Jika Mahkamah Konstitusi Berkompromi: Reformasi Atau Revolusi?
Jika KPU menjadi perusak, Bawaslu pengawal perusakan, MK menjadi peneguh kerusakan dan Presiden itu biang atau bapak dari kerusakan, maka tagline perjuangan mahasiswa dan buruh menjadi menari: Reformasi atau Revolusi.
Oleh: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan
FRONT Penegak Daulat Rakyat (F-PDR) dan elemen aksi lain menggelar mimbar rakyat di area Patung Kuda untuk mendukung Hakim MK agar memiliki keberanian. Keberanian merupakan faktor penting bagi penegakan kejujuran dan keadilan. Rakyat berharap Hakim MK dalam keadaan sehat memutuskan gugatan PHPU pasangan 01 dan 03 atas KPU dengan pasangan terkait 02.
Agenda MK sendiri pada Jum'at 5 April 2024 adalah mendengarkan keterangan 4 Menteri dan DKPP sebagai kelanjutan dari keterangan saksi dan saksi ahli. Sayang Hakim MK membatasi hak untuk bertanya kepada para Menteri hanya untuk Majelis sendiri.
Para pihak dibungkam. Atas pertanyaan lunak Majelis Hakim, para Menteri memberi penjelasan formalitas dan normatif. Persidangan pun berjalan datar-datar saja.
Optimistisme yang dicoba dibangun mulai memudar. Muncul prasangka bahwa tanya jawab Hakim dengan para Menteri sudah dikompromikan. Pantas Jokowi sumringah melepas para Menteri yang dipanggil Hakim MK. Aksi pengunjuk rasa yang panas sedangkan ruang persidangan adem-ayem. Keterangan Menteri dinilai menyembunyikan fakta.
Harapan tinggal persidangan setelah lebaran 19 April 2024 untuk Putusan 22 April 2024. Muncul tanda tanya besar apakah Majelis Hakim MK mampu di depan rakyat menampilkan wajah yang menggembirakan atau sebaliknya menguatkan ketidakpercayaan publik?
Jika saja MK tidak kembali ke 'khittah' asal dari perjuangannya dan mempersempit diri dalam kewenangannya, sekedar tukang hitung angka, maka suara berisik rakyat akan sampai pada desakan pembubaran MK. MK hanya Majelis pembenar atas kecurangan, kebohongan dan kepura-puraan.
Gerakan rakyat untuk melawan ketidakbenaran dan ketidakadilan tidak berhenti pada status "final and binding" Putusan MK.
Pada tanggal 22 April 2024 akan menjadi hari darurat hukum dan politik. Skandal yang tidak dapat dibongkar dan diberi sanksi hukum. MK membiarkan rakyat Indonesia berisik, bahkan akan gaduh terus-menerus. Rakyat akan dendam dan marah. Mengutuk perilaku politisi dan penegak hukum yang mengalami kebangkrutan moral. Hakim itu menjadi sekedar tukang tiup terompet undang-undang, bukan benteng dan banteng dari keadilan.
Mahasiswa segera bangun dan bergerak pasca putusan MK yang tidak memihak. Mahasiswa akan mengenang sukses Reformasi bulan Mei 26 tahun yang lalu. Mereka tidak peduli dengan persoalan elektoral tetapi bermisi melawan politik dinasti Jokowi, raja dan pengkhianat demokrasi. Reformasi harus diulangi.
Tanggal 1 Mei 2024 kezaliman politik dan hukum rezim juga akan mendapat perlawanan dari buruh. Itulah hari buruh se-dunia. Dengan membawa serta luka Omnibus Law buruh akan melabrak dan memukul Istana "Lengserkan Jokowi". May Day adalah panggilan darurat untuk penggalangan. Konon, slogan perjuangan 1 Mei 2024 adalah "May Day Revolution".
Api revolusi yang disulut untuk membakar semangat perbaikan bangsa.
Jika KPU menjadi perusak, Bawaslu pengawal perusakan, MK menjadi peneguh kerusakan dan Presiden itu biang atau bapak dari kerusakan, maka tagline perjuangan mahasiswa dan buruh menjadi menari: Reformasi atau Revolusi.
Ketika revolusi mental hanya menjadi semata omong, revolusi hukum bagai macan ompong, maka revolusi sosial dan politik akan ada yang memukul gong. Untuk memulai.
MK kini ditantang untuk mengambil putusan apakah menjadi pengawal dan pelurus Konstitusi atau penyulut api Revolusi?
Kondisi bangsa saat ini sudah sangat serius, bukan sedang bermain-main. MK menjadi pahlawan atau pengkhianat, pemenang atau pecundang, April yang dibuat bahagia atau Mei yang membara? (*)