Mengapa Hasto Harus Dihabisi Jokowi

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mencegah lima orang bepergian ke luar negeri dalam kasus Harun Masiku. Hal itu dilakukan berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) kasus suap dengan tersangka Harun Masiku yang masuk DPO (daftar pencarian orang) atau buron sejak 17 Januari 2020.

Dari lima orang yang dicegah tersebut, satu di antaranya Kusnadi, staf Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (Sekjen PDIP) Hasto Kristiyanto. Tiga orang pengacara, yaitu Simeon Petrus, Yanuar Prawira Wasesa, dan Donny Tri Istiqomah.

Seorang lagi Dona Berisa (swasta). Pencegahan terhadap lima orang tersebut dilakukan komisi antirasuah setelah status dinaikkan dari penyelidikan menjadi penyidikan. Itu artinya sudah ada tersangka dalam kasus Harun Masiku, kader PDIP yang tidak pernah memenuhi panggilan dari Gedung Merah Putih, kawasan Kuningan, Jakarta Selatan itu.

Tidak dijelaskan juga pencegahan itu berkaitan dengan suap atau perintangan penyelidikan terhadap Harun Masiku. Sebab, kasus suap masih ditangani karena yang dibidik masih buron. Bersamaan dengan itu, KPK juga sedang mengarahkan kasus perintangan penyelidikan yang diduga dilakukan secara sistematis, termasuk dugaan Hasto sebagai salah aktor intelektualnya.

Kasus Harun Masiku menjadi berita dan perbincangan menarik. Kasusnya sudah berjalan cukup lama. Ada perbincangan yang menyebutkan ia sudah mati dibunuh. Ada juga yang menyebutkan melarikan diri ke luar negeri. Juga dikabarkan masih di Indonesia dan disembunyikan di 'rumah aman atau save house' milik orang yang sulit dijamah hukum.

Entah mana yang benar. Akan tetapi, yang pasti Harun Masiku orang penting di PDIP, sehingga elite partai tersebut berkepentingan melindunginya dari jeratan hukum. Jika ditangkap, elite partai sangat khawatir ia akan 'bernyanyi' banyak hal tentang partai dan aliran dana yang masuk dari mana dan ke mana termasuk dari siapa dan untuk siapa.

Dalam kasus Harun Masiku, Hasto pun sudah diperiksa sebagai saksi pada Senin, 10 Juni 2024. Ia sempat 'dikerjai' oleh Tim Penyidik KPK. Ia berada di ruang penyidik sekitar empat jam. Berhadapan dengan tim penyidik cuma sekitar 1,5 jam, dan pemeriksaan belum masuk ke materi pokok perkara. Sekitar 2,5 jam Hasto ditinggal sendirian di ruang penyidik dan merasa kedinginan.

Namun KPK menjelaskan, Hasto disodorkan berita acara pemeriksaan (BAP). Ditinggal sendirian dengan maksud agar ia bisa leluasa membaca dan mengoreksi BAP.

"Penyidik memberikan kesempatan, dan kebebasan kepada saksi H untuk membaca BAP tersebut. Oleh karenanya penyidik meninggalkan ruangan dan kemudian kembali lagi," kata Tim Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo.

Entah benar atau tidak alasan KPK itu. Akan tetapi, sepanjang yang kita ikuti pemeriksaan di KPK, termasuk kasus-kasus berat, belum pernah ada saksi apalagi tersangka yang 'menyanyi' mengaku ditinggal sendirian.

KPK pun tidak pernah menjelaskan memberi keleluasaan kepada tersangka maupun saksi yang diperiksa untuk membaca dan mengoreksi BAP. Biasanya, ketika membaca dan mengoreksi BAP, penyidik tetap ada di dekat tersangka maupun saksi.

Tak hanya 'dikerjai' seperti itu. Telepon seluler (HP-handphone) dan tas Hasto yang dipegang oleh Kusnadi pun disita penyidik. Hasto kemudian meradang atas perlakuan yang dialaminya.

Mengapa Hasto diperlakukan seperti itu dalam kasus Harun Masiku? Padahal, ia telah memenuhi panggilan sebagai saksi. Apakah hal itu karena berkaitan dengan keikutsertaannya dalam dugaan menyembunyikan buron tersebut. Sebab, semua masih ingat betapa sibuknya Hasto mengamankan Harun Masiku.

Bahkan, Hasto Kristiyanto sempat menjadi sasaran penangkapan penyidik KPK karena ia dituduh menyembunyikan Masiku. Rencana penangkapan itu terjadi pada tahun 2020, saat Hasto berada di Kompleks PTIK (Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian) di Kawasan Blok M Jakarta Selatan. Tapi, upaya penangkapan gagal, karena PDIP menjadi partai penguasa.

Jangankan menangkap Hasto, penyidik KPK malah sempat 'disandera' di pos pemeriksaan PTIK dan kemudian diinterogasi sejumlah polisi. Akibat peristiwa tersebut, Hasto tidak pernah diperiksa dan Harun Masiku hanya menjadi pembicaraan cibiran kepada KPK.

Pemilu 2024 mengubah semuanya. Presiden Joko Widodo alias Jokowi dan PDIP 'bercerai'. Sang petugas partai ini tidak lagi ambil pusing dengan partai berlambang kepala banteng itu. KPK pun memimiki kekuatan atau vitamin baru memeriksa Hasto Kristiyanto yang dituduh menghalangi upaya mempertemukan Jokowi dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Selain karena memiliki vitamin baru, kuat dugaan ada intervensi istana supaya kasus Harun Masiku dibuka lagi, termasuk memeriksa Hasto dan sejumlah lainnya. Ini juga berkaitan dengan pernyataan Hasto dan sejumlah petinggi partai yang dinilai menyakiti Jokowi.

Ada yang menyebutnya pengkhianat. Bahkan, menjelang peringatan penyerbuan Kantor DPP PDIP di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 27 Juli 1996 atau dikenal dengan sebutan Peristiwa Kudatuli pekan lalu, Ribka Tjiptaning menyebutkan, "Jokowi ajng kapitalis". Hanya saja, si penulis buku "Aku Bangga Jadi Anak PKI" itu, tidak melengkapinya dengan kalimat, "Jokowi ajng kapitalis dan komunis".

Dalam "Diskusi Kudatuli" pekan lalu yang rekaman videonya beredar luas, Ribka mengajak peserta diskusi melawan Jokowi. "Bersatu kita melawan Jokowi. Setuju!" katanya.

Perseteruan antara Jokowi dan PDIP ini makin meruncing. Pasukan Ketum Megawati semakin terus menghunus pedang perlawanan. Terlebih lagi, mulai 20 Oktober 2024, Jokowi sudah lengser. (*)