Perpres AI Idealnya Rilis 2 Tahun Setelah SE, Permen Tahun Ini
Jakarta, FreedomNews - Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) menilai Peraturan Menteri (Permen) terkait kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dapat dihadirkan tahun ini. Sementara itu untuk peraturan presiden butuh waktu sekitar 2 tahun lagi. Isu mengenai permen AI menjadi topik hangat setelah beberapa waktu lalu Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengeluarkan Surat Edaran tentang Etika pemanfaatan AI.
Direktur Eksekutif Elsam Wahyudi Djafar mengatakan ada sejumlah langkah-langkah penting yang harus dilakukan sebelum membuat sebuah regulasi. Mulai dari proses assessment penilaian, diagnostik, dan penilaian kebijakan yang akan terdampak dengan adanya AI. “Perpres itu bisa setahun dua tahun sembari proses kita belajar implementasinya. Setelah 4-5 tahun, kita bisa mendorong mulainya pembicaraan atau mengusulkan inisiatif UU yang secara khusus mengatur tentang AI. Sementra Permen dapat segera diterbitkan sebelum pemerintahan ini berakhir,” ujar Wahyudi kepada Bisnis di sela acara Sarasehan Nasional AI yang diselenggarakan oleh Kemenkominfo, Elsam, Atma Jaya, Jumat, 19 Januari 2024.
Wahyudi mengaku, hal yang penting dari sebuah regulasi bukan hanya pada tahap pembuatan, melainkan juga pada saat implementasi. Menurutnya, seberapapun pemerintah berupaya membuat UU yang komperhensif, tetapi tidak ada yang tahu hasil implementasinya akan seperti apa. Dalam kasus regulasi AI ini, kata Wahyudi, akan banyak beririsan dengan regulasi-regulasi baru yang juga belum diketahui hasil implementasinya. Mulai dari UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Hal ini diperparah dengan banyaknya inovasi AI baru yang terus bermunculan. Wahyudi bercerita, sekitar dua tahun yang lalu, kita tidak pernah membicarakan tentang AI generatif, tetapi kini ChatGPT, Bard, dan Bing sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
“Setiap tahun ada inovasi baru, ada invensi baru yang mempengaruhi atau merubah teknologi,” ujar Wahyudi. Oleh karena itu, berkaca dari Eropa, kata Wahyudi, pemerintah setempat sangat berhati-hati dan butuh waktu lebih dari 5 tahun untuk mengesahkan Undang-Undang terkait AI. Namun, setelah UU tersebut jadi, Eropa berhasil menjadi salah satu pusat teknologi AI, di saat negara lain banyak yang masih menjadi pengguna. Kendati demikian, Wahyudi cukup mengapresiasi tindakan pemerintah untuk terlebih dahulu membuat surat edaran terkait etika AI, yang sifatnya lebih ke soft regulation atau tidak bersifat mengikat.
Dengan demikian, industri sudah mendapat bayangan dan mengambil ancang-ancang jika suatu saat regulasi terkait AI benar-benar diterapkan. “Melalui surat edaran ini, melalui prinsip-prinsip sukarela ini kan, sehingga nanti mereka sudah memiliki bayangan ketika akan dikenakan peraturan yang lebih mengikat,” ujar Wahyudi. Sebagai informasi, sebelumnya Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria mengatakan AI akan membawa nilai ekonomi yang sangat signifikan. Pada 2023, nilai pasar global AI diprediksi mencapai US$142,3 miliar atau sekitar Rp2.199 triliun. Adapun pada 2030, AI akan berkontribusi pada PDB Asean hingga US$1 triliun atau sekitar Rp15.456 triliun. Menurut Nezar, sekitar 40% atau US$366 miliar di antaranya akan berasal dari Indonesia. (dtf/tek)