Karena Uang, PWI Dirundung Malang

PERSATUAN Wartawan Indonesia (PWI) Pusat sedang dirundung malang. Musababnya, karena penyalahgunaan penggunaan dana sponsorship Forum Hubungan Masyarakat Kementerian BUMN (Badan Usaha Milik Negara).

Total dana yang dihibahkan Rp 6 miliar. Dari jumlah tersebut ada yang diduga disalahgunakan untuk kepentingan pribadi Ketua Umum PWI Pusat, Hendry Chairudin Bangun, Sekretaris Jenderal Sayid Iskandarsyah, Wakil Bendahara Umum Mohammad Ihsan, dan Direktur UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) PWI Syarif Hidayatullah.

Tiga nama terakhir sudah mundur dari jabatan masing-masing.

Jumlah dana yang diduga disalahgunakan itu tidak tanggung-tanggung, atas nama cashback dan fee masing-masing Rp sebesar Rp 1.080.000.000 dan Rp 691.200.000 atau total Rp 1.771.200.000.

Entahlah! Sejak kapan PWI Pusat atau pengurus hariannya menjadi salesman, sehingga harus mendapatkan cashback. Kabarnya, setelah ditelusuri, tidak ada orang Kementerian BUMN yang meminta cashback itu.

Karena tidak jelas, maka istilahnya pun bermunculan. Mulai dari penyalahgunaan dana, BUMNgate, dan heboh sampai syubhat atau dana abu-abu.

Cashback adalah sebuah penawaran yang ditujukan kepada para pembeli. Jika penawaran berhasil, para pembeli akan mendapatkan pengembalian uang dalam bentuk tunai, uang dalam bentuk virtual atau pengembalian dalam bentuk produk lain selama memenuhi syarat transaksi pembelian produk yang telah ditentukan oleh pihak pembeli.

Itulah muara masalah yang terjadi pada organisasi wartawan tertua di negeri ini, yang berdiri pada 9 Februari 1946, di Surakarta, bertepatan dengan Hari Pers Nasional (HPN).

Permasalahan hampir selesai ketika diadakan Rapat Pleno Diperluas PWI pada Kamis 27 Juni 2024.

Seusai rapat Hendry Chairudin Bangun berjanji menuntaskan pelaksanaan sanksi dan rekomendasi Dewan Kehormatan (DK) terkait dengan dugaan penyalahgunaan dana sponsorship Forum Humas BUMN untuk penyelenggaraan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) yang digelar PWI.

"Semua sanksi dan rekomendasi telah kami terima dan laksanakan sebagai bentuk kepatuhan kepada keputusan DK," kata Hendry yang berdampingan dengan Ketua DK, Sasongko Tedjo.

Ada tiga poin penting yang disampaikan waktu itu. Pertama, mengembalikan dana yang diduga diselewengkan. Sudah ada Rp 1.080.000.000 dikembalikan ke kas PWI Pusat. Sisanya, masih proses. Menerima sanksi DK supaya mengembalikan dana tersebut, secara tidak langsung berarti Hendry Bangun mengaku salah.

Poin kedua, menerima pengunduran diri tiga orang pengurus yang tersangkut kasus dana heboh itu. Dan ketiga, pergantian pengurus yang telah mengundurkan diri, dilaksanakan sekaligus pergantian pengurus lain berdasarkan kebutuhan organisasi. Persoalan baru muncul dari poin ketiga ini.

Sebab, Hendry Chairudin Bangun kemudian merombak pengurus harian dan anggota DK. Ada yang tidak lazim dalam perombakan tersebut.

Pertama, Sekretaris Jenderal yang ditinggalkan Sayed Iskandarsyah digantikan oleh Irsyad Iqbal yang sebelumnya Ketua Satuan Tugas Anti Hoax. Padahal, di posisi sekretariat itu, ada dua Wakil Sekjen dan pantas menggantikan.

Kemudian, Bendahara Umum yang dijabat Marthen Slamet digantikan oleh M. Nasir. Slamet didegradasi sebagai Ketua Kerjasama dan Kemitraan menggantikan Sarwani yang menjadi Wakil Bendahara Umum (Wabendum).

Ada dugaan Slamet digusur dari Wabendum, karena Hendry dan kawan-kawan "dendam". Sebab, saat pencairan fee dan cashback itu, Slamet sebagai Bendum tidak dilibatkan. Ia pun dipanggil DK dan membuat kronologisnya, sehingga membuat BUMNgate makin terang-benderang.

Lebih parahnya lagi, Hendry Bangun mengganti sejumlah anggota DK.

Akibat perombakan yang dianggap di luar kelaziman tersebut, DK kemudian mancabut kartu tanda anggota (KTA) PWI Hendry Chairudin Bangun. Pencabutan itu sama saja dengan memecatnya dari Ketum. Sebab, tidak lagi memiliki legitiminasi sebagai pimpinan PWI Pusat. DK juga memerintahkan Ketua Bidang Organisasi PWI Pusat, Zulmansyah Sekedang menggelar Kongres Luar Biasa (KLB).

Nah, lagi-lagi Hendry Chairudin Bangun melakukan hal yang di luar nalar dan di luar dugaan. Ia memberhentikan dengan tidak hormat Zulmansyah Sekedang.

Walaupun Rapat Pleno Harian PWI Pusat pada Rabu, 24 Juli 2024 memutuskan Zulmansyah Sekedang menjadi Pelaksana tugas (Plt) Ketua Umum, apakah masalah selesai? Belum tentu juga. Karena Hendry Chairudin Bangun terus melakukan manuver dan perlawanan.

Jika seperti ini, sampai kapan kemelut di PWI Pusat bisa berakhir? Semua prihatin. Semua bersedih. Gunakanlah etika dan moral dalam menyikapi kemelut yang terjadi.

Semestinya, Hendry Chairudin Bangun legowo mundur, seperti langkah yang sudah diambil tiga orang pengurus harian sebelumnya. Buat apa mempertahankan kedudukan yang penuh dengan masalah. Malulah, terutama pada diri sendiri, keluarga, dan kawan-kawan.

Apalagi, pangkal persoalannya adalah penyalahgunaan uang yang secara tidak langsung telah diakui dalam Rapat Pleno Diperluas PWI Pusat.

Semua masih ingat ucapan Hendry Bangun saat berpidato setelah terpilih menjadi Ketum dalam Kongres XXV, di Bandung, Jawa Barat. Intinya, “Saya akan membuat PWI menjadi rumah bersama, dan akan mengembalikan marwah PWI."

Mau mencari apa lagi? Atau memang Anda sengaja dititipkan memimpin PWI Pusat untuk diobok-obok, seperti halnya yang terjadi pada beberapa partai politik? Semoga tidak! (*)