Halusinasi Indonesia Emas Rezim Joko Widodo
Ide penakluk disintegrasi mencakup politik, ekonomi, budaya, psikologi, ancaman militer, konspirasi, propaganda media, hukum, informasi, dan intelijen. Semua konsep ini jelas dibangun di atas ide-ide Sun Tzu tentang penipuan, gangguan, dan menaklukkan musuh tanpa berperang.
Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih
PADA Kamis Pahing tanggal 8 Agustus 2024 (malam Jum’at) peserta Kajian Politik Merah Putih, setelah bertadarus bersama sekedarnya. Dilanjutkan berdiskusi rutin dengan acuan tema ternyata sudah disepakati:
Solitudinem faciunt pacem appellant (Mereka menciptakan kehancuran dan menyebutnya sebagai perdamaian) dan The wrong man in the wrong place with the wrong idea and idealism (Orang yang salah di tempat yang salah dengan ide dan cita-cita yang salah).
Muncullah percikan pikiran bebas antara lain:
Selama sepuluh tahun kita telah tertipu dipimpin seorang yang dikira pahlawan rakyat kecil, merakyat, ternyata pengkhianat negara bisa berbuat apa saja dan kita benar-benar tidak berdaya menghentikannya.
Simpul-simpul perlawanan dimandulkan, penguasa jadi bebek piaraan taipan Oligarki, kenyataan hidup bangsa ini seperti dalam dongeng. Keadaan ini seperti tidak masuk akal tapi terjadi sebagai realitas.
Penipuan, kebohongan, kelicikan rezim Joko Widodo berjalan mulus, telah menimbulkan bencana kemanusiaan, tata kelola negara terburuk dan porak poranda, kita semua jadi korbannya.
Salah seorang peserta diskusi bergaya spiritual mengatakan: "Arwah Deng Xiaoping tersenyum bangga doktrinku tetap bejalan: Sembunyikan kemampuan kita dan tunggu saat yang tepat untuk lumpuhkan dan kuasai mereka".
Kita ini bangsa yang tolol, tidak menyadari strategi dagang Tiongkok, juga didasarkan pada seni perang kontemporer tidak selalu terungkap seperti: Deklarasi bahwa Tiongkok tidak akan pernah mencari hegemoni, strategi Tiongkok itu jelas menipu. Kita lengah melihat niat dan perilaku mereka yang sebenarnya.
Lebih tolol lagi, sang penguasa menangkap tipuan rersebut, diamini sebagai kebenaran, bahkan berbunga-bunga mengira sebagai berkah.
Tidak sadar atau memang sudah dungu bahwa taipan oligarki China sudah menguasai politik dan sumber daya ekonomi di Indonesia. Ini sasaran utama untuk menguasai Indonesia, tidak peduli dengan pasal 33 UUD 1945.
Kita bertarung siang malam di berbagai media sosial sementara taipan oligarki strateginya sangat senyap, tetapi mematikan tetap didasarkan pada tipu daya, dan itulah doktrinasi saudagar etnis China. Terlihat sangat jelas sama dengan tampilan perilaku Jokowi, dengan segala tipu daya, licik dan pembohong.
Pemimpin RRC biasanya menyebutkan ide kerjasama saling menguntungkan sebagai jebakan maut dengan hutang ditawarkan gila-gilaan. Jokowi menangkap perangkap tersebut sebagai anugerah dan keberuntungan.
Tiongkok sudah memberikan bantuan hutang yang sangat besar kepada Indonesia. Perang non-senjata seperti meliputi perang dagang, perang finansial. Saat kita tidak mampu mengembalikan hutangnya, ini ancaman sangat besar pulau-pulau dijual ke asing dengan dalih disewakan.
Ide penakluk disintegrasi mencakup politik, ekonomi, budaya, psikologi, ancaman militer, konspirasi, propaganda media, hukum, informasi, dan intelijen. Semua konsep ini jelas dibangun di atas ide-ide Sun Tzu tentang penipuan, gangguan, dan menaklukkan musuh tanpa berperang.
Indonesia sudah masuk dalam perangkap politik dan skenario hegemoni ekonomi Taipan Oligarki dan RRC adalah petaka dan bahaya besar, Jokowi masih menebar impian dan halusinasi Indonesia Emas 2045, lagi-lagi kita terbius mengamininya, persis di depan mata kuburan siap mengubur NKRI. (*)