Prabowo Mengkhawatirkan
Praktik politik Prabowo setelah menjadi Presiden ternyata "awut-awutan" atau tidak ajeg, bahkan mencemaskan. Baru beberapa hari berkuasa sudah melangkah semaunya. Tulisan dalam Paradoks Indonesia dan Kepemimpinan Militer ternyata hanya sebuah narasi dari omon-omon yang gemoy.
Oleh: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan
REKAM jejak unik untuk tidak menyebut buruk menjadi pengkhianat keluarga dan Istana di masa pemerintahan Soeharto. Prabowo Subianto tidak disukai, bahkan dianggap anak bandel sehingga terpaksa hengkang ke Yordania. Dengan Titik Soeharto pun akhirnya ia harus bercerai. Ada watak buruk dalam pandangan keluarga Istana.
Berkhianat atas jati diri prajurit TNI telah mencoreng dahinya. Seorang yang pernah menjabat Danjen Kopassus dan Panglima Kostrad harus dipecat dari status ketentaraan dalam TNI. Adalah nama-nama yang merekomendasi pemecatan antara lain Subagyo HS, Agum Gumelar, Wiranto, dan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono).
Prabowo berkhianat pada rakyat khususnya rakyat pendukung. Timbul tenggelam bersama rakyat adalah teriakan yang masih menggema. Ketika "belok" menjadi pembantu Joko Widodo, maka rakyat dibiarkan tenggelam, Prabowo timbul sendirian. Ulama yang pernah "berijtima" mendukung ikut dikhianati. Kasus KM 50 tidak dipedulikan.
Sebelum diputus MK menang dalam gugatan Pilpres 2024, Prabowo dipanggil Presiden Xi Jinping ke Beijing, entah mendapat arahan apa, yang jelas MK memenangkan saat ia kembali. Kini setelah dilantik Prabowo "diundang" kembali ke Beijing jumpa Xi Jinping. Ikut membersamai beberapa pengusaha naga. Berbagai kesepakatan dibuat oleh keduanya.
Di antara kesepakatan, dua yang dinilai kontroversial, yaitu:
Pertama, pengakuan atas klaim China "Nine Dash Line" laut "warisan" yang berkonsekuensi dapat mengambil sebagian laut milik Indonesia. Pengakuan yang melanggar Hukum Laut Internasional ini jelas berbahaya dan telah menggerus kedaulatan negara Republik Indonesia. Prabowo berkhianat tanpa rasa bersalah, malah seperti yang riang gembira.
Kedua, China memberi makan gratis program Prabowo. Sungguh memalukan bangsa yang selalu dipidatokan sebagai bangsa "besar", "merdeka", "tidak didikte asing" ternyata ditempatkan sebagai pengemis yang diberi makan gratis China. Prabowo yang berjanji, China yang menepati. Adakah "bantuan" ini barter dengan Nine Dash Line atau sekarang Ten Dash Line?
Praktik politik Prabowo setelah menjadi Presiden ternyata "awut-awutan" atau tidak ajeg, bahkan mencemaskan. Baru beberapa hari berkuasa sudah melangkah semaunya. Tulisan dalam Paradoks Indonesia dan Kepemimpinan Militer ternyata hanya sebuah narasi dari omon-omon yang gemoy.
Ada kekhawatiran atau kecemasan bahwa Prabowo memiliki karakter pemimpin yang berimajinasi menjadi orang besar atau pahlawan. Megalomania dengan jualan pidato..to..to.
Jika Jokowi itu Presiden yang tidak mahir pidato dan tidak mampu kerja, akankah Prabowo menjadi Presiden yang jago pidato tapi tidak mampu bekerja meski mungkin sama-sama bermotto kerja, kerja, kerja? Fakta ke depan akan menjawab. (*)