Dari Surabaya Untuk Indonesia, Deklarasi Keluarga Besar Alumni ITS Pro Perubahan

Pemilu pilpres 2014 yang tinggal 10 hari lagi ini adalah pertaruhan demokrasi Indonesia, akankah dibiarkan mati dijarah oleh praktik culas istana dengan paslon yang didukungnya ataukah kita rebut kembali.

Oleh: Isa Ansori, Kolumnis dan Akademisi, Tinggal di Surabaya

PILPRES 2024 yang tinggal 10 hari lagi ini tampaknya membuat tekanan Istana kepada pasangan AMIN (Anies Rasyid Baswedan – Muhaimin Iskandar) tak semakin kendor, justru semua kekuatan semakin dikerahkan.

Pasangan AMIN ini ibarat batu karang di tengah lautan, meski semakin deras tekanan ombak dan gelombang, Amin tegak seperti karang, semakin bersinar dan semakin berkilau memancarkan sinar putihnya yang cemerlang.

Tekanan Istana yang bertubi tubi, mulai dipersulitnya izin kampanye, diintimidasinya para penyedia layanan yang mendukung suksesnya kampanye, seperti listrik mati, dilarangnya izin tempat dan izin transportasi serta penggunaan instrumen hukum dan aparat untuk menekan siapapun yang sudah mendukung pasangan ini. Praktik congkak dan arogansi kekuasaan inilah yang membuat hati nurani para akademisi, gubes, dan alumni terpanggil untuk melawannya.

Deklarasi akademisi UGM, UI, Universitas Muhammadiyah dan UII serta kampus-kampus lain di belahan wilayah Indonesia tampaknya tak lengkap kalau kampus-kampus di Surabaya belum melakukan itu, mengingat Surabaya sebagai salah satu barometer pergerakan sebagaimana yang pernah terjadi dalam sejarah pergerakan.

Praktik culas bernegara yang dipertontonkan ini mulai mengusik kegerahan hati nurani para civitas akademika alumni ITS Surabaya, mulai dari para dosen dan gubesnya serta para alumninya. Dan, hari ini, Sabtu, 3 Februari 2024, kecemasan itu ditumpahkan dalam sebuah deklarasi keluarga besar alumni ITS Pro Perubahan.

Resonansi gerakan yang mencemaskan praktik culas pemerintahan Joko Widodo yang mengobrak-abrik tatanan bernegara, melanggengkan politik dinasti, menyalahgunakan kekuasaan tampaknya mengusik hati nurani dan akal budi mereka, meski mereka dituduh oleh Istana sebagai akademisi partisan, tapi itu tak menyurutkan mereka untuk menabuh genderang perang moral dan etik. Bagi mereka, tuduhan Istana tak lebih hanya sebuah kepanikan yang dipertontonkan.

Deklarasi yang ditempatkan di Rumah Pemenangan AMIN menunjukkan garis tegas bahwa Alumni ITS Pro Perubahan mengambil sikap berhadapan terhadap praktik culas pemerintahan Jokowi yang menurutnya sudah tak lagi berpihak pada rakyat.

Sikap tegas para alumni ITS ini sejalan dengan apa yang dilakukan oleh para alumni Universitas Muhammadiyah yang tegas mengatakan bahwa pemilu tanpa pasangan oligarki dan Dinasti politik, Prabowo – Gibran. Bahkan mereka dengan tegas mengatakan jangan pilih pasangan nomor 02.

Gerakan moral melawan arogansi Istana yang dilakukan oleh para akademisi dan guru besar serta keluarga besar alumni adalah sebuah sikap menangkap kegetiran yang terjadi di masyarakat, ada kewajiban bagi mereka untuk menyuarakan itu semua. Sehingga resonansi suara yang digaungkan tentang perubahan semakin membuat panik Istana dan kroni kroninya.

Gerakan perlawanan yang dilakukan oleh para alumni ITS dan gubesnya yang tergabung dalam Keluarga Besar ITS Pro Perubahan diharapkan akan menjadi inspirasi bagi kampus-kampus di Surabaya, mengingat Surabaya adalah basis gerakan perlawanan rakyat semenjak masa perang kemerdekaan.

Perlawanan 10 November 1945, gerakan reformasi yang dilakukan oleh kampus-kampus Surabaya dan massa rakyat, adalah contoh nyata sehingga kehadiran kampus-kampus Surabaya beserta para alumninya seperti Unair, Unesa, UINSA, UPN dan kampus-kampus lain adalah sebuah keharusan akan keterpanggilan nurani.

Tak ada pilihan bagi kita yang mencintai NKRI dan merawat demokrasi, reformasi adalah pemisah tegas demokrasi dan otoritarianisme Orde baru, perubahan adalah pelanjut cita-cita reformasi yang kini dimulai oleh praktik otoritarianisme rezim Jokowi. Dan kini jelas praktik culas itu akan dilanjutkan oleh boneka Jokowi dan anaknya yang berada di paslon dukungannya.

Pemilu pilpres 2014 yang tinggal 10 hari lagi ini adalah pertaruhan demokrasi Indonesia, akankah dibiarkan mati dijarah oleh praktek culas istana dengan paslon yang didukungnya ataukah kita rebut kembali.

Perubahan adalah keniscayaan, sehingga siapapun yang tidak ingin tergilas dengan arus zaman, bersiaplah berdiri dalam gerakan perubahan bersama pasangan Amin, pasangan nomor 1, Anies Rasyid Baswedan dan Muhaimin Iskandar. (*)