Ketua Tim Pemenangan Anies-Muhaimin Jangan Berlatar Belakang Tentara

TIM Pemenangan Nasional Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas Amin) belum juga terbentuk. Padahal, pasangan tersebut paling awal melakukan deklarasi dan mendaftarkan diri ke KPU (Komisi Pemilihan Umum).

Sangat berbeda jauh dengan pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud M.D dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang sudah membentuk tim pemenangan nasional. Kedua pasangan malah menempatkan pengusaha sebagai ketuanya, bukan mantan petinggi TNI. Ketua Umum Kadin (Kamar Dagang dan Industri), Arsjad Rasyid ditunjuk menjadi Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar- Mahfud. Menjadi Ketua TPN, ia mengajukan cuti dari induk organisasi pengusaha tersebut. Salah satu wakilnya adalah mantan Panglima TNI (Tentara Nasional Indonesia), Jenderal Purnawirawan Andika Perkasa.

Di kubu Prabowo-Gibran, mantan Ketua Umum Kadin, Rosan Roeslani diangkat menjadi ketua tim kampanye nasional. Ia menjadi kapten dalam pemenangan bakal calon presiden dan cawapres Koalisi Indonesia Maju (KIM).

Mengapa pasangan Amin sampai sekarang belum menunjuk Ketua Tim Pemenangan Nasional? Apakah lambannya hal itu karena saling tarik ulur di antara partai pengusung (Nasdem, PKS dan PKB). Padahal, pasangan tersebut sudah membentuk Badan Pekerja Anies-Muhaimin atau Baja Amin, menggantikan Tim 8.

Baja Amin beranggotakan 15 orang. Berasal dari Nasdem 3 orang, PKS 3 orang, PKB 3 orang, 3 orang perwakilan Anies dan tiga orang perwakilan Muhaimin. Dari 15 orang itu, 12 orang menjadi anggota dan tiga orang penasihat.

Sejumlah nama bakal calon Ketua Tim Pemenangan AMIN sudah bermunculan. Mereka adalah Sudirman Said, Ahmad Ali, Tamsil Linrung, Rizal Ramli, Muhammad Said Didu, mantan Panglima TNI, Jenderal Purnawirawan Gatot Nurmantio.

Tamsil Linrung jelas menolak. Ia fokus menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI daerah pemilihan (dapil) Sulawesi Selatan.

Ahmad Ali, Wakil Ketua Umum Nasdem/Ketua Fraksi Nasdem juga menolak. Sebab, ia merasa lebih pantas menjadi "pasukan tempur", bukan menjadi ketua pemenangan. Dia juga beralasan masih banyak yang lain yang lebih muda dan mumpuni.

Bagaimana dengan Rizal Ramli, M.Said Didu dan Gatot Nurmantio atau GN ? Dua nama pertama dinilai terlalu tua. Apalagi mengacu pada keterangan Sekretaris Jenderal PKS, Habib Aboe Bakar Al Habsyi yang menginginkan Ketua Timnas Amin orang yang muda.

Sedangkan Gatot Nurmantio, dinilai tidak cocok. GN jangan sampai menjadi ketua pemenangan. Sebab, ada resistensi yang terjadi, karena pernah bermasalah dengan Ketum Nasdem, Surya Paloh (SP).

Ceritanya, tahun 2019, saat Gatot mau pensiun, SP menawarkan supaya bergabung dengan Nasdem. Namun, Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) itu menolak dengan jawaban ketus yang tidak disukai SP. Padahal, jika menerima tawaran itu, GN akan diajukan menjadi salah satu menteri dan dipastikan jadi.

Selain itu, menjadi pertanyaan, jika menjadi ketua apakah GN siap melayani, bukan dilayani seperti halnya selama ia aktif di militer. Bahkan, setelah pensiun pun masih banyak dilayani.

Jika melihat gaya Ahmad Ali yang tidak suka dilayani dan bicara polos serta ceplas-ceplos, apakah GN mau melayani jika menjadi ketua pemenangan pasangan Amin yang diusung Koalisi Perubahan itu.

Apalagi, GN baru belakangan menyatakan dukungan terhadap pasangan Amin. Padahal, sudah banyak yang "berdarah-darah" mengusung Anies sejak dideklarasikan Nasdem pada 3 Oktober 2023. Tentu dukungan dari GN patut diapresiasi. Akan tetapi, menjadi ketua tim pemenangan harus dipertimbangkan secara matang. Apalagi, lawan sama sekali tidak menempatkan mantan petinggi tentara menjadi ketuanya.