Beban Bunga Lebih Besar dari Dana Kesehatan, Indonesia Gagal Sistemik?
Jakarta, FreedomNews – Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan menilai, Indonesia berpotensi menjadi negara yang gagal sistemik. Ia mengutip pernyataan Sekjen PBB António Guterres.
Melalui videonya, Guterres menyatakan bahwa sebanyak 3,3 miliar orang tinggal di negara-negara yang membelanjakan lebih banyak untuk pembayaran bunga utang daripada untuk pendidikan atau kesehatan.
“Ini lebih dari sekadar risiko sistemik – ini adalah kegagalan sistemik. Tindakan tidak akan mudah. Tapi ini penting, dan mendesak,” ujar Guteres, Rabu (14/7/2023) sebagaimana dilansir AFP.
Menurut Anthony, realisasi APBN 2022 terkait dengan belanja kesehatan Rp 176,7 triliun, jauh lebih rendah dari beban bunga pinjaman 2022 yang sebesar Rp 386,3 triliun. “Artinya, Indonesia masuk negara gagal sistemik,” ujarnya, Ahad (16/7/2023).
Dia menambahkan, dengan UU Kesehatan yang baru, anggaran kesehatan kemungkinan besar akan terpangkas lagi, sedangkan beban bunga pinjaman akan bertambah terus. “Sehingga, belanja untuk anggaran kesehatan akan jauh lebih rendah lagi dari pada beban bunga pinjaman. Indonesia ke depan akan semakin terjebak menjadi negara gagal sistemik,” tegasnya.
Seperti diberitakan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan, sepanjang 2022 pemerintah sudah merealisasikan anggaran kesehatan sebesar Rp 176,7 triliun. Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengatakan, realisasi anggaran tersebut berasal dari belanja Kementerian/Lembaga (K/L) sebesar Rp 130,3 triliun, belanja non K/L Rp 10,6 triliun dan belanja transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) Rp 35,8 triliun.
“Realisasi anggaran kesehatan tahun 2022 mencapai Rp 176,7 triliun, ini turun cukup signifikan (dibandingkan tahun 2021),” tutur Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KITA, Selasa (3/1/2023) lalu.
Berdasarkan laporan APBN Kita: Kaleidoskop 2022, sepanjang tahun lalu pemerintah membayar cicilan pokok utang dalam negeri Rp 1,9 triliun, cicilan pokok utang luar negeri Rp 79,3 triliun, dan bunga utang Rp 386,3 triliun. (mth/*)