Kasihan Luhut Sedih Jokowi Mau Dimakzulkan

Pejabat menepis kemungkinan pemakzulan. Jokowi dikesankan tidak peduli padahal publik tahu sesungguhnya Jokowi panik. Keributan saat ini adalah temuan momen akibat ia memaksakan dan merekayasa puteranya Gibran Rakabuming Raka untuk dapat maju sebagai Cawapres.

Oleh: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan

TIDAK tahan akan isu pemakzulan Joko Widodo yang sejak awal diusulkan dan diajukan oleh Petisi 100, Menko Marinves Luhut Binsar Panjaitan, seorang menteri andalan Jokowi akhirnya ikut juga berkomentar.

Ia mengomentari dengan pengakuan sedih atas ramainya suara pemakzulan Jokowi dan banyak pejabat negara yang berkomentar soal isu pemakzulan. Entah siapa yang dimaksud pejabat itu, apakah Airlangga Hartarto, Ari Dwipayana, Puan Maharani, atau Mahfud MD?

Luhut menyatakan komentar itu membuat masalah isu pemakzulan menjadi besar. Ia sedih di tengah proses Pemilu yang tinggal satu bulan lagi itu gonjang-ganjing semakin dahsyat.

Sebenarnya kasihan juga Luhut Binsar Panjaitan yang baru bangun sakit sudah dibebani dengan pikiran berat. Rupanya ia tidak tega Jokowi diserang sendirian.

Jokowi – Luhut yang sulit dipisahkan boleh disebut dwi tunggal. Betapa percaya (baca: tergantung) Jokowi kepada Luhut sehingga banyak jabatan diberikan padanya. Publik menyebut Luhut sebagai menteri segala urusan. Urusan dengan China, Luhut adalah penentunya.

Duta China ini adalah orang di balik banyak proyek China di Indonesia. Ia membela keberadaan TKA asal China yang membanjir.

Isu pemakzulan Jokowi di penghujung proses Pemilu adalah terapi kejut. Bagi Petisi 100 pertemuan dengan Menko Polhukam Mahfud MD itu merupakan "surprise attack" ke jantung kekuasaan setelah berikhtiar lama mengingatkan betapa mendesak pemakzulan Jokowi itu. DPR selama ini terus saja menutup diri. Mungkin menganggap Petisi 100 itu sumier dan layak diabaikan.

Kini Istana benar-benar belepotan mengantisipasi serangan tersebut. Pemikir Istana dikeluarkan untuk melindungi. Jimly Asshiddiqie dan Yusril Ihza Mahendra berjibaku.

Pejabat menepis kemungkinan pemakzulan. Jokowi dikesankan tidak peduli padahal publik tahu sesungguhnya Jokowi panik. Keributan saat ini adalah temuan momen akibat ia memaksakan dan merekayasa puteranya Gibran Rakabuming Raka untuk dapat maju sebagai Cawapres.

Jokowi telah disodori pisau oleh Petisi 100 untuk digunakan sebagai alat bunuh diri. Segera mundur dari jabatan sebagai Presiden di bawah bayang-bayang Tap. MPR No VI tahun 2001 atau juga telah diingatkan bahwa konfigurasi partai politik di DPR harus mampu menggoyahkan arogansi dan cawe-cawe Jokowi yang merusak demokrasi dengan mulai memproses pemakzulan berdasarkan Pasal 7A UUD 1945.

Gerakan Petisi 100 akan menjadi magnet dari gumpalan keberanian rakyat untuk mendesak pemakzulan Jokowi. Mahasiswa, buruh, purnawirawan, santri, ulama, emak-emak dan elemen rakyat lainnya adalah kekuatan nyata bagi perubahan politik. Rezim Jokowi tengah mengalami pembusukan.

Ketika Jokowi semakin membabi-buta bergerak curang untuk memenangkan pasangan Prabowo – Gibran pada Pilpres 2024, maka akan semakin dahsyat gerakan pemakzulan. Rakyat tidak mungkin membiarkan pencurian, perampokan, dan bahkan pemerkosaan demokrasi oleh rezim tirani Jokowi yang dilakukan secara brutal. Jokowi harus tumbang.

Luhut yang baru "sembuh" dari sakit mengaku sedih atas keadaan ini. Dalam kondisi tidak fit ia belum bisa mengumbar emosi seperti biasanya. Sebenarnya rakyat sudah rindu pada acting Luhut yang meledak-ledak dalam mengawal atau mengendalikan Jokowi. Namun kini Luhut hanya bisa mengeluh sedih. Kasihan. (*)