya paham tentang pembangunan kota, Anies juga dinilai memiliki kemampuan lebih dalam membaca problem masyarakat desa dan persoalan desa.
Ia ingin jadikan desa sebagai kekuatan untuk pembangunan bangsa. Menurutnya, ada tiga yang harus dilakukan dalam gagasan pembangunan desa, yaitu peningkatan dana desa, otoritas belanja yang sesuai dengan kebutuhan desa, dan pendampingan desa yang profesional.
Anies sangat paham sekali bahwa desa merupakan soko guru Indonesia. Maka, ia menekankan pentingnya pendamping desa yang profesional. Dengan demikian, kepala desa bisa memiliki mitra yang kuat dalam pembangunan desa.
Menurut Anies, desa harus menjadi lumbung pangan nasional. Hari ini, posisi desa terancam. Belakangan ini penduduk desa terus berkurang. Begitu pula persawahan yang terus menyusut.
“Dengan melihat situasi seperti ini kita tidak bisa mendiamkan desa berjuang sendirian. Negara harus melakukan intervensi menyelamatkan agar desa tumbuh, berkembang, bertahan, dan bisa menjadi penopang,” kata eks Gubernur DKI Jakarta tersebut disambut tepuk tangan para kepala desa.
Kehadiran Anies, benar-benar mengobati kepala desa. Sebagaimana disampaikan Asyuro, Kepala Desa Mersam, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi bahwa pemerintah pusat harus menjadikan desa yang berkembang. Tidak bisa desa berjuang sendiri. Negara harus melakukan intervensi untuk menyelamatkan desa.
Realitas pembangunan yang timpang, membuldozer desa untuk kepentingan para kapitalis kota dan oligarki, membuat banyak desa berubah menjadi kota, didiami orang-orang kota, membeli tanah- tanah desa menjadikan para petani pemilik sawah berubah menjadi buruh tani penggarap sawah.
Para pemuda bereksodus ke kota untuk menjadi buruh, desa ditinggalkan dan diserahkan ke para kapitalis kota dan oligarki. Desa kehilangan ruhnya sebagai tempat pelestari peradaban budaya bangsa. Desa harus diselamatkan.
Gagasan tentang pembangunan desa tiga model intervensi, peningkatan dana desa, otoritas belanja yang sesuai dengan kebutuhan serta pendampingan yang profesional diharapkan akan menjadikan desa sebagai "surga" bagi masyarakatnya, mereka akan menjadi tuan di desanya, berdaya dan sejahtera, sehingga tak perlu lagi bereksodus ke kota. Ini yang mesti diperjuangkan oleh desa dan masyarakatnya.
Problem pembanguan desa saat ini bukan terletak pada lama dan tidaknya periodisasi kepala desa, tapi lebih pada keberdayaan desa menjalankan otoritasnya untuk kesejahteraan masyarakatnya.
Kesetaraan dan keadilan pembangunan desa menjadi sebuah tawaran perubahan yang dilakukan oleh Anies, mengubah model pembangunan yang selama ini menempatkan desa sebagai objek kepentingan oligarki.
Pada akhirnya kita melihat siapa sejatinya bakal calon presiden yang berpihak kepada kepentingan rakyat dan desa sebagai soko guru bangsa. Maka tawaran kepada kepala desa dan masyarakatnya adalah anda mau berdaya, sejahtera atau tidak?
Perubahan adalah milik kita semua, karena perubahan itulah yang akan menghindarkan kita dari kematian sebagai bangsa akibat pembangunan yang mementingkan oligarki. "Change or Die" begitulah tulisan Alan Deutshman, penulis senior majalah Fast Company. (*)