Lakukan Genosida, Israel Makin Dikucilkan dan Hilang dari Bumi
KOLOMBIA memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel. Alasannya, karena negara Yahudi tersebut dianggap melakukan genosida terhadap penduduk Palestina, terutama di Jalur Gaza yang dikuasai pejuang Hamas.
Keputusan tersebut disampaikan Presiden Kolombia, Gustavo Petro, 1 Mei 2024. Negara di Amerika Selatan itu akan memutuskan hubungan diplomatik dengan negara penjajah tersebut mulai 2 Mei.
“Di sini, di hadapan Anda, pemerintahan perubahan, presiden republik ini mengumumkan, besok kami akan memutuskan hubungan diplomatik dengan negara Israel karena memiliki presiden yang melakukan genosida,” kata Petro kepada para demonstran ketika pidato Hari Buruh, di Plaza de Bolívar, Bogotá.
Hal itu berarti Duta Besar Israel untuk Bogotá, Gali Dagan dan stafnya memiliki waktu 72 jam atau enam hari supaya meninggalkan Kolombia setelah diberitahu secara resmi oleh Kementerian Luar Negeri.
Keputusan memutuskan hubungan disampaikan oleh Petro ketika kampanye militer yang dipimpin oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di wilayah kantong Palestina hampir memasuki bulan kedelapan setelah pejuang Hamas menyerbu Israel dengan serangan roket besar-besaran pada 7 Oktober 2023, menewaskan 1.139 orang, menyandera 250 orang Yahudi (sebagian sudah dibebaskan dan ada mati ditembak sendiri oleh tentara Israel).
Sedikitnya 3.000 roket diluncurkan pejuang Hamas ke Israel dengan sasaran utama pangkalan militer, bandar udara dekat Tel Aviv dan upaya merebut penjara Israel di Kota Ashkelon, tempat ratusan warga Palestina ditahan dan sebagian disiksa.
Serangan Hamas yang disebut "Operasi Badai Al Aqsa" atau Operation Al-Aqsa Flood tersebut dibalas secara membabi-buta oleh zionis Israel, dengan menyerang tempat tinggal (rumah dan gedung apartemen), sekolah, rumah sakit, masjid, gereja dan bahkan kamp pengungsi penduduk Palestina.
Setelah menjatuhkan bom dari pesawat tempur, tentara penjajah Israel kemudian melakukan serangan darat dengan mengerahkan tank-tank tempur dan senjata perang lainnya.
Tidak ketinggalan, Masjid Al Aqsa pun menjadi sasaran polisi dan aparat keamaan Israel. Meski tidak diserang dengan senjata, tetapi umat Islam yang ingin melakukan salat berjamaah semakin dibatasi. Pembatasan juga semakin ditingkatkan oleh zionis Yahudi itu pada saat umat Islam ingin mendirikan salat Tarawih maupun ibadah lainnya pada bulan Puasa (Ramadhan) 1445 Hijriah yang baru lalu.
Hingga sekarang atau hampir tujuh bulan perang berlangsung, Israel telah membunuh setidaknya 34.568 orang, kebanyakan wanita dan anak-anak atau sekitar 67 persen. Korban luka-luka, 77.368 orang lebih.
Pasukan Israel juga menghancurkan berbagai infrastruktur sipil penting, sehingga menyebabkan sektor kesehatan dan sektor-sektor lainnya di Gaza, kolaps. Blokade ketat dan penghalangan masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza telah berujung pada krisis kemanusiaan, dengan warga setempat kesulitan mendapat makanan, air bersih, sanitasi dan obat-obatan.
Israel telah dituding melakukan genosida atas tindakannya di Gaza. Mengadili kasus yang dibawa oleh Afrika Selatan, Mahkamah Internasional (ICJ – International Cour de Justice) di Den Haag, Belanda pada Januari 2024 lalu memerintahkan Israel mengambil langkah-langkah agar mencegah tindakan genosida berdasarkan Konvensi Genosida 194.
Kolombia bersama negara tetangganya, Brasil, mendukung gugatan Afrika Selatan terhadap Israel itu, dan menyatakan serangan di Gaza merupakan pelanggaran terhadap Konvensi Genosida.
Mengapa Kolombia yang mayoritas beragama Katolik dan Kristen (71% dari jumlah penduduknya) malah yang lebih awal dan tegas memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel? Mengapa bukan negara yang berpenduduk mayoritas Islam yang sudah menjalin hubungan diplomatik justru masih anteng dengan Israel yang di dalam Al Qur'an disebut sebagai bangsa yang angkuh dan sombong?
Indonesia yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel tegas menolak kebiadaban negara zionis itu. Sikap tegas itu disampaikan pemerintah Indonesia, baik ketika bersidang di markas PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa), maupun saat aksi demonstrasi mendukung kemerdekaan Palestina yang seringkali dilakukan rakyat Indonesia, khususnya umat Islam.
Turki, misalnya, baru sebatas memanggil pulang duta besarnya untuk Israel pada awal November 2023 atau beberapa saat setelah Israel melakukan serangan membabi-buta. Berita terakhir, negara yang dipimpin Recep Tayyip Erdogan itu memutuskan hubungan dagang dengan Israel.
Qatar hanya menjadi negara penengah tempat dijadikannya pertemuan guna melakukan gencatan senjata. Mesir yang berbatasan langsung dengan Palestina, seakan juga diam seribu bahasa, dan seakan membiarkan upaya genoside, termasuk rencana jahat Israel yang akan menyerbu Rafah. Rafah adalah perbatasan langsung dengan Mesir.
Negara piramida itu malah setengah hati membuka perbatasan Rafah, yang menjadi salah satu pintu masuk bantuan kemanusiaan ke Palestina.
Yang tegas dan melawan adalah pasukan Hizbullah di Lebanon dan Iran. Sejak awal serangan itu, Hizbullah telah memperingatkan Israel agar tidak melakukan perang terbuka. Menyusul peringatan itu, Hizbullah pun menembakkan roket dan mortir ke wilayah Israel yang dibalas dengan serangan jet-jet tempur Israel.
Iran jelas melawan Israel. Keduanya sudah menjadi musuh bebuyutan. Tidak tahan diserang terus, Iran akhirnya menunjukkan kekuatannya dengan meluncurlan sejumlah rudal dan drone ke Israel pada 13 April 2024.
Aksi tersebut sebagai balasan terhadap pasukan Israel yang menyerang konsulat Iran di Damaskus, Suriah, awal bulan April lalu yang menewaskan 7 orang diplomat Iran, termasuk komandan senior Pasukan Quds dari Korps Garda Revolusi Islam, Brigadir Jenderal Mohammad Reza Zahedi.
Perlawanan terhadap Israel semakin melebar, terutama yang dilakukan lewat aksi demonstrasi. Hampir seluruh negara di dunia melakukannya. Bahkan, mahasiswa dan masyarakat Amerika Serikat (AS) melakukan aksi unjuk rasa menentang kebiadaban Israel.
Padahal, AS adalah negara sekutu utama Israel. Presiden AS, Joe Biden telah berulangkali juga memperingatkan tindakan Israel yang membunuh rakyat sipil, memombardir sekolah, rumah sakit, masjid dan kamp pengungsian, serta pendudukan terhadap jalur Gaza adalah 'kesalahan besar'.
Tidak ketinggalan dengan AS, sejumlah negara di Eropa Barat yang selama ini mendukung Israel juga mengikuti langkah mahasiswa dan rakyat AS. Demo anti Israel dan mendukung kemerdekaan Palestina merebak di Inggris, Jerman, dan Prancis.
Lalu, apakah Israel menuruti langkah atau permintaan Joe Biden dan sejumlah kepala negara lainnya yang meminta agar Israel menghentikan serangan membabi-buta? Sebagai bangsa yang angkuh dan sombong, jawabannya, "Tidak!"
Bahkan aksi demo dari dalam negeri Israel saja tidak digubris Benjamin Netanyahu. Kerugian akibat perang yang ditanggung Israel dengan goncangan ekonomi tak membuat Netanyahu menghentikan perintah berhenti perang. Malah dengan sombong dan angkuhnya ia mengatakan bahwa Israel akan memenangkan peperangan dengan Palestina.
Karakter Bani Israel ini telah lama dijelaskan dalam Alquran. Israel digambarkan sebagai sebuah bangsa yang merusak.
Allah SWT menjelaskan karakter mereka dalam QS al-Isra ayat 4-6: “Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam al-Kitab: 'Sesungguhnya kamu pasti akan membuat kerusakan di bumi dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar'.”
Kesombongan dan keangkuhan itu akan semakin membuat Israel terpojok dan terkucil dari dunia internasional. Secara perlahan dan pasti, insya Allah Israel kalah dan akan lenyap dari peta dunia. (*)