Timnas AMIN Akan Hadapi 'Match Fixing' Pilpres

Match fixing bakal tamat karena pemain tak cukup umur bikin blunder gol bunuh diri ke gawang sendiri berkali-kali. Penonton muak dan melemparinya tanpa henti.

Oleh: Rahmi Aries Nova, Jurnalis Freedom News

MUNGKIN banyak yang bingung mengapa Koalisi Perubahan dan Persatuan (NasDem, PKS, PKB, UMMAT, dan Masyumi) yang mengusung pasangan Anies Rasyid Baswedan dan Abdul Muhaimin Iskandar (AMIN) menyebut tim pemenangannya sebagai Tim Nasional (Timnas).

Mengibaratkannya sebagai Timnas Sepakbola yang akan berlaga pada kompetisi. Kompetisi yang sudah 'disetting' sejak awal. Kompetisi yang jelas-jelas menghalalkan 'match fixing' atau pengaturan hasil (skor dalam sepakbola).

Match fixing dalam sepakbola adalah sesuatu yang terlarang. Sanksinya bisa amat mengerikan. Antara lain, larangan bermain yang panjang, bahkan seumur hidup tak boleh terlibat lagi dalam sepakbola.

Pemain, pelatih, wasit, pengawas pertandingan, biasanya yang terlibat, akan ditangkap. Sayangnya sutradara, produser, pemodalnya tetap tak tersentuh. Jadi, maklum saja jika praktik ini masih selalu saja terjadi di liga-liga yang integritas pelakunya rendah alias murahan. Dengan iming-iming uang semuanya bisa 'dijual'.

Persis dengan pemilihan umum di negeri ini. Indikasi pengaturan hasil, bahkan sudah disetting sejak pemilihan pemain. Pemain yang jelas-jelas 'mencuri umur' disahkan untuk ikut bertanding. Meskipun perangkat hukum yang mengaturnya terbukti melakukan pelanggaran berat, tetapi si pemain mulus masuk ke lapangan.

Bukan cuma itu saja, pemain tanpa kapasitas (pastinya, karena tak punya skill dan pengalaman) itu bahkan dengan yakinnya sesumbar akan keluar sebagai pemenang.

Begitu percaya dirinya karena dia yakin sebelum pertandingan akan dimenangkan oleh lembaga survei bayaran (SurePay). Selama pertandingan akan dijaga oleh wasit, hakim garis dan pengawas pertandingan.

Indikasinya makin jelas saat debat untuk cawapres coba ditiadakan, bagi-bagi uang saat kampanye terang-terangan dan itu sangat menjijikkan, juga diizinkan. Memakai alat negara untuk kepentingan pasangan ini dilakukan secara terang-terangan.

Berikutnya setelah pertandingan akan dimenangkan oleh panitia penyelenggara dengan dukungan quick count yang hasilnya persis sama dengan hasil survei pesanan.

Bahwa pasangan Anies – Gus Imin sadar itulah fakta yang akan terjadi di lapangan meski panitia penyelenggara mencoba membungkus pertandingan tersebut sebagai Pemilu Damai. Mungkin saja maksudnya meski dalam perjalanan kecurangannya nyata peserta tetap diminta damai alias terima-terima saja.

Menurut Anies, baru kali ini suara-suara yang meminta penyelenggara untuk tidak curang begitu kerasnya. Perangkat keamanan seperti Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto yang dianggap 'orang Jokowi' diharapkan benar-benar netral bukan cuma slogan.

Gus Imin bahkan meminta pengawas asing untuk mengamati jalannya pertandingan yang diyakini bakal berat sebelah ini.

Itu sebabnya Timnas Amin turun dengan pasukan lengkap, dengan kapten tim yang cakap dan pelatih kepala yang bermartabat.

Dukungan suporter yang juga akan menjadi saksi jalannya pertandingan juga dipersiapkan dengan cermat. Segala kecurangan akan tercatat secara akurat.

Jadi kalau lawan mau main curang itu namanya nekat. Nekat membohongi rakyat, dan membuat negara kiamat.

Match fixing bakal tamat karena pemain tak cukup umur bikin blunder gol bunuh diri ke gawang sendiri berkali-kali. Penonton muak dan melemparinya tanpa henti.

Mereka pun harus lari ke luar negeri, eh luar lapangan tanpa bisa kembali lagi. Sutradara dan produser, bandar pun merugi. Sesal kemudian tidak berarti. (*)