Biang Kerok Ringgit Malaysia Sentuh Level Terendah sejak 1998

Jakarta, FreedomNews - Mata uang ringgit Malaysia telah melanjutkan penurunannya ke level terendah sejak krisis keuangan Asia 1998 karena lesunya perekonomian China yang membebani Negeri Jiran tersebut. Dilansir dari Bloomberg, Rabu, 21 Februari 2024, mata uang ringgit sempat tergelincir melewati level 4,8 terhadap dolar AS pada hari Selasa, level terlemah sejak mencapai titik terendah sepanjang masa di 4,8850 pada tahun 1998. Adapun, ringgit telah menurun lebih dari 4% pada 2024. Untuk diketahui, pertumbuhan ekonomi Malaysia telah tumbuh lebih lambat dari perkiraan pada kuartal III/2023. Hal ini dikarenakan adanya penurunan ekspor ke China.

Aktivitas manufaktur Malaysia tercatat masih terkontraksi dengan Indeks Manajer Pembelian Januari 2024 mencapai 49,0. Hal ini menandakan aktivitas manufaktur Malaysia telah berada di bawah ambang batas kontraksi di level 50 selama 17 bulan berturut-turut. Sementara itu, lintasan pertumbuhan Malaysia pada tahun ini masih penuh dengan risiko, baik dari sisi eksternal maupun internal. Ringgit juga mendapat tekanan setelah Malaysia mencatat arus keluar obligasi asing yang terbesar dalam lima bulan terakhir pada pada Januari 2024 sebesar US$382 juta atau sekitar Rp5,9 triliun.

Sebelumnya, analis Australia & New Zealand Banking Group Khoon Goh mengatakan bahwa ada potensi bahwa ringgit akan mencapai level titik terendah baru sepanjang masa. Ia melihat ekspor Malaysia yang belum mengalami pemulihan dibandingkan perekonomian negara-negara Asia lain. Proyeksi pertumbuhan ekonomi Negeri Jiran tersebut diproyeksi masih melesu. Namun, sebagian besar analis memperkirakan bahwa pada akhir 2024 ringgit akan kembali menguat. Hal ini lantaran pertumbuhan ekonomi Malaysia yang mendapatkan momentum.

“Hal ini pada akhirnya akan mempersempit perbedaan imbal hasil antara AS dan Malaysia, sehingga memberikan dukungan bagi mata uang tersebut,” jelas Ahli strategi mata uang di Oversea-Chinese Banking Corp. di Singapura, Christopher Wong. Lanjutnya, ia berpendapat bahwa masih ada ruang bagi ringgit untuk memulihkan penurunannya.

Respons Bank Sentral

Anjloknya ringgit memicu respons dari bank sentral Malaysia. Gubernur Bank Negara Malaysia (BNM) Abdul Rasheed Ghaffour mengatakan BNM berpandangan bahwa level ringgit saat ini tidak mencerminkan prospek ekonomi Malaysia ke depan. "Performa ringgit baru-baru ini, seperti halnya mata uang-mata uang regional lainnya, telah dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal,” ungkap Abdul.

Ia mengatakan rebound permintaan eksternal dan belanja domestik yang kuat akan mendorong pertumbuhan ekonomi tahun ini, seraya bahwa menambahkan Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi perdagangan global akan meningkat tahun ini. Ekspor Malaysia menunjukkan peningkatan yang stabil sejak kuartal IV/2023. Adapun ekspor pada Januari 2024 tumbuh 8,7% dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy), mengakhiri kontraksi selama 10 bulan berturut-turut.

Abdul menambahkan, industri pariwisata telah pulih dengan kuat dan jumlah wisatawan pada tahun 2024 diperkirakan akan melampaui tingkat sebelum pandemi sebesar 26 juta. Momentum investasi telah meningkat dengan implementasi proyek-proyek yang telah disetujui baik di sektor swasta maupun publik. "Mencerminkan perkembangan positif ini dan komitmen pemerintah untuk melaksanakan reformasi struktural dan penurunan suku bunga yang diharapkan di negara-negara maju, sebagian besar analis memperkirakan ringgit akan terapresiasi tahun ini," kata Abdul Rasheed.

Pelaku pasar akan mengamati laporan inflasi yang akan dirilis hari Jumat, yang akan memberikan petunjuk mengenai kemampuan Bank Negara Malaysia untuk mempertahankan suku bunga. Sementara itu, Menteri Keuangan Malaysia Amir Hamzah Azizan mengatakan ringgit akan menguat karena potensi pemangkasan suku bunga Federal Reserve dan tanpa adanya peristiwa geopolitik yang krusial. Oleh karena itu, dia mengatakan Malaysia tidak perlu mematok mata uangnya terhadap dolar AS seperti yang terjadi selama krisis keuangan Asia 26 tahun silam.

"Hari ini jika kita melihat basis cadangan devisa negara, jika kita melihat eksposur hutang negara, jika kita melihat likuiditas keuangan yang sebenarnya ada di pasar, Malaysia tidak perlu mematok mata uangnya," katanya kepada Bernama seperti dikutip Bloomberg. Ke depan, potensi ringgit jatuh ke rekor terendah terhadap dolar AS juga akan bergantung pada laju greenback. Kepala analis valas Asia RBC Capital Markets Alvin Tan mengatakan meskipun ringgit kemungkinan akan terus melemah melebihi 4,80 dalam waktu dekat, ia meragukan bahwa ringgit akan menembus rekor terendahnya, karena kekuatan dolar AS diperkirakan akan berkurang.(dtf/inter/ekon)