Lembaga Survei Perusak Demokrasi
SEJUMLAH lembaga survei gencar mengumumkan hasilnya. Satu per satu seakan-akan berlomba mengeluarkan persentase elektabilitas tiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (Capres – Cawapres) 2024.
Lucunya, hasil survei itu seakan menggambarkan pasangan nomor urut 2 (Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka) menjadi pemenang. Selalu dengan elektabilitas paling tinggi.
Sedangkan elektabilitas pasangan nomor urut 1, Anies Rasyid Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN), yang awalnya selalu di nomor buncit, kini hampir selalu berada di posisi kedua. Kemudian, pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD berada di nomor buncit.
Ada apa sejumlah lembaga survei selalu menempatkan pasangan Prabowo – Gibran pada posisi elektabilitas tinggi dan angkanya selalu berada di atas 40 persen? Bahkan, diarahkan supaya di atas 50 persen, dengan harapan, Pilpres berlangsung satu putaran.
Jika melihat hasilnya, yang menginginkan Pilpres satu putaran jelas adalah lembaga survei bayaran. Mereka berada bersama Joko Widodo, yang jelas dan terang-benderang cawe-cawe mendukung anaknya, Gibran. Oleh karena itu, sering dipelesetkan menjadi lembaga sure-pay. Lembaga yang jelas sekali terlihat memihak kepada pasangan Prabowo – Gibran yang didukung Presiden Jokowi, sejumlah menteri, dan pejabat negara.
Bahkan, diduga aparat Kepolisian, dan juga TNI (Tentara Nasional Indonesia) secara terselubung mendukungnya. Harap maklum, Prabowo adalah Menteri Pertahanan yang tak mau mundur seperti Mahfud MD dan dia adalah perwira tinggi dengan pangkat terakhir Letnan Jenderal yang dipecat dari TNI, karena penculikan dan penghilangan nyawa sejumlah aktivis menjelang Reformasi 1998.
Ada 18 lembaga survei yang berlomba mengeluarkan hasil dengan elektabilitas Prabowo – Gibran selalu tertinggi. Antara lain, Indikator Politik Indonesia, LSI Denny JA, Indonesia Political Opinion (IPO), Survei Politika i, Lembaga Survei Indonesia, Political Weather Station (PWS), Indo Barometer, dan Charta Politika.
Lembaga survei sejatinya netral. Tetapi, itu jauh dari kenyataan. Ibarat pepatah, "Jauh panggang dari api". Malah secara terang-terangan ada yang mendukung Prabowo – Gibran menang dalam satu putaran.
Sebut saja Muhammad Qodari, Direktur Eksekutif Indo Barometer, yang disebut Ketua Gerakan Satu Putaran Pilpres 2024. Bagaimana mungkin sebuah lembaga survei akan independen, jika pimpinannya saja jelas memihak kepada Prabowo – Gibran? Wajar Qodari "mabuk", karena juga merupakan pendukung Jokowi tiga periode, tetapi gagal.
Selain Indo Barometer yang tidak netral atau independen dalam mengeluarkan hasil survei, juga Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA (Januar Ali) dan diduga melakukan hal yang sama. Hasil surveinya digiring supaya satu putaran dan selalu menempatkan Prabowo – Gibran pada elektabilitas tertinggi. Angkanya terakhir 50,7 persen. Padahal, nyatanya tidak sampai 25 persen. Mengapa di angka 50,7 persen? Karena LSI Denny JA juga menginginkan satu putaran.
LSI Denny JA yang berkantor di kawasan Ramang (Rawa Mangun) itu awalnya selalu menempatkan elektabilitas pasangan Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar di urutan ketiga. Belakangan, bergeser ke urutan kedua.
Rakyat paham betul kelakuan lembaga survei bayaran yang jumlahnya lumayan banyak dan sangat aktif dan cepat mengumumkan hasilnya. Mengapa mereka berbuat seperti itu? Karena lembaga survei yang lahir dan bisa berkiprah sejak reformasi itu ingin merusak demokrasi, seperti halnya Jokowi.
Akankah lembaga survei tersebut terus berbuat demikian? Jelas terus melakukannya sepanjang ada yang membayar. Maklum sekali survei biayanya minimal Rp 250 juta sampai Rp 500 juta. Bahkan, bisa lebih tergantung pesanan.
Coba kita lihat lembaga survei yang mengeluarkan biaya sendiri. Misalnya, CSIS (Centre for Strategic and International Studies) yang mengeluarkan elektabilitas Prabowo – Gibran: 43,7 persen, Anies – Muhaimin: 26,1 persen, dan Ganjar – Mahmud 19,4 persen, dan tidak menjawab 4,5 persen.
Atau bisa juga dibaca hasil survei Litbang (Penelitian dan Pengembangan) Kompas terakhir. Angkanya, jauh dari harapan satu putaran.
Sebenarnya, ada juga survei yang bocor, menyebutkan elektabilitas Prabowo – Gibran hanya 20,3 persen. Yang jelas, akan lebih aman jika Pilpres dua putaran. Jika lembaga survei memaksakan satu putaran lewat survei abal-abal, tunggulah hukuman dari rakyat yang mencintai demokrasi. (*)