Hei, Kau LBP yang Bingung Bedakan Etik Bernegara dan Utang Budi
Debat capres adalah salah satu cara untuk melihat kualitas para capres. Terutama kualitas etik mereka. Karena itu, pertanyaan perihal etika publik atau erika bernegara menjadi sangat penting untuk dimunculkan. Jangan dianggap sebagai serangan pribadi.
Oleh: Asyari Usman, Jurnalis Senior Freedom News
ADA lagi Loyalis Buta Prabowo (LBP) yang menyerang Anies Baswedan dari sisi etika. Tapi, si LBP yang satu ini “confused” (bingung) membedakan etika bernegara dan utang budi.
Menurut dia, Anies tidak beretika karena sudah banyak dibantu oleh Prabowo Subianto dalam karir politiknya. Si LBP ini menyebut Anies tak beretika ketika di acara debat capres terasa menyerang junjungannya, Prabowo Subianto.
Dalam Debat Perdana Capres (12/12/23) dan Debat Ketiga Capres (7/1/24), Anies menanyakan bagimana perasaan Prabowo memanfaatkan putusan melanggar etik berat oleh Paman Anwar Usman (MK) untuk tetap mendaftarkan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka di KPU?
Yang ditanyakan ini adalah etika bernegara, Bung LBP. Bukan etika pribadi. Bukan etika yang bisa dikaitkan dengan utang budi, kawan!
Kau keliru, wahai LBP. Pelanggaran etik dalam perkara Nomor 90 itu sangat fatal, Bung Loyalis Buta. Kemudian, Prabowo memperkuat pelanggaran etik berat itu dengan menggandeng Gibran sebagai cawapres. Ini yang ditanyakan Anies kepada Prabowo.
Ini etika yang terkait kepentingan negara. Anda, Bung LBP, tidak bisa menyebut Anies tak beretika karena dia mempersoalkan etika Prabowo dalam isu putusan Paman Usman. Banyak pelanggaran etik oleh Prabowo yang sifatnya privat tapi tidak dipersoalkan. Tidak perlulah kita uraikan di sini. Cukup Anda pikirkan sendiri saja, wahai LBP.
Kalau bicara utang budi Anies ke Prabowo, sesungguhnya sudah dikembalikan oleh Anies lewat “political gain” Prabowo dan Gerindra selama ini. Di Pilkada DKI 2017, Anies tidak berutang budi hanya kepada Prabowo. Kepada yang lain juga.
Anies telah membayarnya dengan kemampuan dia memenangi pilkada itu. Kemenangan ini membuat nama Gerindra harum dan populer. Ini merupakan “political gain” yang tak bisa diukur hanya dengan utang budi.
Pilkada ini diperjuangkan oleh PKS juga. Oleh pihak-pihak sosial-politik lainnya juga. Gerindra mengusung Anies, iya. Tapi Gerindra telah menerima laba politik yang relatif besar dan juga proporsional.
Menurut LBP, Anies tak tahu berterima kasih sudah ditolong oleh Prabowo. Ini kerancauan yang perlu diluruskan. Kalau pertanyaan tajam Anies di acara debat capres itu dianggap tidak beretika, lalu apakah Anies akan disebut anak baik jika dia memuja-muji Prabowo? Tentu akan menjadi lebih aneh, bukan?
Debat capres adalah salah satu cara untuk melihat kualitas para capres. Terutama kualitas etik mereka. Karena itu, pertanyaan perihal etika publik atau erika bernegara menjadi sangat penting untuk dimunculkan. Jangan dianggap sebagai serangan pribadi.
Ketika Anies berbicara soal etika seorang calon pemimpin, dia mempersoalkan pelanggaran etika publik. Bukan etika dalam kehidupan privat. Tetapi, etika kehidupan privat pun sah-sah saja kalau dipersoalkan. Hanya saja jarang disentuh. Dipastikan, Anies tidak melakukan itu.
Sekarang, para Loyalis Buta Prabowo (LBP) tidak usah mengajarkan Anies tentang perbedaan antara etika bernegara dan etika privat. Tak usah bertanya dari mana Anies belajar etika publik.
Yang harus ditanyakan adalah Anda sendiri belajar etik di mana? Kok tidak bisa membedakan etika bernegara dan utang budi? Kalau Prabowo mengharapkan utang budi itu dibayar dengan sikap diam Anies di debat capres, maka rakyatlah yang akan dirugikan.
Begitu dulu ya wahai engkau yang tak mampu mencampuradukkan etik bernegara dengan etik terkait utang budi. (*)