Catatan M. Nigara: Timnas Indonesia Butuh Tukang Bikin Gol

ALHAMDULILLAH. Rizky Ridho dan kawan-kawan berhasil meraih tiga poin penuh, setelah laga Kamis (21/3) malam di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Egy Maulana Vikri, menit ke- 52 membobol gawang Nguyen Filip, 1-0. Hasil ini membuat posisi Indonesia naik ke urutan dua klasemen sementara grup F babak penyihan Piala Dunia 2026 Zona Asia, menggeser Vietnam.

Sebelumnya, kita kalah 1-5 dari Irak saat away ke bekas negeri Sadam Husen, 16 November 2023, itu. Dan ditahan imbang Filipina, juga saat bertandang ke Manila, 21 November 2023.

Lepas dari rasa syukur kita, saya melihat dari luar, Shin Tae Yong masih membutuhkan waktu untuk membuat timnya solid. Fakta di lapangan, terlihat dengan jelas minimnya jam terbang dalam kebersamaan, membuat beberapa hal belum bisa berjalan dengan baik. Saat menekan, beberapa kesempatan yang dibuka pemain yang coming from behind tidak bisa dimanfaatkan. Begitu juga ketika harus membentengi pertahanan.

Belum terbangunnya saling pengertian satu dan lainnya secara maksimal, suka atau tidak, masih menjadi kelemahan tersendiri. Saya yakin, ke depan, setelah jam kebersamaan yang lebih banyak lagi, tim ini akan menjadi kekuatan tersendiri bukan hanya untuk kawasan ASEAN, tapi juga Asia.

Tukang Bikin Gol

Di samping itu, menurut catatan saya, penyesuaian iklim, juga masih menjadi kendala yang tidak kecil. Yang paling menonjol, dialami oleh Rafael Struick. Ia tidak hanya harus menghadapi pemain-pemain belakang Vietnam yang tidak kenal kompromi, tapi ia pun harus menghadapi cuaca panas Jakarta.

Tak heran, beberapa kali ia mampu menembus pertahanan Nguyen Hoang Duc dan Do Hung Dung, tetapi tidak mampu lagi untuk melakukan shooting dengan baik. Bahkan untuk passing yang tepat pun sulit. Padahal, Struick sudah lumayan lama bergabung dalam tim nas.

Nah, kendala paling menonjol, dan ini sudah sejak awal, saat STY belum menggunakan pemain-pemain naturalisasi, saya mencermati tim tidak memiliki tukang bikin gol.

Awalnya, Hokky Caraka dan Ramadhan Sananta yang diandalkan. Tapi, karena usianya juga yang relatif muda, Hokky (19) dan Sananta (21), keduanya belum mampu memenuhi harapan.

Padahal modal Hokky yang memiliki tinggi 178 cm dan Sananta dengan tinggi badan 182 cm, sangat ideal. Hokky yang pernah membuat sensasi lewat quattrick (mencetak 4 gol) ke gawang Brunei Darussalam saat laga AFF U-19, dua tahun lalu, sangat pantas digadang-gadang untuk jadi mesin gol.

Begitu pula Sananta, yang ketika masih memperkuat PSM Makassar, 2022-23. Ia mengoleksi 11 gol dari 24 laga. Lalu hijrah ke Persis Solo, juga sudah mencetak 5 gol. Dan di timnas, ia mengoleksi 4 gol.

Tapi, secara keseluruhan, keduanya masih belum berkembang dan belum bisa menjelma menjadi tukang bikin gol. Bahkan belakangan STY sendiri justru hampir selalu memakai, khususnya Sananta, sebagai pemain pengganti.

Meski belum berhasil membawa Indonesia ke Piala Dunia, tapi jika kita menyebut nama-nama ini, kepala dan bayangan kita gol dan gol bisa tercipta. Ya sekali lagi, meski hanya dalam kompetisi Perserikatan, Galatama, dan dari turnamen ke turnamen saja, tapi menyebut namanya, artinya gol demi gol akan tercipta.

Di era awal 1950-60an, ada nama Ramang, 1960an ada Sutjipto Suntoro alias Gareng, di 1970-80an ada Bambang Nurdiansyah, Hadi Ismanto, Syamsul Arifin, lalu 1980-90an ada nama Ricky Yakobi, Kurniawan Dwi Yulianto, dan beberapa lainnya. Sekarang, tidak atau belum kita dapatkan tukang bikin gol itu.

STY sendiri dalam satu kesempatan menyebutkan kita memang belum punya tukang bikin gol itu. Bahkan dari para pemain naturalisasi, rata-rata posisinya pemain belakang, paling banyak.

Apa pun faktanya, kita tetap patut bersyukur bahwa sudah dua kali dan dalam kurun waktu yang dekat, kita menang atas Vietnam. Ini juga yang kita harapkan saat away, Selasa (26/3), di Stadion My Dinh, Hanoi, Vietnam, tiga poin pun bisa kita raih.*** (bea)

M. Nigara, wartawan sepakbola senior