Catatan M. Nigara: Di Debat Capres dan Cawapres - Olahraga Ternyata,Tetap Anak Tiri di Negeri ini
Jakarta, FreedomNews - Debat calon Presiden dan calon Wakil Presiden, untuk Pilpres 2024, sudah masuk babak kedua. Masih ada tiga babak lagi hingga ke Februai 2024. Beberapa kejutan, sudah terjadi.
Sekedar mengingatkan, inilah tema debat yang dibuat Komisi Pemilihan Umum:
• Tema debat pertama (Capres): Pemerintahan, Hukum, HAM, Pemberantasan Korupsi, Penguatan Demokrasi, Peningkatan Layanan Publik dan Kerukunan Warga
• Tema debat kedua (Cawapres): Ekonomi (ekonomi kerakyatan dan ekonomi digital), Keuangan, Investasi Pajak, Perdagangan, Pengelolaan APBN-APBD, Infrastruktur, dan Perkotaan
• Tema debat ketiga (Capres): Pertahanan, Keamanan, Hubungan Internasional dan Geopolitik
• Tema debat keempat (Cawapres): Pembangunan Berkelanjutan, Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup, Energi, Pangan, Agraria, Masyarakat Adat dan Desa
• Tema debat kelima (Capres): Kesejahteraan Sosial, Kebudayaan, Pendidikan, Teknologi Informasi, Kesehatan, Ketenagakerjaan, Sumber Daya Manusia, dan Inklusi
Lengkap dan padat. Diharapkan hasil debat dapat mengantarkan kita pada pilihan calon pemimpin bangsa ke depan. Bagi yang sejak awal sudah menentukan pilihan, bisa karena memang sudah kadung 'cinta', satu partai, satu golongan, satu keluarga, atau karena apa pun, debat bisa jadi hanya merupakan tontonan.
Debat tidak bisa mengubah pilihan kepada yang lain. Bahasa kerennya, debat tidak bisa mengubah ke lain hati.
Saya sendiri tidak akan masuk ke arah siapa memilih siapa. Katanya ini negeri demokrasi, biar semua kita bebas menentukan pilihan, mudah-mudahan dasarnya bukan karena sembako, bukan karena serangan fajar, siang, atau malam.
Pilihan juga bukan karena takut lantaran adanya intimidasi. Pilihan juga bukan karena kebencian. Sekali lagi, semoga pilihan kita sungguh-sungguh berdasarkan kecermatan, keyakinan bahwa yang kita pilih memang bisa dan mampu memimpin dengan adil, amanah, serta mensejahterakan rakyat Indonesia.
Jangan lupa, siapa pun yang kita pilih, jika tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik dan benar, kita akan kena imbasnya bukan hanya di dunia, tapi juga di akhirat. Kita akan ikut dimintakan pertanggung jawabannya. Jadi, tidak ada yang terbebas dengan apa yang kita lakukan di bumi.
Jatidiri Bangsa
Kembali ke program debat KPU. Lima babak dengan seabrek tema, rasanya semua persoalan bangsa sudah terwakili. Namun demikian masih ada satu sesi yang entah sengaja atau tidak, terlupa. KPU tidak memasukkan persoalan olahraga.
Padahal sejak dulu dunia olahraga sudah menjadi yang terdepan untuk menunjukkan jatidiri bangsa di mata dunia. Selepas Soempah Pemoeda 1928 dengan tokoh-tokoh: Soegondo Djojopoespito (PPPI), R. M. Joko Marsaid (Jong Java), Mohammad Yamin (Jong Sumatranen Bond), Amir Sjarifoeddin (Jong Bataks Bond).
Lalu Johan Mohammad Cai (Jong Islamieten Bond), Rumondor Cornelis Lefrand Senduk (Jong Celebes), dan Johannes Leimena (Jong Ambon), PSSI dilahirkan.
Adalah Ir. Soeratin Soesrosugondo, pegawai kereta api Belanda di Jogyakarta bersama tokoh-tokoh muda lainnya, 19 April 1930 medeklarasikan kemerdekaan dengan mendirikan PSSI (Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia). Jelas saat itu Indonesia belum lahir. Soeratin dan kawan-kawan sudah berani dan yakin mengatsanamakan Indonesia serta memakai seragam merah-putih.
Kisah lain, sebagai bangsa yang telah Merdeka, Indonesia ternyata belum diakui di dunia. Kita ditolak saat akan ikut Olimpiade London 1948. Bung Karno mengumpulkan semua tokoh politik untuk menjawab sikap IOC ( International Olympic Comittee).
PON (Pekan Olahraga Nasional) diputuskan untuk membuka mata dunia bahwa Indonesia telah merdeka. Secara teori, setiap negara yang mampu mementaskan pekan olahraga, artinya, negara itu benar-benar ada dan telah stabil.
Meski labelnya nasional, padahal 600 pesertanya merupakan atlet tingkat kota/Kabupaten dan Karisedenan se-Surakarta. Dipertandingkan 9 cabor dengan 108 medali. Gema PON mampu menggetarkan Indonesia di mata dunia.
Bung Karno, sekali lagi menggunakan olahraga untuk kepentingan politik. Untuk membela RRT (Republik Rakyat Tongkok/Cina) dan Vietnam Utara Bung Karno menggelar GANEFO (Games of the New Emerging Forces). Pesta olahraga itu berlangsung 10 November 1963 di Indonesia. GANEFO merupakan salah satu ajang yang digunakan untuk menyentak dunia.
Kisah di baliknya banyak dan luar biasa hebatnya, tapi saya mengambil sekelumit saja. Ganefo digelar selepas Asian Games ke-4, 1962 di Jakarta.
Untuk menunjukkan kepribadian bangsa, Bung Karno yang anti kolonialisme, tidak mengundang Taiwan dan Israel yang dianggap blok bangsa penindas.
Sontak Indonesia dihukum oleh IOC. BK menjawab dengan Ganefo. BK juga tidak ciut saat PBB mengancam, ia terus saja melanjutkan Ganefo II di Phom Penh, Kamboja 1966, dan sedianya ke-3 di Pyong Yang, Korea Utara, tapi Ganefo bubar setelah BK selaku pendiri dan motor penggerak, tumbang paska PKI dalam G30S nya ditumpas ABRI.
Apapun juga, langkah BK dengan PON 1948 dan Ganefo, membuat mata dunia tak memandang remeh Indonesia. Slogan paling fenomenal terkait olahraga, BK menyebutnya: "Membangun Olahraga Membangun Bangsa!"
Anak Tiri
Jauh sebelum Pak Harto mengumandangkan slogan yang luar bisa Mengolahragakan masyarakat, Memasyarakatkan olahraga, 9 September 1984 di Solo, sekali lagi olahraga dipakai untuk kepentingan politik.
Lalu, tahun 1975, ketika Indonesia masuk ke Timor Timur, mata dunia membelalak. Indonesia dituding melakukan invasi. Untuk menjawab tudingan itu, PSSI Binatama dibentuk dan dikirim ke Brasil, 1978-79. Seluruhnya dibiayai oleh lembaga intelejen saat itu.
Mengapa Brasil? Seperti kita ketahui, hanya ada delapan negara yang bahasa resmi Portugis. Brasil salah satunya dan negeri Samba itu adalah pusatnya sepakbola. Berlatihnya tim nasional Binatama kita di sana untuk menunjukkan bahwa hubungan Indonesia dengan negara yang pernah dijajah Portugis, tidak ada masalah.
Lalu, tahun 1984, untuk menyatukan persepsi, Pak Harto mencetuskan HAORNAS (Hari Olahraga Nasional), di mulai di kota Solo, 9 September 1984. Seperti BK, Pak Harto pun membuat jargon yang kemudian sangat populer Mengolahragakan masyarakat, Memasyarakatkan olahraga.
Satu lagi peran besar olahraga pada bangsa. Hanya ada dua momen di mana Lagu Indonesia Raya dan kibaran bendera merah putih dikumandangkan. Satu, ketika Presiden berkunjung ke luar negeri. Dua, ketika atlet kita menerima kalungan medali emas di pesta olahraga internasional. Selain itu, tidak lagi yang bisa melakukannya.
Dengan posisi olahraga sedemikian hebatnya, KPU dan siapa pun perancang debat Capres dan Cawapres, telah menganaktirikan dunia olahraga kita. Tidak satu pun materi olahraga masuk dalam acara debat-debat itu.
Sebagai penutup, sekali lagi saya ingin menunjukkan betapa peran olahraga amat vital di bangsa ini. Selepas pilpres 2019, lahir istilah Cebong dan Kampret. Perbedaan sering menjerumuskan masyarakat bawah pada pertikaian. Pertentangan yang sara berulang terjadi korban meninggal, harta luluh-lantak, tidak sedikit. Semua akibat telah terjadi pengkotak-kotakan.
Tapi, begitu tim nasional sepakbola kita bertanding, segala perbedaan: cebong, kampret, kaya, miskin, partai A, partai B, agama apa pun, suku mana pun, semua bersatu untuk membela merah-putih.
Adakah event yang mampu melakukannya duhai KPU? Tidakkah kalian menyadari semua itu?
Semoga pilpres kali ini tidak ada lagi pengkotak-kotakan di antara kita. Terpenting, Jangan Ada Dusta Di Antara Kita seperti lagu indah yang didendangkan Broeri Marantika dengan Dewi Yul.....
Semoga bermanfaat.… M. Nigara, Wartawan Olahraga Senior