Al-Washliyah Batubara Giring Para Guru dan Siswa Pilih Nomor 2

Logisnya, tak bisa dipisahkan. Keputusan Al-Washliyah untuk pemilihan gubernur dan pemilihan bupati adalah keputusan satu paket. Dalam arti, kepentingan elit Al-Washliyah pada pilgub dan pilbup itu sama dan sebangun.

Oleh: Asyari Usman, Jurnalis Senior Freedom News

“PAK, kami itu disuruh membuat pernyataan untuk memilih paslon Nomor 2 di pilkada Batubara,” kata seorang guru di sekolah yang bernaung di bawah ormas Al-Washliyah.

Saya kemudian bertanya, “Apakah ada penggiringan?”

“Iya, Pak.”

“Apakah semua guru Al-Washliyah di Batubara diarahkan memilih calon nomor dua?”

“Iya, Pak. Bukan hanya guru. Para siswa 17 tahun juga disuruh membuat pernyataan memilih.”

“Waduh,” kata saya kepada guru itu.

Menurut guru yang tak mau disebutkan namanya, pernyataan dibuat tertulis dan bermaterai. Surat pernyataan diberi nama “pakta integritas”. Sebutan ini terdengar aneh. Sebab, yang dilakukan sama sekali “tidak berintegritas”. Proses ini berlangsung di seluruh entitas Al-Washliyah yang ada di Kabupaten Batubara.

Ketua Pengurus Daerah (PD) Al-Washliyah, Ustad Al-Asari, mengatakan bahwa pilihan atas paslon Baharuddin Siagian-Syafrizal diamabil melalui mekanisme yang sesuai dengan AD/ART Al-Washliyah.

“Keputusan diambil melalui musyawarah pimpinan daerah,” kata Ustad Al-Asari. Rapat Pimpinan Daerah (Rapimda) berlangsung pada 28 September 2024.

Lumrahnya, ormas-ormas besar tidak akan menyatakan dukungan kepada paslon tertentu. Tapi mereka akan membebaskan individu-individu untuk berpihak tanpa membawa nama organisasi.

Setahu saya, sebagai orang yang sejak kecil bersama Al-Washliyah, ormas ini tidak boleh dibawa ke ranah politik. Konon pula politik yang penuh racun seperti sekarang. Sangat riskan. Sikap Al-Washliyah ini sangat tidak mendidik. Masih mendingan kalau pilihan itu tidak bermasalah.

Ada satu hal yang mencengangkan. Pak Baharuddin Siagian mendadak menjadi wakil ketua PD Al-Washliyah. Dia masuk ke jajaran pimpinan menjelang pilkada. Persis seperti ketika rekrutmen Zahir (mantan bupati sekaligus paslon No 3 pada pilkada ini) menjadi bendahara Al-Washliyah menjelang pilkada 2019.

Di dalam surat pernyataan, Baharuddin disebut sebagai pengurus 2020-2025. Namun, sejumlah figur ormas ini mengatakan masa kepengurusan paslon No 2 ini hanya dibuat-buat saja.

Bolehlah kita bertanya: mengapa bisa seperti ini jadinya? Apa yang membuat pengurus Al-Washliyah berani melakukan langkah penggiringan yang mirip pemaksaan itu?

Serius, perkembangan ini sangat memprihatinkan. Sekaligus mencurigakan.

Disebut memprihatinkan karena tindakan pimpinan Al-Washliyah Kabupaten Batubata itu melecehkan intelektualitas jajarannya. Terkilan pertanyaan, apakah ormas dakwah-pendidikan ini sekarang telah berubah menjadi ladang peternakan bebek? Entahlah! Yang jelas, yang digiring-giring itu biasanya bebek.

Disebut mencurigakan karena penggiringan jajaran guru, siswa, dan aktivis Al-Washliyah untuk memilih salah satu paslon bupati di pilkada 27 November nanti itu sangat kental beraroma transaksional. Pantas diduga bahwa pimpinan ormas tempat saya belajar di “sekolah Arab”-nya pada akhir 1960-an dulu, hari ini menjual “kapal dakwah” itu untuk kepentingan elit ormas.

Ustad Al-Asari mengatakan Al-Washliyah mendukung Baharuddin tanpa dibayar. Gratis. Tentu ini sesuatu yang sangat luar biasa di tengah hiruk-pikuk politik uang yang melanda seluruh pelosok negeri.

Tapi, jangan dulu kerutkan kening sambil bergumam: ini benar tanpa imbalan atau hanya mimpi?

Benar atau tidak, kita disuruh bersangka baik. Cuma, memang ada ganjalan untuk mendudukkan ‘husnuzzon’ itu kalau arah teropong kita geser ke titik lain. Yaitu, ke arah fakta bahwa Rapimda Al-Washliyah juga mendukung Bobby Nasution sebagai calon gubernur Sumatera Utara (Sumut).

Dalam lingkup akal sehat, keputusan Rapimda untuk pilgub ini adalah “investasi” yang berisiko tinggi (high risk). Risiko itu termasuklah penilaian negatif publik terhadap Al-Washliyah. Memang, biasanya, risiko besar itu selalu disertai iming-iming dividen yang besar pula. Ini memang hukum bisnis yang diadopsi oleh sistem elektoral Indonesia.

Pertanyaannya: apakah pilihan elit Al-Washliyah mengambil risiko besar di pilgub Sumut bisa dipisahkan dari pilihan mereka di pilkada Batubara yang dikatakan tanpa bayaran itu?

Logisnya, tak bisa dipisahkan. Keputusan Al-Washliyah untuk pemilihan gubernur dan pemilihan bupati adalah keputusan satu paket. Dalam arti, kepentingan elit Al-Washliyah pada pilgub dan pilbup itu sama dan sebangun.

Tegasnya, iming-iming dividen dalam “investasi” para elit Al-Washliyah di pilgub Sumut adalah harapan mereka juga di pilkada Batubara.

Penggiringan ini harus mendapat perhatian dari Bawaslu. Perlu dijelaskan apakah tindakan elit Al-Washliyah Batubara itu melanggar aturan atau tidak. Kalau disebut melanggar prinsip moralitas, sudah sangat jelas. (*)