Driver Ojol Gojek Cs Dinilai Lebih Tepat Dapat Insentif Dibandingkan THR
Jakarta, FreedomNews - Pengamat menyebut masalah utama pengendara ojek online (driver ojol) Gojek, Grab dan lain sebagainya, adalah statusnya yang masih disebut sebagai mitra atau buruh lepas. Driver ojol kesulitan mendapat hak-hak pekerja, termasuk Tunjangan Hari Raya (THR). Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan status mitra atau buruh lepas ini membuat para driver tidak terikat terhadap perusahaan ride-hailing.
“Pengemudi ojek online hingga saat ini statusnya masih merupakan mitra, bukan pekerja baik pekerja penuh ataupun pekerja waktu tertentu/pekerja tidak tetap. Jadi sebenarnya PR utamanya adalah kejelasan status mitra atau pekerja bagi driver ojek online,” ujar Huda, Selasa, 19 Maret 2024. Sebagai informasi, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menegaskan, perusahaan wajib memberikan tunjangan hari raya (THR) Lebaran 2024 kepada driver ojek online (Ojol) dan kurir logistik.
Dirjen PHI dan Jamsos Kemenaker, Indah Anggoro Putri, menyampaikan, meski hubungan kerja ojek online dan kurir logistik termasuk dalam hubungan kerja kemitraan, tetapi keduanya masuk dalam kategori pekerja waktu tertentu (PKWT). Di sisi lain, Huda mengaku sebenarnya status mitra ini merupakan status yang pas, mengingat para driver ojol yang tidak memiliki jam kerja ataupun tuntutan pekerjaan.
Hal inipun berbeda dengan para karyawan ataupun pekerja waktu tertentu (PKWT) yang masih memiliki target tertentu dalam mengerjakan pekerjaannya. Oleh karena itu, Huda mengungkapkan pemberian THR bagi mitra driver online bisa melalui pemberian bonus per transaksi, dibandingkan dengan pemberian THR seperti pekerja formal.
Namun, Huda mengakui untuk driver kurir paket, memang seharusnya mendapatkan THR layaknya pekerja, karena mereka terikat dengan perusahaan secara formal dan dalam pekerjaannya tidak ada fleksibilitas. Senada, Ketua Umum Indonesia Digital Empowering Community (Idiec) Tesar Sandikapura mengatakan driver ojol memang sudah seharusnya disebut sebagai mitra, karena tidak terikat langsung dengan perusahaan.
Tesar mengatakan kemitraan yang dilakukan perusahaan ride-hailing dengan drivernya, hampir sama dengan kemitraan antara restoran dengan GoFood atau GrabFood, ataupun youtuber dengan Youtube. “(Driver) menyewakan jasanya dan bergabung dengan perusahaan ride-hailing, lalu mereka bagi hasil. Kasarnya kan begitu, driver tidak dibayar sebagai karyawan,” ujar Tesar.
Oleh karena itu, Tesar sedikit mempertanyakan keputusan Kementerian Ketenagakerjaan yang menentukan bahwa driver ojol bisa mendapatkan THR. Mungkin, Tesar mengatakan, Kemenaker ingin kesejahteraan lebih bagi para ojol, terutama di momen Lebaran. Namun, seharusnya skema peningkatan pendapatan bukanlah THR. Tesar menyarankan hal tersebut dapat berupa bonus ataupun apresiasi.
“Dibebaskan ke perusahaan ride-hailing, besarannya berapa. Tidak harus satu kali gaji, terutama mengingat pemasukan ojol yang tidak menentu tiap bulannya,” ujar Tesar. Selain itu, Tesar juga menyarankan agar perusahaan ride-hailing untuk mengurangi potongan komisi ke driver, agar pendapatannya bisa lebih besar. “Yang biasanya 20%, diturunin saja menjadi 10% atau bahkan 5%,” ujar Tesar. (dtf/tek)