Catatan Akhir Tahun 2023
Membangun kesadaran baru tersebut bahwa negeri ini didirikan dengan falsafah hidup, tujuan hidup, pegangan hidup, cita-cita hidup, hanya kembali pada cita-cita Negara Proklamasi yang berdasarkan pada Pembukaan UUD 1945 kita bangsa ini akan selamat.
Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila
PERGULATAN politik mewarnai pada akhir tahun 2023, bahlio-bahlio bertebaran seantero negeri. Pertarungan pilpres sudah mulai memanas kubu-kubu pendukung Capres dan Cawapres sudah menunjukan militansi yang jelas menuju perpecahan bangsa.
Tiap-hari tiap jam kita disuguhi dengan kebencian dan ghiba yang digelontorkan di media sosial, bahkan konten-konten Tiktok yang berisikan kebencian dan agitasi terus berseliweran di Media Sosial.
Atas nama militansi saudara bertengkar, sahabat pecah, seakan jika tidak sekubu dianggap musuh.
Pecah-belah ini konsekuensi dari digantinya UUD 1945 dengan UUD 2002 dari sistem Pancasila diganti dengan Liberalisme dari sistem Kolektivisme sistem MPR diganti dengan sistem Presidensil yang basisnya Individualisme.
Demokrasi permusyawaratan perwakilan diganti dengan demokrasi Neo Liberal.
Mengamati capres yang sedang mengusung jargon-jargon untuk mencoba membuat platform yang bisa menarik simpati publik kadang-kadang membuat penulis tertawa misal Anies Imin mengusung perubahan diksi yang diusung Keadilan sosial dengan dasar kesetaraan mengapa tidak memakai dengan dasar Pancasila?
Dari rekam jejaknya yang penulis telusuri pada Disertasi berupa e-book berjudul "Amandemen UUD 1945 : Antara Mitos dan Pembongkaran" karya Denny Indrayana, PhD terbitan Mizan.
Beberapa nama terkenal seperti Amien Rais, Jimly Ashiddiqie, Refly Harun, dan Anies Baswedan memberi endorsement atas buku adaptasi disertasi PhD Denny di University of Melbourne, Australia yang berjudul "Indonesian Constitutional Reform 1999-2002 : an Evaluation of Constitution-Making in Transition" 2007.
Dalam pengantarnya, Denny menyebut bahwa amandemen itu telah menghasilkan konstitusi yang lebih baik. Diakui bahwa telah terjadi perubahan mendasar atas UUD 1945 naskah asli. Tapi, UUD 2002 ini resmi disebut UUD NRI Tahun 1945. Oleh Prof. Kaelan, UUD 2002 disebut sebagai UUD palsu.
Enam bulan belakangan, Denny aktif membuat kritik tajam atas pemerintahan Joko Widodo, dan mengatakan bahwa pelanggaran-pelanggaran konstitusi yang dilakukannya sudah cukup untuk memulai proses pemakzulan. Baik Denny, Refly, dan belakangan Eep menganjurkan agar Jokowi dimakzulkan, sebelum atau setelah Pilpres 2024.
Ketiga tokoh liberal ini tidak menyadari bahwa UUD 2002 liberal yang mereka banggakan itu justru telah memungkinkan figur semacam Jokowi tiba-tiba muncul menjadi Walikota Solo (tidak selesai), Gubernur DKI (tidak selesai), kemudian Presiden (tidak selesai juga?). Banyak tokoh yang semula pendukung die hard Jokowi seperti Gunawan Mohammad dan Butet Kartarajasa, serta Ikrar Nusa Bakti belakangan mengakui kekeliruannya (Prof. Daniel M Rosyid).
Kaum Neoliberal ini terus melakukan gerakan yang mereka usung dengan jargon perubahan dan sayangnya mereka yang ingin kembali ke UUD 1945 telah terseret masuk di dalam pusaran Neo Liberalisme dengan dalih yang penting menang dulu baru nanti kembali ke UUD 1945.
Begitu juga Istima Ulama yang menghasilkan pakta Integritas yang konon telah ditandatangani oleh AMIN (Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar) padahal no satu pakta Integritas itu kembali ke UUD 1945. Tetapi mengapa ketika mengusung diksi Keadilan sosial tidak berani mengatakan berdasar Pancasila dan UUD 1945?
Begitu juga dengan pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD mengusung Jargon Gotong-royong.
Entah mereka tidak mengerti atau tidak tahu kalau bahwa gotong-royong sudah diamandemen, jadi mana mungkin baik Keadilan sosial, maupun gotong-royong diletakkan pada sistem Individualisme, Liberalisme, Kapitalisme?
Sejak diamandemennya UUD 1945, banyak aturan yang dasarnya Liberalisme, Kapitalisme. Seperti sistem presidensil, pilkada, pilsung, pilpres, bertentangan dengan Negara berdasarkan Pancasila. Kerancauan dan kekacauan ini karena banyak yang tidak tahu kalau Ideologi Negara Pancasila itu ya Batang tubuh UUD 1945.
Bukannya ideologi Negara berdasarkan Pancasila tersebut kristalisasi pemikiran tentang negara berdasarkan Pancasila yang terurai dalam pasal-pasal UUD 1945. Banyak yang mengartikan, ideologi Pancasila itu ya lima sila itu.
Padahal lima sila itu lima prinsip berbangsa dan bernegara, Philosophy Groundslag. Karena Pancasila itu lima prinsip bernegara. Maka segala aturan yang mengatur negara harus sesuai dengan Pancasila. Amandemen UUD 1945 justru mengingkari lima prinsip bernegara.
Jadi Negara berdasar Pancasila itu mempunyai sistem sendiri, bukan sistem Presidensil maupun sistem Parlementer.
Sistem sendiri atau sistem MPR itu merupakan pengejawantahan dari negara semua untuk semua. Suatu pengejawantahan negara Gotong-royong. Oleh sebab itu, sistem keanggotaan MPR adalah keterwakilan. Maka disebut utusan golongan.
Bukan keterpilihan dari hasil banyak-banyakan suara. Yang menghasilkan mayoritas yang banyak suaranya, minoritas yang sedikit suaranya.Hal ini jelas bertentangan dengan Bhineka Tunggal Ika.
Yang menarik adalah pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Sejak awal muncul dengan lolosnya Gibran melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang Ketentuan Tambahan Pengalaman Menjabat dari Keterpilihan Pemilu dalam Syarat Usia Minimal Capres/Cawapres.
Sebetulnya ini soal penambahan norma hukum yang bisa untuk siapa saja, tetapi kesalahan MK menambahan norma yang itu kewenangan DPR. Namun kesalahan ini ditimpahkan pada ketua MK Anwar Usman.
Padahal putusan itu adalah putusan kolegial yang tidak bisa diputuskan hanya oleh ketua MK. Maka muncuk diksi Dinasti Politik memang agak aneh mana ada Dinasti Politik kalau memilih pemimpin harus menggunakan suara rakyat.
Muncul nya Gibran Rakabuming Raka membuat sentimen yang sangat masif dalam mencoba melegimitasi Gibran dengan berbagai stikma buruk mulai dari Bocil, belum berpengalaman, asam sulfat (Samsul), Blimbing Sayur, banyak lagi bullian yang dihujamkan pada Gibran begitu juga pada Prabowo mulai diungkit-ungkit soal masa lalu tentang penculikan, dikatai Gemoy pun disematkan.
Perdebatan terus berlangsung pertarungan dengan menguras energi bangsa ini terus berlangsung perpecahan tidak bisa dihindarkan, apakah kita akan terus terhebat dalam pusaran Free faihgt liberalism, atau kita kembali sadar dan kembali pada jati diri bangsa?
Tidak ada jalan selamat kecuali rakyat melakukan perubahan sendiri, memperbaiki nasibnya sendiri, Amanat penderitaan rakyat harus kita tanggulangi sendiri, Jalan keselamatan harus dibangun dengan Gotong-royong, dengan kebersamaan, dengan persatuan, dengan senasib seperjuangan, menegakkan kembali Negara Preambule UUD 1945.
Membangun kesadaran baru tersebut bahwa negeri ini didirikan dengan falsafah hidup, tujuan hidup, pegangan hidup, cita-cita hidup, hanya kembali pada cita-cita Negara Proklamasi yang berdasarkan pada Pembukaan UUD 1945 kita bangsa ini akan selamat.
Selamat tinggal tahun 2023 semoga bangsa ini selamat didalam suksesi 2024. (*)