Minta Maaf, Jokowi Malah Dihujat Rakyat
PRESIDEN Joko Widodo alias Jokowi menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh rakyat Indonesia pada akhir masa jabatannya. Sebagai manusia biasa, Jokowi juga menyadari tidak bisa memuaskan semua pihak.
Permohonan maaf itu disampaikan saat menghadiri acara “Zikir dan Doa Kebangsaan” menjelang HUT ke-79 RI, di halaman Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis, 1 Agustus 2024.
Meminta maaf adalah sesuatu yang wajar dilakukan oleh siapa pun, baik yang tidak bersalah, apalagi banyak salah, dan merasa melakukan salah. Sejatinya, permohonan maaf seseorang harus diterima, apalagi di Negara Pancasila, dengan sila pertama, "Ketuhanan Yang Maha Esa".
Tapi, apa yang dilakukan rakyat terhadap permohonan atau permintaan maaf Jokowi itu? Bukannya memaafkan. Namun, banyak rakyat, politisi, dan tokoh masyarakat yang justru menghujat Jokowi.
Di berbagai media sosial yang sempat dipantau, Jokowi pun 'dirujak' habis-habisan. Mereka dengan keras menunjuk banyaknya kesalahan yang dilakukannya sejak menjadi penguasa.
Sebagian besar rakyat menumpahkan kekesalan dan kemarahan dengan kata-kata yang tak pantas disampaikan kepada siapa pun, apalagi terhadap seorang presiden. Rakyat menghujatnya dengan kalimat-kalimat yang mengerikan, sekaligus menyakitkan.
Mengapa rakyat melakukan hal yang tidak patut itu kepada mantan Walikota Solo dan meniti karier sebagai tukang mebel itu? Mengapa sebagian politisi dan tokoh masyarakat menghujatnya?
Mengapa netizen 'merujak' Jokowi habis-habisan di berbagai platform media sosial?
Cuma influencer saja yang diajak pesta hura-hura ke calon Ibu Kota Negara (IKN) di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, dan yang memuja-muji. Kelompok ini, boleh kita sebut kaum penjilat, yang selalu bersenang-senang di atas penderitaan rakyat. Mereka selalu pertontonkan kehidupan glamor dan hedon, pada saat sebagian besar rakyat hidup dalam kesusahan.
Ya, harus diakui ada sebagian pendukung gila-gilaan juga melakukan pembelaan membabi-buta. Kelompok ini juga hampir sama dengan kelakuan innfluencer, yang tidak peduli atas penderitaan rakyat.
Kemudian, mengapa rakyat menghujat Jokowi yang sudah minta maaf? Sederet pertanyaan untuk Jokowi tentu saja pantas diajukan. Pertanyaan yang tidak mungkin dijawab oleh Jokowi, yang oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia dijulukinya, "The King of Lip Service". Satu julukan yang tidak pantas disematkan kepada seorang presiden.
Tetapi, rakyat sudah muak dan bosan terhadap kelakuan Jokowi yang selalu bertolak belakang dengan yang diucapkannya. Semua sudah paham akan kelakuan buruknya. Semua sudah hafal, jika ia mengatakan A, itu artinya B.
Ibarat berkendaraan, Jokowi nyalakan sen ke kanan, itu kebalikannya, ia mau belok ke kiri. Jika ia katakan ke atas, itu artinya ke bawah. Anda tidak percaya? Silakan buka di berbagai media arus utama (mainstream), apalagi di medsos.
Jokowi seringkali mengobral janji manis, tapi realitanya jauh sekali. Ibarat pepatah, "Jauh panggang dari api".
Ia tak segan masuk gorong-gorong hanya demi pencitraan. Ya, akibatnya, berbagai ucapan dan keputusannya, dirasakan bau, seperti baunya air got alias comberan.
Jika dikatakannya begini, faktanya begitu. Mengaku rindu didemo. Tetapi, saat mahasiswa, buruh dan lainnya datang berdemo ke Istana Kepresidenan, Jokowi malah kabur. Ketika didemo terkait dengan ucapan Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) yang telah menghina agama Islam, dia sempat kabur ke Bandara Sukarno-Hatta dan naik ke sebuah menara. Meski akhirnya ia menemui pendemo yang dikomandoi Habib Rizieq Syihab, pada 12 Desember 2016 atau dikenal demo 212.
Banyak yang rusak di bawah kepemimpinan Jokowi. Janji penguatan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi nyatanya dilemahkan, bahkan diobrak-abrik.
Oleh karena itu, sangat wajar jika rakyat menghujat Jokowi. Apalagi ia dinilai merusak demokrasi, merusak hukum, ekonomi amburadul, dan sederet lainnya
Hujatan yang sangat menusuk tajam datang dari petinggi PDI-P, partai yang membesarkan dan membuatnya kenyang ke tampuk RI-1, tetapi semua dimuntahkannya. Jokowi mengkhianati PDIP.
PDIP menganggap tidak perlu permohonan maaf dari Jokowi. "Nggak perlu minta maaf ke PDIP, karena sudah tahu watak aslinya (Jokowi)," kata anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi PDIP Masinton Pasaribu. (*)