Ganjar dan Anies Tidak Ikut Prabowo
Biarlah Prabowo – Gibran menikmati hasil yang mengacak-acak perasaan keadilan publik. Hukum sejarah akan berlaku, yaitu tidak ada kelanggengan pada kecurangan. Hal yang dimulai dengan buruk akan berakhir dengan buruk pula.
Oleh: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan
PADA Senin, 6 Mei 2024, Capres PDIP Ganjar Pranowo telah menyatakan siap menjadi oposisi dan menutup peluang untuk bergabung dengan Prabowo Subianto. Ia menyatakan meski sebagai kader PDIP akan tetapi sikap itu bersifat pribadi.
PDIP sendiri akan menyelenggarakan Rakernas akhir Mei ini untuk menyatakan sikap final tentang "positioning" partai terhadap Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka.
PDIP saat ini sedang mengadukan KPU ke PTUN Jakarta tentang ketidakabsahan Gibran sebagai Cawapres. Artinya, PDIP masih melakukan perlawanan terhadap Keputusan KPU dan meminta penundaan pelantikan Prabowo – Gibran.
Dengan demikian Ganjar dan PDIP hingga sekarang masih menunjukkan sikap yang sama, yaitu berada di luar pemerintahan. Kemenangan Prabowo – Gibran tetap dinilai curang.
Anies Baswedan dalam pertemuan dengan para ulama dan aktivis Bandung pada Jum’at. 17 Mei 2024 menyatakan dua hal, yaitu pertama, tidak akan ikut Prabowo dan kedua, klarifikasi ucapan selamat kepada Prabowo – Gibran sebagai ucapan selamat untuk bekerja berbasis konstitusi.
Aspeknya normatif dan tampilan adab yang baik. Ia menyatakan akan tetap bersama rakyat untuk melakukan perubahan.
Anies menegaskan hal itu dalam pertemuan dengan “Gerakan Aksi Umat Melawan" (GAUM) Jawa Barat yang dihadiri H Tarma Irmansyah, DR Budi Riyanto, Ust Abdullah Syueb, Rizal Fadillah, KH Roni Abdul Fattah, Ust Amin Bukharry, Ir. Syafril Sjoyan MM, dan KH Eggy Cihanjuangi.
Dalam acara Syawalan Keluarga Besar HMI MPO di Sleman, Jogjakarta, pada 28 April 2024, Anies menyatakan akan tetap berada di jalur perubahan meskipun partai pendukungnya PKB dan Nasdem bergabung dalam Kabinet Prabowo.
Anies sendiri enggan secara khusus mengomentari soal sikap PKB dan Partai Nasdem. Mungkin ia merasa tidak memiliki kompetensi untuk berbicara banyak soal partai politik pendukungnya tersebut.
Sungguh bagus jika kedua tokoh, baik Ganjar maupun Anies tidak ikut bergabung dalam Kabinet Prabowo. Di samping untuk menjaga keseimbangan kekuasaan, juga tidak etis dan bermoral jika kompetitor Capres yang kalah turut bersama dengan pemenang.
Apalagi jika kemenangannya disinyalir tidak jujur. Kecurangan tetap tidak boleh ditoleransi meskipun dengan alasan bahwa pertempuran sudah selesai.
Pertempuran (battle) memang telah selesai, tetapi peperangan (warfare) belum. Perang melawan kezaliman, kecurangan dan ketidakadilan tentu berkepanjangan. Pemilu khususnya Pilpres 2024 memang telah selesai, tetapi perlawanan terhadap kecurangan terus berlanjut. Jika pertempuran curang dianggap selesai, maka hancurlah moral dari bangsa Indonesia yang katanya beradab.
Ganjar dan Anies sebagai pemimpin pertempuran harus menjaga moral pasukan supaya misi perjuangan suci dapat diteruskan. Kemenangan licik tetap sebagai sebuah kejahatan. Berpolitik tidak boleh menghalalkan segala cara.
Karena jika demikian maka ajaran Machiavelli dijalankan oleh partai politik dan politisi. Ini artinya ideologi dan konstitusi secara brutal sedang dipecundangi.
Biarlah Prabowo – Gibran menikmati hasil yang mengacak-acak perasaan keadilan publik. Hukum sejarah akan berlaku, yaitu tidak ada kelanggengan pada kecurangan. Hal yang dimulai dengan buruk akan berakhir dengan buruk pula.
Joko Widodo sebagai aktor intelektual dari perusakan sistem demokrasi di Indonesia bukan hanya dicatat tapi juga layak untuk terus dikejar dan dihukum.
Ganjar dan Anies sekarang tidak boleh seperti Prabowo kemarin. Ganjar dan Anies tidak harus ikut bersama Prabowo. Itu saja sudah menjadi hiburan bagi rakyat yang terus didera oleh rasa kecewa atas budaya khianat para politisi dan petinggi negeri.
Budaya khianat para politisi dan petinggi negeri. (*)