Sukses Formula E, Moblis Naik Daun Tunggu Pemain di Harga 400-an Juta

Berbeda dengan Jepang, di Indonesia nampak banget adanya euforia mobil listrik, pasca sukses pergelaran Formula E tahun lalu. Namun, tren penjualan mobil listrik ini masih terasa kurang sambutannya dari prinsipal. Maklum, prinsipal Jepang yang menguasai pasar mobil Indonesia masih sangat kecil membuka kran produksi mobil listriknya. Market menunggu mobil berkelas yang terjangkau, harga empat ratusan juta rupiah.

Oleh : M. Juhri, Editor Otomotif FreedomNews

Jakarta, FreedomNews – Tahun ini, 2023, mobil listrik (moblis) atau motor listrik (motlis), khususnya mobil listrik diperkirakan akan mengalami tren kenaikan yang cukup baik dari sisi penjualan. Konsumen menunggu harga moblis Rp 400-an juta. Hal ini terasa sekali pada pameran otomotif tahunan, Indonesia International Motor Show (IIMS) pada 16 – 26 Februari 2023 lalu di JIExpo Kemayoran, Jakarta.

“Mobil listrik yang dapat mengambil market penjualan di Indonesia, adalah yang harganya Rp 400-an juta, di bawah Rp 500 juta – lah. Kurang bagus untuk yang harga di atas Rp 500 juta, kurang sold out untuk yang harga Rp 800 – 900 juta. Starting point yang seksi Rp 400-an juta, dengan tampilan eksterior dan volum kabin yang lebih baik,” ungkap Munawar Chalil, Group Editor in Chief and Publisher Carvaganza kepada FreedomNews Jumat (3/3/2023) di Jakarta.

munawar%20chalil%20ok

Pertumbuhan penjualan kendaraan bermotor roda empat listrik berbasis baterai atau battery electric vehicle (BEV) di Indonesia diproyeksi akan terus laju secara positif. Berdasarkan data wholesales Gaikindo, angkanya meningkat drastis dari 685 unit sepanjang Januari-Desember 2021, menjadi 10.327 unit pada periode yang sama tahun 2022. Kenaikan tersebut terjadi karena hanya kedatangan empat produk baru, jumlah penjualan mobil listrik murni pada tahun lalu mampu naik signifikan.

Chalil membenarkan, antusiasme konsumen moblis naik tinggi, hal ini benar-benar terlihat dalam IIMS, Februari lalu. “Demannya terasa pada saat pameran (IIMS, red) kemarin. Setidaknya ada tiga hal yang membuat mobil listrik semakin diminati. Selain pertama, karena pemberian insentif atau fasilitas subsidi. Kedua, memang secara murni demannya meningkat tajam. Dan terpenting, ketiga adalah supplainya sudah mulai lancar.”

Lebih lanjut, Chalil menegaskan, isu pasokan menjadi penentu kenaikan penjualan mobil listrik tahun ini. Pandemi Covid-19 membuat ekonomi tersendat, begitu pula pasokan pabrikan mobil listrik juga tidak jor-joran melakukan produksi. Kini, pabrikan Wuling China dan Hyundai Korea berhasil menggenjot produksi sehingga antrean inden semakin pendek. “Akibat pandemi sempat masalah pada pasokan chip ECU (Electronic Control Unit, juga dikenal dengan Electronic Control Module – ECM, red), sekarang sudah tidak jadi masalah,” kata Chalil.

“Komuter dari luar Jakarta, seperti Bekasi, Tangerang dan Depok, 200 km dengan mobil pulang pergi masih bisa ditempuh. Sedangkan motor yang hanya 40 km, cukup untuk hanya di sekitaran kompleks aja.”

hyundai%20kona
wuling%20ok
HYUNDAI - WULING Kuasai Pasar.

Bila perkembangan baik terjadi pada mobil listrik, sebaliknya untuk motor listrik tersendat. Total penjualan tahunan tidak begitu terlihat, padahal ada 50 merek yang bermain di motlis ini. Menurut data Asosiasi Industri Sepeda Motor Listrik Indonesia (Aismoli) Budi Setyadi, dari tahun 2019 – 2022 penjualan motlis hanya 30.800-unit. Bandingkan dengan data Asosiasi Industri Sepedamotor Indonesia (AISI), yang sepanjang 2022 penjualan sepeda motor mencapai 5,2 juta motor (5.221.470 unit). Bahkan, sebelum pandemi penjualan mencapai 8 juta unit per tahun.

Menurut Chalil, motlis kurang menarik bagi komuter Jakarta khususnya, karena daya tempuh baterai yang hanya sekira 40 km, sedangkan harga tidak jauh berbeda dengan motor BBM meskipun sudah disubsidi Rp 7 juta per unit. Berbeda dengan mobil yang baterainya bisa dipakai untuk menempuh jarak 200 km. “Komuter dari luar Jakarta, seperti Bekasi, Tangerang dan Depok, 200 km dengan mobil pulang pergi masih bisa ditempuh. Sedangkan motor yang hanya 40 km, cukup untuk hanya di sekitaran kompleks aja,” kata Chalil.

Pabrikan Jepang Belum Masif

Toyota%20Kijang%20Innova%20Zenix%20ok

“Belum jelas tentang battery swap, seperti gas rumah kalau habis, tabung kosongnya ditukar dengan tabung yang sudah terisi di mini market. Juga belum jelas ketersediaan SPBU Pertamina sebagai charging station. Siapa yang menyediakan, PLN apa Pertamina, bagaimana kerjasama dengan PLN sebagai pemilik setrum.”

FreedomNews menanyakan, pabrikan Jepang yang menguasai pasar terlihat tidak begitu agresif mengambil market moblis Indonesia. Chalil menjawab, pabrikan Jepang sangat strategis dalam mengamankan bisnis globalnya. Sebut saja, Toyota yang menguasai pasar Internasional. Selain di Jepangnya sendiri moblis bergerak pelan dengan mempertimbangkan rantai jaringan bisnis di seluruh dunia, pabrikan Jepang seperti Toyota mulai dengan mobil hybrid. Toyota harus mempertimbangkan supplayer pabrikan komponen mesin konvensionalnya, termasuk SDM, juga infrastruktur pendukung mobil listrik di negara yang serapannya besar. Misalnya, Toyota akan fokus dulu di market mobil listrik setir kiri karena pasarnya lebih besar dari yang setir kanan. Namun, juga akan secara perlahan mengarah ke mobil full elektrivikasi. “Jepang, Toyota bergerak pelan, alon-alon asal kelakon,” tandas Chalil.

Tentang infrastruktur kendaraan elektrivikasi ini (mobil dan motor), Indonesia masih dipertanyakan. Bila infrastruktur belum memadai, dengan motlis yang jarak tempuh di atas, akan sangat kesulitan mencari charging station. Begitu pula mobil listrik, sangat kesulitan bila harus re-charging di luar Jakarta, dengan masa menunggu baterai penuh sampai 8 jam. Sementara; “Belum jelas tentang battery swap, seperti gas rumah kalau habis, tabung kosongnya ditukar dengan tabung yang sudah terisi di mini market. Juga belum jelas ketersediaan SPBU Pertamina sebagai charging station. Siapa yang menyediakan, PLN apa Pertamina, bagaimana kerjasama dengan PLN sebagai pemilik setrum,” terang Chalil.

Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), hingga November 2022, sudah ada 439 stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU), dan tersebar di 328 titik lokasi yang terpasang di seluruh Indonesia. Kemudian, terdapat 966 unit stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum (SPBKLU) yang sudah terpasang di lebih dari 100 titik lokasi, yaitu Jakarta, Provinsi Banten, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan, serta Kota Batam. ESDM menargetkan pembangunan SPKLU sebanyak 1.030 unit, dua kali lipat dari tahun 2022, untuk mencapai 3.000-an unit SPKLU di tahun ini.

Sedangkan tarif pengisian baterai, mengikuti rencana revisi Permen ESDM yang menyangkut tarif curah, yang menurut Permen ESDM No 28 Tahun 2016 untuk tegangan menengah 20 kV dikenai tarif Rp 714 per kWh akan dikenakan tarif layanan khusus (tegangan rendah) sebesar Rp 1.650 per kWh. Berdasarkan ketentuan baru itu nanti, tarif curah akan diberikan kepada badan usaha SPKLU berdaya di atas 200 kVA yang berlangganan ke PLN dengan ketentuan minimum tiga unit untuk fast charging dan dua unit ultrafast charging. Tarif layanan khusus diberikan kepada badan usaha yang berlangganan di bawah 22 kW dengan teknologi slow charging dan medium charging. Dalam ketentuan baru nanti, tarif konsumen dari badan usaha SPKLU maksimal Rp 2.475 per kWh untuk teknologi slow, medium, fast, dan ultrafast charging. Investasi tambahan untuk menyediakan SPKLU tipe fast dan ultrafast charging dikenai biaya layanan (biaya beban) yang bersifat fix satu kali setiap pengisian. Biaya layanan fast charging maksimal Rp 21.974 per charging dan ultrafast charging maksimal Rp 62.500 per charging.***