Muhammadiyah Tumbang Karena Tambang
MUHAMMADIYAH akhirnya luluh. Organisasi Islam dengan kekayaan mencapai Rp 400 triliun ini tunduk pada Presiden Joko Widodo alias Jokowi, akhirnya ikut mengelola tambang.
Pada awalnya, beberapa pihak di Muhammadiyah meminta supaya menolaknya. Banyak alasan diungkapkan, termasuk alasan politis yang tidak menginginkan organisasi yang didirikan Kiai Haji Ahmad Dahlan itu ikut dalam jebakan 'badman'.
Keputusan ikut mengelola tambang diambil dalam Konsolidasi Nasional Muhammadiyah yang diikuti para Pimpinan Pusat, Majelis, Lembaga, Biro dan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah, di Jogjakarta, selama dua hari, Sabtu, 27 dan Ahad, 27-28 Juli 2024. Banyak pihak yang kecewa dan meradang.
Mengapa? Karena mereka berharap Muhammadiyah jadi pelopor menolak konsesi tambang yang diberikan oleh pemerintahan Jokowi – Ma'ruf Amin. Muhammadiyah diharapkan tak mengikuti jejak NU (Nahdlatul Ulama) yang sejak awal menerimanya dan menjadi 'ruzakan' netizen.
Banyak yang berharap, Muhammadiyah supaya tegas menolaknya, seperti halnya ketika Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti yang menolak dijadikan sebagai Wakil Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Keputusan Muhammadiyah itu pun menjadi 'rujakan' netizen. Mereka marah dan sedih.
Kecewa, karena Muhammadiyah dinilai sudah 'meninggalkan' umatnya, dan cenderung mendukung pemerintahan Jokowi yang koruptif. Juga kecewa, karena dianggap organisasi Islam yang berdiri 18 November 1912, di Jogjakarta sudah masuk ke ranah ekonomi yang merusak lingkungan, penuh praktik kotor dan tipu-tipu.
Banyak yang bangga jika tetap menolak. Sama bangganya ketika Muhammadiyah memindahkan dananya sebanyak Rp 13 triliun dari Bank Syariah Indonesia (BSI), sebuah bank pemerintah hasil gabungan tiga bank syariah, yaitu Bank Syariah Mandiri, Bank BNI Syariah dan BRIsyariah.
Pemindahan dana tersebut membuat banyak yang berdecak kagum. Muhammadiyah pun mendapat pujian.
Walaupun alasan ikut bermain tambang sudah dijelaskan pengurus organisasi tersebut, tetapi yang kecewa tetap tidak menerimanya, termasuk mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Amien Rais.
Amien Rais kaget dan marah begitu mengetahui Muhammadiyah menerima konsesi izin usaha pertambangan.
Dalam pandangannya, menerima tawaran Presiden Joko Widodo yang tiga bulan lagi sudah akan lengser itu (sama saja menerima) tawaran penuh racun dan bisa.
Kemarahan Amien Rais ini disampaikan mantan Ketua MPR RI (Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia itu dalam video yang diunggah di kanal YouTube Amien Rais Official berjudul "Muhammadiyah, Beristighfarlah."
Awalnya, ia bangga karena sebelumnya Muhammadiyah dikabarkan menolak tawaran Jokowi untuk ikut mengelola tambang batu bara. Karena, tawaran pengelolaan tambang batu bara itu ibarat kail berbisa dan beracun. Itu (harus) dijauhi Muhammadiyah, karena sangat sensitif.
Ikutnya Muhammadiyah bermain tambang tidak lepas dari lobi-lobi kuat pihak Istana Kepresidenan. Ketika awal mengetahui Muhammadiyah menolak, jurus lobi pun dilakukan Tim Jokowi dari tujuh penjuru mata angin.
Akibatnya, dalam memutuskan pun terjadi perdebatan cukup alot. Bahkan, karena awal menolak dan kemudian menerima, muncul dugaan terjadinya dua faksi di Muhammadiyah.
Ada faksi Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir yang berhadapan langsung dengan faksi Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK). Kubu Muhadjir jelas kuat dan menang karena didukung penuh oleh pemerintah.
Hal tersebut semakin jelas, setelah Muhadjir ditunjuk menjadi Ketua Tim Pengelolaan Tambang PP Muhammadiyah. Pengangkatan tersebut merupakan salah satu keputusan konsolidasi nasional di Jogjakarta, Ahad lalu.
Sebagaimana diketahui, selain menjabat sebagai Menko PMK, Muhadhir Effendy juga telah menjadi Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Ekonomi, Bisnis, dan Industri Halal. Betul, masih ada hubungannya dengan pengangkatan Ketua Tim Tambang Muhammadiyah yang beranggotakan 9 (sembilan) orang.
Pengangkatannya itu jelas semakin memuluskan jalan Muhammadiyah meraup pundi-pundi dari sektor pertambangan. Mulus, ibarat jalan bebas hambatan.
Apa pun yang disampaikan oleh banyak pihak bahwa pengurus PP Muhammadiyah seakan tidak mau mendengarnya. Mau disebut ibarat kail berbisa dan beracun, menghina akal sehat, tidak peduli. Mau disebut Muhammadiyah tumbang (akal sehatnya) karena tambang tidak perlu didengarkan.
Mau dikatakan serakah dan berkumpul dengan pengusaha perusak lingkungan hidup, silakan saja. Terserah! Yang penting, tambang akan mempercepat pemasukan dan menambah aset yang telah dimiliki Muhammadiyah. (*)