Hasto Jadi Tersangka, PDIP Terancam Diambil Jokowi

SEKRETARIS Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (Sekjen DPP PDIP) Hasto Kristiyanto akhirnya menjadi tersangka dalam kasus Harun Masiku. Berita itu sebenarnya tidak terlalu wah.

Sebab, sudah lama rakyat menduga ia termasuk orang yang menyembunyikan kader partai yang menyuap anggota KPU atau Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan sebesar Rp 600 juta dari total Rp 1 miliar yang diminta oleh Wahyu.

Suap-menyuap tersebut tidak mulus karena KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020. Harun Masiku lolos dari OTT dan ditetapkan menjadi buron. Januari 2025, politikus PDIP itu genap lima tahun menjadi buron.

Wahyu Setiawan telah divonis 7 tahun penjara dan masuk bui terhitung sejak Januari 2020. Majelis hakim menilai Komisioner KPU ini terbukti menerima uang senilai total Rp 600 juta terkait penetapan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024, sebagaimana dakwaan primair. Akan tetapi, hukuman itu dijalaninya hanya 3 tahun 9 bulan, karena Oktober 2023, ia memperoleh pembebasan bersyarat.

Lima tahun kasus Masiku pun tidak jelas. Tidak jelas juga keberadaannya sampai sekarang. Pernah disebut melarikan diri ke luar negeri, termasuk ke Kamboja. Ada juga yang menyebut bahwa ia tetap berada di Indonesia secara berpindah-pindah atau di rumah "aman" yang disediakan partai atau petinggi partai. Bahkan, karena sulit menangkapnya, ada yang menduga ia sudah mati dibunuh (?)

Selama hampir lima tahun Masiku jadi buron, Hasto aman-aman saja dari jeratan hukum. Padahal, namanya juga disebut di pengadilan sebagai orang yang menginformasikan ada uang Rp 600 juta, dan Rp 200 juta di antaranya akan digunakan sebagai uang muka "penghijauan".

Karena disebut-sebut di pengadilan itu, sehingga rakyat sudah lama berharap supaya, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menetapkan dan memenjarakan Hasto. Ya, mestinya saat Joko Widodo alias Jokowi masih berkuasa.

Jika saat itu ia menjadi tersangka dan ditangkap hampir semua rakyat, terutama aktivis anti korupsi dan oposisi mengacungkan jempol. Tapi, karena Jokowi dan PDIP masih mesra, komisi anti rasuah pun tidak berdaya. Hasto tidak tersentuh karena diduga memiliki "kekebalan" hukum dari Jokowi.

Jangankan Hasto, Harun Masiku saja yang sudah buron hampir lima tahun diduga dilindungi Jokowi dan antek-anteknya, termasuk elit PDIP juga.

Sebenarnya, ibarat 'setali tiga uang', tidak hanya kasus Harun Masiku yang dilindungi Jokowi dan PDIP. Sebut saja kasus korupsi bantuan sosial (bansos) yang melibatkan Juliari Peter Batubara, saat menjadi Menteri Sosial.

Wakil Bendahara Umum DPP PDIP yang dicokok KPK itu sebenarnya juga menyeret sejumlah nama elit, termasuk anggota DPR RI dari PDIP. Mereka diduga kecipratan dana yang semestinya diterima rakyat akibat dampak Covid-19 (Coronavirus Disease 2019). Tapi, sampai sekarang masih aman saja.

Inilah bentuk politisasi penegakan hukum yang terjadi. Karena Jokowi dan PDIP berkuasa, ya tidak tersentuh.

Aroma penetapan Hasto sebagai tersangka sudah mulai terasa sejak hubungan Jokowi dan PDIP retak. Semakin terasa, setelah Hasto dipanggil penyelidik komisi antirasuah sebagai saksi terhadap Harun Masiku pada Senin, 10 Juni 2024. Meskipun Jokowi tidak lagi Presiden, diduga masih ada campur tangannya.

Saat pemeriksaan itu, ponsel (telefon seluler) Hasto disita oleh penyidik KPK. Bersamaan dengan itu barang yang dibawa asistennya, Kusnadi yang sedang menunggu di lobi Gedung Merah Putih juga diambil penyidik PDIP pun melayangkan protes.

Hasto dijadikan tersangka membuat Jokowi senang. Terlebih lagi hal itu dilakukan tidak sampai sepekan setelah DPP PDIP mengumumkan pemecatan Jokowi. Jokowi bersama anak Gibran Rakabuming Raka, menantu Bobby Nasution bersama 24 kader partai berlambang banteng hitam bermoncong putih itu dipecat pada 4 Desember dan diumumkan Sabtu, 14 Desember 2024.

Penetapan Hasto sebagai tersangka diharapkan melemahkan PDIP, sehingga Jokowi berpeluang mengambil-alihnya. Ia ingin menggantinya dari trah Soekarno menjadi trah Jokowi. (*)