Gibran Cawapres, Perkuat NKRI Ala Jokowi

GIBRAN Rakabuming Raka telah resmi menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto. Pasangan tersebut sudah mendaftarkan diri ke KPU (Komisi Pemilihan Umum), Rabu, 25 Oktober 2023, hari ini.

Dengan disandingkannya Gibran sebagai pendamping Prabowo, teka-teki terjawab sudah. Beberapa nama yang sempat digadang-gadang tenggelam. Mereka adalah Erick Thohir, Yusril Ihza Mahendra dan Khofifah Indar Parawansa.

Padahal, dua nama pertama sudah mengurus SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian) dari Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia dan surat keterangan tidak pernah dipidana dari PN Jakarta Selatan, sebagai salah satu syarat perlengkapan administrasi pendaftaran ke KPU.

Gibran, anak ingusan berhasil lolos setelah putusan MK (Mahkamah Konstitusi) keluar yang membolehkan usia di bawah 40 tahun dengan syarat pernah menjadi pimpinan kepala daerah. Putusan yang menimbulkan kegaduhan hukum dan politik, karena dianggap semata-mata mengakomodir kepentingan anak Presiden Joko Widodo itu.

Putusan MK mengikat. Tetapi, putusan tentang calon wakil presiden tersebut salah. Sebab, seperti dikatakan mantan Ketua MK, Mahfud MD yang kini menjadi cawapres Ganjar Pranowo, mestinya mahkamah hanya membatalkan, tidak menambahkan tentang pernah menjadi kepala daerah.

Putusan MK itu menjadi cemoohan di tengah masyarakat. Rakyat menilai putusan itu terjadi karena Ketua MK, Anwar Usman adalah adik ipar Jokowi.

Jauh sebelum putusan diketok, MK sudah dipelesetkan menjadi Mahkamah Keluarga. Itu terjadi karena rakyat sudah memperkirakan keinginan Jokowi dan keluarga tersebut akan terakomodir. Perkiraan banyak pihak pun menjadi kenyataan. Putusan MK sangat kental dengan ikatan keluarga Jokowi dan Anwar Usman.

Tidak terima dengan putusan tersebut, sejumlah pihak pun mengajukan gugatan ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Sebagian lagi mengadukan Jokowi, Anwar Usman dan Gibran ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) atas tuduhan melakukan nepotisme.

Kembali ke soal Gibran, banyak yang mempertanyakan kapasitas dan kapabilitasnya menjadi cawapres, apalagi jika terpilih menjadi wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto yang sudah berusia 72 tahun. Andaikan bukan anak Jokowi yang masih presiden, apa mungkin Gibran bisa menjadi cawapres?

Lalu, adakah politik busuk yang akan dimainkan Jokowi supaya Gibran menjadi presiden di tengah jalan. Indikasinya kuat terhadap masalah ini. Banyak kemungkinan yang akan terjadi. Misalnya, Prabowo sakit atau dibuat sakit, sehingga tidak mampu menjalankan tugas lagi.

Atau yang terburuk, Prabowo mati di tengah jalan, saat masih menjabat presiden dan otomatis Gibran menggantikannya.

Tentu, hal itu tidak diharapkan. Tetapi, jika hal buruk itu terjadi, atau ada pelengseran terhadap Prabowo, seperti yang terjadi kepada Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, maka jalan mulus Gibran menjadi RI-1 jelas sudah.

Jika proses berjalan biasa pun, misal Prabowo – Gibran menang (semoga kalah), maka setelah lima tahun pengusaha katering itu pun akan menjadi calon presiden (capres). Alasannya, lebih karena Prabowo sudah berjanji hanya satu periode jika terpilih presiden. Gibran semakin kuat menjadi Capres 2029, apalagi usianya sudah melebihi 41 tahun.

Belum lagi, rencana dia mau merebut Partai Golkar. Dan Jokowi juga dikabarkan akan menjadi Ketua Umum Partai Gerindra, karena merupakan salah satu bargaining politik yang ditawarkan oleh Prabowo.

"Kalau Bapak (Jokowi) dukung saya jadi capres dan saya terpilih menjadi Presiden 2024-2029, saya akan berikan posisi Ketua Umum ke Bapak," demikian kira-kira ucapan Prabowo kepada Jokowi.

Tentu Jokowi tertarik, apalagi dia tidak menjadi pengurus dan memiliki partai seperti dua mantan presiden, yaitu Megawati Soekarnoputri dengan PDIP-nya dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Partai Demokrat-nya. Dia hanya petugas partai yang akan segera lenyap dari PDIP, seperti halnya Gibran.

Jokowi pun semakin all out atau mati-matian mendukung Prabowo, terlebih anaknya sudah menjadi pendamping dalam Pilpres 2024 yang akan digelar 14 Februari nanti.

Apa mungkin Gibran mengambil-alih Golkar dan menjadi Ketua Umum? Dia bukan simpatisan, kader, anggota,.apalagi pengurus partai peninggalan orde baru itu. Gibran adalah kader PDIP.

Apa yang tidak mungkin dan tidak bisa dilakukan Jokowi dan kroninya. Segala cara akan tetap mereka lakukan. Ingat putranya, Kaesang Pangarep yang bukan siapa-siapa di PSI, tapi dalam tempo beberapa hari langsung menjadi ketua umum.

PSI kan partai kecil tidak seperti Golkar dan Gerindra. Betul, PSI adalah partai nol koma sekian dan hanya ramai di medsos (media sosial). Akan tetapi, kok begitu mudah direbut Kaesang?

Golkar yang besar pun akan mudah direbut Gibran jika sudah menjadi wapres. Mengapa mudah? Karena di Golkar itu banyak faksi dan kepentingan. Banyak juga yang mata duitan. Cara-cara kotor rebutan Ketum Golkar sudah sering terjadi.

Yang paling kental, saat M Jusuf Kalla (JK) terpilih menjadi Wakil Presiden mendampingi SBY, 2004.

Padahal, saat pencalonannya sebagai wapres, Golkar secara lembaga tidak mendukungnya. Tapi, sejumlah elitnya diam-diam merapat ke politisi asal Makassar, Sulawesi Selatan itu. Tidak lama menjadi wapres, JK pun berhasil memgambil-alih Ketum Golkar dari Akbar Tanjung dalam Munas di Bali.

Peristiwa serupa terulang lagi saat ia menjadi cawapres dan kemudian terpilih jadi cawapres Jokowi pada 2014 yang lalu. Itu terjadi karena perseteruan antara Ketum Golkar, Aburizal Bakrie dengan Agung Laksono.

DPP Golkar ketika itu menjadi pendukung Prabowo Subianto yang berpasangan dengan Sandiaga Uno. Kala itu, 3 Desember 2014, Musyawarah Nasional (Munas) Golkar di Bali memecat 17 petinggi Golkar, termasuk Agung Laksono yang mendukung Jokowi.

Pemecatan itu mereka balas dengan menyelenggarakan Munas Ancol dan menjadikan Agung Laksono sebagai Ketum Golkar. Alhasil, Munas inilah yang kemudian diakui pemerintah, karena pelaksanaannya didukung dan kabarnya didanai oleh lingkaran Jokowi yang sudah menjadi presiden.

Jadi, segala cara kemungkinan akan dilakukan Jokowi supaya seluruh keluarganya mulus menjadi pemimpin di negeri ini. Menantunya, Bobby Nasution yang kini Walikota Medan pun sudah disiapkan menjadi Gubernur Sumatera Utara.

Jika Gibran terpilih menjadi wakil presiden bersama Prabowo, tidak menutup kemungkinan Bobby dan Kaesang menjadi menteri. Atau bisa jadi, Bobby menjadi menteri, dan istrinya Kahiyang Ayu menjadi calon Gubernur Sumut.

Sekali lagi, segala cara akan dilakukan Jokowi supaya keluarganya menjadi penguasa di negeri Pancasila ini. Dia tidak akan peduli dengan kritikan dan caci-makian. Jika rakyat, terutama pihak oposisi mengatakan ia menjalankan politik dinasti, Jokowi akan menjawab, "Itu urusan rakyat dan yang memilih adalah rakyat."

Dia lupa, seandainya Gibran dan Bobby bukan anak dan menantu, tidak akan ada yang mencalonkannya menjadi Walikota Solo dan Walikota Medan. Yang dia ingat bagaimana seluruh keluarganya bisa berselancar di atas segalanya.

Jokowi orang yang selalu memikirkan bagaimana agar NKRI kuat dalam arti Negara Keluarga Republik Indonesia. Jika perlu menjadikan Negara Kerajaan Republik Indonesia (NKRI) yang pemimpinnya turun-temurun.

Oleh karena itu, tidak salah jika Jokowi sudah memikirkan agar kelak cucunya pun bisa menjadi Presiden di NKRI (Negara Kerajaan Republik Indonesia) ini. (*)