Bedah Buku “Paradoks Indonesia” Karya Prabowo
Jogjakarta, FreedomNews – Dalam acara bedah buku “Paradoks Indonesia” yang berlangsung di Jogjakarta ini dihadiri langsung tokoh-tokoh inspiratif representatif milenial dari universitas ternama di Jogjakarta,Tokoh Karang Taruna, Pakar Geopolitik Hendrajit, Politikus Perempuan Rizki Karolina R, dan Akademisi Dr. Fidelis Indrianto.
Prabowo Subianto sebagai penulis menyoroti tentang perkembangan Bangsa Indonesia. Karena, diprediksi pada tahun 2030 Indonesia akan menjadi milik asing. Acara diselenggarakan di Pendopo Royal Brongto Hotel, Sabtu (4/11/2023).
Hendrajit yang menjadi salah satu narasumber menyatakan, Prabowo memulai dengan pertanyaan yang bagus. Mengapa Indonesia bisa ketinggalan jauh dari China padahal kita sama-sama terpuruk pada 1960-an.
Kunci sukses China sejak Deng Xiaoping hingga Xi Jinping, mengintegrasikan pertanian, industri, Iptek dan pertahanan sebagai dasar menyusun strategi kebudayaan. Alhasil bahwa keberhasilan pertumbuhan ekonomi merupakan buah karya strategi kebudayaan.
“Saya kira ini poin penting yang harus jadi pertimbangan Prabowo kalau Indonesia ingin maju,” ujar Hendrajit.
Hidupnya strategi kebudayaan akan melahirkan sumberdaya manusia yang kreatif, inovatif dan kritis di sektor pertanian, industri, IPTEK dan pertahanan. Menurut Hendrajit, dengan begitu pertumbuhan ekonomi meningkat seiring lahirnya kreativitas dan inovasi pada sektor-sektor strategis tersebut.
Selain itu Prabowo harus menghidupkan kembali geopolitik sebagai input penyusunan kebijakan-kebijakan strategis nasional. Sehingga setiap kebijakan ekonomi harus sesuai karakteristik geografis setiap daerah.
Seperti lokasi geografisnya, kondisi fisik lingkungannya semisal, apakah daerah tersebut berbasis pertanian, pesisir, atau pegunungan. Sebab kondisi fisik lingkungan juga ikut membentuk watak kolektif masyarakatnya. Dan yang tak kalah penting adalah pentingnya pemetaan sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia masing masing daerah. Di sinilah pentingnya kearifan lokal sebagai salah satu dimensi geopolitik.
“Ketika strategi kebudayaan sebagai alas kebangkitan kembali Indonesia, maka geopolitik sebagai paduan antara kondisi sosial geografis dan kondisi alamiah geografis mau tak mau akan jadi input penyusunan berbagai kebijakan strategis,” ungkap Hendrajit.
Selain itu sistem pendidikan tidak cukup hanya ganti kurikulum, melainkan perlu membingkai ulang sistem pendidikan kita. Sebab, saat ini sistem pendidikan formal berbasis persekolahan cuma jadi gudang penyimpanan pengetahuan.
“Ke depan sistem pendidikan perlu dibingkai ulang sehingga siswa pembelajar di semua tingkatan harus bisa mengolah informasi mentah jadi pengetahuan, pengetahuan jadi wawasan, dan wawasan jadi sumber inspirasi lahirnya kreasi-kreasi dan inovasi-inovasi baru di berbagai sektor strategis,” lanjut Direktur Eksekutif Global Future Institute (GFI) ini. (*)