Pabrikan Jepang Kurang Agresif Garap Mobil Listrik di Indonesia
Pasar mobil listrik (moblis) di Indonesia, dari sisi penjualan unit masih dikuasai pabrikan Hyundai Korea Selatan dan Wuling China. Sedangkan prinsipal Jepang yang selama ini menguasai market otomotif nasional terlihat santuy aja. Bukaan kran produksi moblisnya masih sangat kecil dari total volum penjualan global.
Jakarta, FreedomNews - Pabrikan Jepang yang menguasai pasar otomotif nasional, nampaknya kurang agresif, bahkan tidak begitu masif mengambil market moblis Indonesia. Pasalnya, prinsipal Jepang masih mempertimbangkan rantai bisnis mobil bermesin konvensional. Demikian Munawar Chalil, Group Editor in Chief and Publisher Carvaganza kepada FreedomNews, Jumat (3/3/2023) di Jakarta.
“Jepang dan Toyota bergerak pelan, alon-alon asal kelakon.”
Chalil menjawab pertanyaan FreedomNews, bahwa pabrikan Jepang sangat strategis dalam mengamankan bisnis globalnya. Sebut saja, Toyota yang menguasai pasar Internasional. Selain di Jepangnya sendiri moblis bergerak pelan dengan mempertimbangkan rantai jaringan bisnis di seluruh dunia, pabrikan Jepang seperti Toyota mulai dengan mobil hybrid. Toyota harus mempertimbangkan supplayer pabrikan komponen mesin konvensionalnya, termasuk SDM, juga infrastruktur pendukung mobil listrik di negara yang serapannya besar. Misalnya, Toyota akan fokus dulu di market mobil listrik setir kiri karena pasarnya lebih besar dari yang setir kanan. Namun, juga akan secara perlahan mengarah ke mobil full elektrivikasi. “Jepang, Toyota bergerak pelan, alon-alon asal kelakon,” tandas Chalil.
Tentang infrastruktur kendaraan elektrivikasi ini (mobil dan motor), Indonesia masih dipertanyakan. Bila infrastruktur belum memadai, dengan motlis yang jarak tempuh di atas, akan sangat kesulitan mencari charging station. Begitu pula mobil listrik, sangat kesulitan bila harus re-charging di luar Jakarta, dengan masa menunggu baterai penuh sampai 8 jam. Sementara; “Belum jelas tentang baterry swap, seperti gas rumah kalau habis, tabung kosongnya ditukar dengan tabung yang sudah terisi di mini market. Juga belum jelas ketersediaan SPBU Pertamina sebagai charging station. Siapa yang menyediakan, PLN apa Pertamina, bagaimana kerjasama dengan PLN sebagai pemilik setrum,” terang Chalil.
Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), hingga November 2022, sudah ada 439 stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU), dan tersebar di 328 titik lokasi yang terpasang di seluruh Indonesia. Kemudian, terdapat 966 unit stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum (SPBKLU) yang sudah terpasang di lebih dari 100 titik lokasi, yaitu Jakarta, Provinsi Banten, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan, serta Kota Batam. ESDM menargetkan pembangunan SPKLU sebanyak 1.030 unit, dua kali lipat dari tahun 2022, untuk mencapai 3.000-an unit SPKLU di tahun ini.
Sedangkan tarif pengisian baterai, mengikuti rencana revisi Permen ESDM yang menyangkut tarif curah, yang menurut Permen ESDM No 28 Tahun 2016 untuk tegangan menengah 20 kV dikenai tarif Rp 714 per kWh akan dikenakan tarif layanan khusus (tegangan rendah) sebesar Rp 1.650 per kWh. Berdasarkan ketentuan baru itu nanti, tarif curah akan diberikan kepada badan usaha SPKLU berdaya di atas 200 kVA yang berlangganan ke PLN dengan ketentuan minimum tiga unit untuk fast charging dan dua unit ultrafast charging. Tarif layanan khusus diberikan kepada badan usaha yang berlangganan di bawah 22 kW dengan teknologi slow charging dan medium charging.
“Belum jelas tentang baterry swap, seperti gas rumah kalau habis, tabung kosongnya ditukar dengan tabung yang sudah terisi di mini market. Juga belum jelas ketersediaan SPBU Pertamina sebagai charging station. Siapa yang menyediakan, PLN apa Pertamina, bagaimana kerjasama dengan PLN sebagai pemilik setrum.”
Dalam ketentuan baru nanti, tarif konsumen dari badan usaha SPKLU maksimal Rp 2.475 per kWh untuk teknologi slow, medium, fast, dan ultrafast charging. Investasi tambahan untuk menyediakan SPKLU tipe fast dan ultrafast charging dikenai biaya layanan (biaya beban) yang bersifat fix satu kali setiap pengisian. Biaya layanan fast charging maksimal Rp 21.974 per charging dan ultrafast charging maksimal Rp 62.500 per charging.***