Bicara di Depan Mahasiswa Makassar, Habil Marati Kritik IKN Jokowi

Makassar, FreedomNews – Setelah sukses menggelar acara di Kendari, Kuning-Ijo-Biru (KIB) pada Jum’at (8/12/23) mengadakan acara serupa di Makassar, Sulawesi Selatan. Dimulai pukul 15.00 WITA, yang diikuti ratusan mahasiswa dari berbagai fakultas se Universitas Hasanudin.

Dalam pidatonya, Koordinator KIB Habil Marati menyatakan, Putusan MK Nomor 90 yang diputus MK tentang batas usia capres-cawapres itu merupakan puncak dari upaya rezim Joko Widodo yang ingin memperpanjang kekuasaan, saat gagal dimulai dari 3 periode dan perpanjangan masa jabatan presiden.

“Kita harus waspada dari Capres dari produk cacat hukum dan dinasti,” tegas Habil Marati.

Habil Marati mengatakan, mahasiswa harus cermat dalam melihat background Capres, di mana posisi Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo saat Reformasi 1998. “Jadi, mereka ini sandingkan, jangan dibandingkan,” ujarnya.

Habil Marati juga mengritik pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, yang retorikanya untuk pertumbuhan dan pemerataan daerah. “Lantas bagaimana dengan daerah yang lebih tertinggal dari Penajam Paser Utama, Kalimantan Timur. Justru yang ada nantinya kecumburuan manakala APBN menyubsidi IKN,” ungkapnya.

Menurut mantan anggota DPR dari PPP itu, membaca pernyataan Jokowi soal pembangunan IKN yang bertujuan untuk pemerataan ekonomi dan keadilan menunjukan Jokowi tidak memahami apa kaitannya Pemindahan IKN dengan Pertumbuhan Ekonomi dan Keadilan.

“Justru semakin banyak dana ratusan triliun dari APBN yang dikucurkan kepada IKN menurut saya bertentangan dengan fungsi APBN itu sendiri sebagai fungsi stimulus pembangunan berkelanjutan dan pemerataan pembangunan,” tegas Habil Marati.

Habil Marati mengatakan, pemikiran Jokowi soal pembangunan IKN di Penajam Paser Utara itu sebagai pemerataan pembangunan dan keadilan justru telah mengabaikan rasa keadilan sebagian besar masyarakat Indonesia. Sebab Daerah/Provinsi lain juga akan berpikir untuk memperjuangkan pembangunan IKN di daerahnya agar tercipta pemerataan ekonomi dan rasa keadilan.

IKN bisa berpindah setiap tahun atau setiap 10 tahun karena ada tuntutan dari daerah/provinsi lain. “Apa benar Rakyat kalimantan membutuhkan pembangunan IKN untuk mendapatkan Pemerataan Ekonomi dan pembangunan berkeadilan?” tegasnya.

IKN bukan untuk pemerataan Pembangunan dan pertumbuhan tapi sebagai pusat pemerintahan. Rakyat Kalimantan membutuhkan pengelolaan kekayaan alamnya berkeadilan, memenuhi hajat hidup mereka serta menjamin terlaksananya keadilan sosial.

“Terlebih lagi ada kekeliruan fatal Jokowi bila IKN jadi alasan pertumbuhan ekonomi, nanti daerah lain menutut hal sama (minta di bangunkan IKN),” ungkap Habil Marati.

Pasangan AMIN (Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar) akan membawa Indonesia mendapatkan masa depan yang lebih baik.

Sementara itu, mantan Komisioner KPK Saut Situmorang menyatakan rezim Jokowi memundurkan pemberantasan korupsi, bahkan KPK dijadikan bawahan Presiden. “Maka Mahasiswa harus memilih AMIN yang akan membawa KPK ke marwah sebagai lembaga Independen. Saya yakin AMIN punya integritas dengan track record yang teruji,” tegasnya.

Sementara itu aktivis nasional Geisz Chalifah mengatakan bahwa track record atau latar belakang pemimpin melebihi dari gimmick (permainan) pencitraan yang tidak mencerdaskan publik.

“Jika mahasiswa kritis akan bisa peroleh informasi gimana Anies Baswedan miliki succes story dari karya membangun Jakarta,” ujar orang dekat Anies ini.

Sementara itu, pada kesempatan yang sama Rocky Gerung menegaskan, defisit demokrasi terjadi era Jokowi ketika otoriterisme mirip Orde Baru zaman Presiden Seoharto. Bahkan, untuk berbeda pendapat pun harus dikriminalisasi.

“Untuk itu latar belakang Capres harus jadi pencermatan, jangan pilih Capres dari bagian rezim Jokowi ini,” kata Rocky.

Rocky Gerung optimis jika mahasiswa sudah kembali pulih akan kawal proses pemilu yang jurdil.

“Saya yakini Pemilu akan berjalan tidak normal karena Jokowi ketakutan karena banyak proyek mercusuar yang terindikasi KKN. Ini harus ada perubahan,” tegasnya.

Diskusi dilanjutkan tanya jawab yang kritis dan melibatkan peserta yang juga hadir di luar kampus Unhas. Tampak hadir dari KIB antara Yasin Kara, Sirojudin Wahab dan Andrianto Andri, dll. (mth/*)