Jokowi Tidak Boleh Dibiarkan Melenggang Bebas Dari Hak Angket

MESKIPUN penggulirannya lambat, kita tetap berharap Hak Angket di DPR akan terlaksana. Ini perlu direalisasikan mengingat tindak-tanduk Presiden Joko Widodo sudah melampaui batas.

Dia juga sudah berkali-kali melanggar konstitusi, undang-undang, maupun berbagai peraturan pemerintah yang dia terbitkan sendiri. Belum lagi kalau dihitung pembohongan publik yang dia lakukan.

Berapa kali Jokowi melanggar konstitusi? Mungkin kita tidak akan bisa menyebutkannya satu per satu secara kronologis. Tetapi, yang jelas dia barangkali merasa bebas melanggar konstitusi dan juga undang-undang karena sampai sejauh ini tidak ada langkah apa pun yang dilakukan DPR sebagai lembaga negara yang berwenang dan wajib menegur Jokowi.

Mari kita telusuri berbagai pelanggaran konstitusi dan perangkat peraturan perundangan lainnya yang dilakukan oleh Jokowi. Ini perlu kita buka agar para wakil rakyat di DPR tidak ragu untuk menghentikan gerak maju Jokowi.

Kita awali dari yang terbaru. Yaitu, ketika Anwar Usman (yang dijuluki Paman Usman) sebagai Ketua MK mengabulkan gugatan batas usia capres-cawapres 40 tahun (tidak berubah) dengan menambahkan klausul “atau berpengalaman sebagai kepala daerah”.

Pertanyaannya: Jokowi-kah yang melanggar konstitusi dalam hal putusan MK ini? Memang bukan. Tetapi, tidak mungkin Paman Usman berani kalau tidak ada cawe-cawe atau intervensi Jokowi. Dan Jokowi sendiri sudah menegaskan bahwa dia akan melakukan cawe-cawe untuk anaknya, Gibran Rakabuming Raka. Jadi, ini jelas merupakan pelanggaran konstitusi. Sedangkan Pamas Usman dinyatakan melakukan pelanggaran etika berat.

Presiden Jokowi mempersonalisasikan Bansos beras dan bantuan langsung tunai (BLT) sebesar Rp600,000 yang dibayarkan menjelang pilpres 14 Februari 2024. Bansos itu dikemas seolah-olah bantuan Presiden Jokowi. Atau bahkan rakyat boleh jadi memahaminya sebagai bantuan Jokowi pribadi. Jelaslah ini pelanggaran.

Selain itu, Bansos yang dipribadikan itu dipaksa pencairan menjelang pilpres. Padahal, bantuan itu sampai bulan Juni 2024. Akal-akalan Jokowi ini pun merupakan pelanggaran berikutnya.

Ini baru faktor Bansos. Belum lagi pengerahan aparatur negara yang diduga berat dilakukan oleh Jokowi. Termasuklah para Plt kepala daerah yang berafiliasi ke Jokowi, paslonpres 02, dan/atau partai-partai koalisi pendukung 02. Juga termasuk dugaan pengerahan aparat kepolisian, peragkat desa dan ASN di kelurahan, kecamatan, pemkab maupun pemkot serta pemprov.

Untuk semua dugaan tersebut, Presiden Jokowi dan semua pejabat yang terlibat dalam dugaan pengerahan aparatur negara itu harus diselidiki. Hak Angket DPR adalah forum yang paling tepat untuk mengungkap dugaan pelanggaran konstitusi dan/atau pelanggaran peraturan perundang-undangan itu.

Pelaksanaan Hak Angket DPR akan memerintahkan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) yang akan bekerja atas nama DPR. Pansus berwenang memanggil siapa pun juga, termasuk Presiden Jokowi, untuk dimintai penjelasan mengenai dugaan-dugaan pelanggaran konstitusi dan sejumlah UU tentang pemilu, tentang tugas serta fungsi tiap-tiap lembaga yang diduga telah disalahgunakan oleh Jokowi untuk memenangkan Gibran.

Hak Angket DPR juga bisa mempersoalkan putusan MK yang dipimpin oleh Paman Usman, yang kemudian menjadi pintu masuk Gibran untuk ikut pilpres. Mahkamah Kehormatan MK (MKMK) yang dipimpin oleh Jimly Ashshidiqi menjatuhkan hukuman pelanggaran etik berat kepada Anwar Usman. Di forum Hak Angket kelak perlu difatwakan bahwa putusan yang diambil berdasarkan pelanggaran etik berat adalah putusan yang tidak sah.

Jika perlu, putusan MK yang bersifat final dan mengikat harus bisa dibatalkan oleh rakyat lewat DPR. Rakyat adalah pemegang kedaulatan tertinggi. Bukan MK atau presiden.

Kemudian, Pansus Angket nanti juga wajib menyelidiki Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pelaksana pemilu-pilpres. Banyak keanehan yang terjadi pada hari pencoblosan dan sesudahnya. Semakin banyak bukti pelanggaran pidana yang melibatkan orang-orang KPU dan jajarannya di KPUD. Sirekap yang direkayasa adalah salah satunya. Penggunaan server asing juga termasuk melanggar UU.

Meskipun sudah dikoreksi, penggelembungan suara di tabulasi Sirekap KPU sekarang tidak lagi bisa disebut sebagai “human error” (kesilapan manusia). Menjadi tak masuk akal. Termasuk yang berkembang belakangan ini yaitu kenaikan mencolok perolehan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang dipimpin oleh anak Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep. PSI selama ini dikampanyekan sebagai Partai Jokowi.

Intinya, banyak sekali dugaan pelanggaran konstitusi yang dilakukan oleh, atau melibatkan maupun terkait langsung dan tak langsung dengan, Presiden Jokowi. Ini semua harus diselidiki tuntas oleh Pansus Pemilu Curang.

Jangan lagi biarkan Presiden Jokowi lepas dari sanksi berat pelanggaran konstitusi. Jokowi harus dimakzulkan (dilengserkan) secepat mungkin. Dan, kalau pun ada indikasi pelanggaran pidana dalam cawe-cawe Jokowi selama ini, jangan dipoles-poles atau dibelok-belokkan.

Kita perlu mengungkap tuntas dan komprehensif pelanggaran konstitusi dan pidana dalam proses penyelenggaraan pemilu-pilpres ini. Dari semua sisi. Tidak boleh ada yang disembunyikan.

Silakan Presiden Jokowi melakukan pembelaan sekuat yang bisa dia lakukan. Tapi, forum Hak Angket tidak boleh membiarkan Jokowi melenggang bebas jika dia ditemukan melakukan pelannggaran konstitusi dan peraturan-perundangan. (*)