Kepada Semua Capres – Cawapres 2024: “A Gentle Reminder”
Kalau Anda berniat mau membantu fakir miskin, bantulah mereka dengan ikhlas berkhidmat setiap saat bukan menjelang Pemilu yang hanya sesaat. Dengan cara demikian, barulah bangsa kami mengatakan: “Anda bermartabat dan layak menjabat.”
Oleh: Maman A Djauhari, Akademisi, Ketua Majelis Guru Besar ITB 2007-2008
SIAPKAH Anda mengurus Negara Republik Indonesia yang didirikan oleh bangsa Indonesia dengan air mata, darah dan nyawa?
Siapkah Anda memimpin bangsa Indonesia, bangsa yang mulia dan terhormat pemilik sah Negara Republik Indonesia?
Kalau Anda anak bangsa Indonesia dan Anda menjunjung tinggi kemuliaan Anda, menjunjung tinggi kemuliaan keluarga Anda dan menjunjung tinggi kemuliaan bangsa Indonesia, silakan maju untuk bertanding dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2024.
Bagi kami, anak bangsa Indonesia, kemuliaan bangsa kami adalah satu-satunya warisan leluhur yang nilainya tiada bandingan, tiada tandingan, dan harus kami pertahankan dengan darah dan nyawa sebagaimana telah dilakukan oleh para leluhur kami.
Anda sama sekali tidak menjunjung tinggi kemuliaan bangsa Indonesia apabila menjelang PEMILU, Anda/Timses/Relawan menjadi alim dadakan atau menjadi orang baik dadakan atau merakyat dadakan atau menjadi dermawan dadakan, dan mendadak tampak bersikap dan berperilaku baik.
Kalau Anda mendadak tampak bersikap dan berperilaku baik seperti itu, Anda sama sekali tidak layak mengurus Negara Republik Indonesia dan memimpin bangsa Indonesia yang sangat menjunjung tinggi kemuliaan bangsa.
Kami, anak bangsa Indonesia, sama sekali tidak rela Anda mengurus negara kami dan memimpin bangsa kami yang sangat terkenal dalam menjunjung tinggi kemuliaan bangsa apabila Anda sendiri bersikap dan berperilaku tidak mulia.
Kami, anak bangsa Indonesia, diajari oleh leluhur kami bahwa sikap dan perilaku baik seseorang, serta kemuliaan seseorang, adalah hasil gemblengan seumur hidup dan bukan hasil polesan/pencitraan.
Kami, anak bangsa Indonesia yang sangat menjunjung tinggi kemuliaan bangsa, tidak mungkin dapat mempercayai Anda apabila Anda tidak berperilaku mulia seperti menebar jaring/kail dengan umpan berupa keperluan hidup sesaat untuk menjaring/mengail suara pribumi.
Tatkala Anda mengail suara seperti itu, maka sebenarnya Anda sedang berpura-pura. Anda tak ubahnya pengemis yang berpura-pura melarat padahal hidup bak konglomerat. Anda mempunyai niat tidak sehat dan jahat.
Tatkala Anda mengail suara seperti itu, maka sebenarnya Anda sedang memperdayakan pribumi pemilik sah Republik ini. Anda bukan sedang dan mau memberdayakan pribumi. Untuk Anda ingat, kami para pribumi adalah anak kandung bangsa Indonesia pewaris sejati Ibu Pertiwi yang menjunjung tinggi kemuliaan bangsa kami.
Tatkala Anda mengail suara seperti itu, Anda tak ubahnya pengail ikan. Anda memperdayakan pribumi dengan menggunakan umpan yang tampak lezat. Di balik rasa lezat, Anda sembunyikan mata kail yang siap memberi mudlarat sepanjang hayat.
Anda pun tahu, begitu ikan menyantap umpan, mata kail langsung menancap di mulut si penyantap. Lalu ikan menjerit-jerit, meronta-ronta, menggelinjang-gelinjang untuk melepaskan diri dari tipuan si pengail. Sang ikan berontak, namun apa daya pengail punya aparat yang kukunya siap menancap kuat.
Apa lacur...! Ikan sudah tertangkap basah dan tak bisa lepas. Langsung digoreng dijadikan santapan lezat si pengail dan dinastinya plus konco-konconya yang konglomerat atau yang ingin jadi konglomerat.
Tatkala Anda menjadi pengail suara seperti itu, Anda sangatlah biadab tak beradat. Anda lebih biadab dari pengail ikan. Ketika ikan kena tipu muslihat si pengail, derita sang ikan hanya sekejap. Sebab, secepat kilat ikan mati di penggorengan sesaat setelah mengeliat.
Akan tetapi, lain halnya dengan para pengail suara dengan menggunakan umpan kebutuhan hidup sesaat. Setelah pribumi diperdaya dan kena tipu musihat pengail suara, derita bangsa tidak singkat. Lima (5) tahun hidup pribumi sengsara, terlunta-lunta, melarat menanggung akibat. Itu pun sekecil-kecilnya akibat.
Tatkala Anda mengail suara seperti itu, dengan umpan berupa uang atau sembako atau janji jabatan atau umpan lainnya, bahkan umpan berupa penampilan dan pencitraan dadakan, Anda sedang menghancur-leburkan marwah bangsa Indonesia. Apakah Anda mau disebut oleh bangsa kami sebagai penipu atau penjahat?
Tatkala Anda mengail suara seperti itu, sesungguhnyalah Anda sedang membuat hancur kultur luhur leluhur bangsa Indonesia (baca: Pancasila). Pancasila dihancur-leburkan oleh ulah Anda dengan cara menampakkan diri seperti orang baik dan berkultur. Apakah Anda mau dikenang oleh bangsa kami sebagai parasit penghancur bangsa punya martabat?
Tatkala Anda sudah Terlanjur mengail suara seperti itu, sesungguhnyalah Anda telah menghina bangsa Indonesia punya martabat. Segeralah Anda meminta maaf kepada rakyat dan bertobat sebelum terlambat.
Kami, anak bangsa yang bermartabat, pasti menerima tobat Anda untuk kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi yang mulia dan terhormat.
Kalau Anda berniat mau membantu fakir miskin, bantulah mereka dengan ikhlas berkhidmat setiap saat bukan menjelang Pemilu yang hanya sesaat. Dengan cara demikian, barulah bangsa kami mengatakan: “Anda bermartabat dan layak menjabat.”
Jangan lupa, salurkanlah bantuan Anda untuk fakir miskin melalui lembaga-lembaga resmi, netral, dan tercatat.
Salam sehat jasmani dan rohani bagi para pemilik Republik ini. (*)