Makzulkan Jokowi Tanpa Harus Dukung Prabowo

Kalimantan Tengah terancam juga oleh "invasi" China. Luhut yang dikenal sebagai "Menteri China" itu berniat menyerahkan satu juta hektar tanah di Kalimantan Tengah kepada China. Untuk lahan pertanian, katanya.

Oleh: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan

JOKO Widodo di penghujung usia kekuasaannya terus didera kecaman bahkan kutukan. Sukses merekayasa kemenangan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka tidak menyebabkan apresiasi publik meningkat atas dirinya.

Cawe-cawe Jokowi sulit untuk ditepis sekalipun dengan bantuan pertimbangan hukum Hakim MK (Mahkamah Konstitusi). Publik membaca MK tidak berdaya dan terpaksa menjalankan program Istana. Ada iming-iming dan ancaman sanksi atas pembangkangan. Begitu dugaannya.

MK babak belur. Ketua MK Suhartoyo yang pada awalnya gembar-gembor akan mengubah citra MK yang telah kehilangan kepercayaan menjadi pulih dan dipercaya kembali ternyata hanya sebatas omon-omon. Begitu pula optimisme atas kepemimpinannya yang akan membuat kejutan bersejarah, justru dirinya yang terkejut dan berkeringat dingin. Sejarah masa lalu menjadi sandera kebebasan untuk mengambil Putusan. Suhartoyo loyo dan sontoloyo.

Jokowi bersama lingkaran Istana adalah faktor kekacauan politik dan hukum. Rakyat tidak bodoh untuk dibohongi oleh peran besar Istana dalam merekayasa. Itu ujung dari kerja yang penuh dosa dan beraroma mafia. MK adalah korban mutakhir, meski tak dapat memelas atas kesalahan dan keputusan yang terpaksa. Dosa tetap harus ditanggung sendiri.

Sudah menjadi "common sense" bahwa Jokowi adalah "common enemy". Ia adalah presiden yang gagal dalam membawa rakyat bahagia dan sejahtera. Bagai katak yang menendang kaki agar dapat bergerak, maka rakyat, buruh, mahasiswa dan aparat menjadi alas tendangan agar katak bisa terus melaju.

Ramai teriakan untuk makzulkan Jokowi. Suara itu bertambah keras mendekati bulan dan hari akhir masa jabatan. Ada ketidakrelaan publik jika Jokowi berhenti secara alami. Mungkin dianggap terlalu ringan bila dosa politik yang menumpuk hanya berbalas dengan lengser secara alami. Lalu bermaaf-maafan bagai hari lebaran.

Pemakzulan adalah keniscayaan. Masih ada waktu hingga Oktober 2024. Mei hingga Oktober 2024 adalah "crucial time" bagi rakyat pendesak pemakzulan maupun bagi Jokowi sendiri. Ketika Jokowi masih Presiden, Prabowo akan berakting sebagai Presiden.

Di tengah kondisi seperti ini ada anggapan Prabowo akan berkonflik dengan Jokowi, lalu aspirasi pemakzulan Jokowi dipolakan dengan mendukung Prabowo.

Cara pandang seperti ini tentu 'myopsis' tidak benar. Jokowi dan Prabowo adalah satu. Apalagi ada Gibran dalam paket Prabowo. Jokowi adalah Prabowo, begitu juga sebaliknya. Jangan lupa, Jokowi yang menyetel agar Prabowo datang "menghadap" Xi Jinping di Beijing.

Prabowo harus diikat oleh Presiden China Jinping agar tidak liar dan tetap di bawah kendali Jokowi – Jinping. Xi adalah raksasa yang menakutkan yang bisa membuat Prabowo ciut nyali.

Adalah jebakan politik kemenangan haram Prabowo Gibran "dihalalkan" dengan berbagai dukungan yang katanya demi pemakzulan Jokowi. Sesuatu yang tidak rasional. Prabowo akan memproteksi Jokowi demi Gibran atau China.

Prabowo sendiri sering memuji setinggi langit Jokowi "sang guru" yang merakyat. Runtuhnya Jokowi jelas akan berimbas pada kekokohan Prabowo. Prabowo menjadi Presiden itu atas bantuan Jokowi. Dengan segala kecurangannya.

So, makzulkan Jokowi tanpa harus merapat dan mendukung Prabowo karena hal ini tidak adekuat. Kini, aksi rakyat melalui "people power" menjadi langkah paling efektif. Konstitusi membuka jalan. Membenahi negara harus fundamental tapi bertahap dan tahap awal itu adalah dengan pemakzulan Jokowi.

Hal ini akan berdampak pada stabilitas Prabowo Gibran sebagai pasangan haram konstitusi, haram demokrasi, dan haram hak asasi. Mayday Indonesia, situasi darurat sekarang yang harus bisa cepat diatasi. Membiarkan sama dengan menghancurkan.

Makzulkan Jokowi tanpa harus mendukung Prabowo. Ini adalah pilihan sehat.

Chinaisasi Berlanjut?

Jualan kedaulatan adalah karakter rezim Jokowi. Sepulang dari Chengdu Presiden Jokowi langsung menyerahkan 17.000 hektar Rempang Kepulauan Riau kepada China dengan modus pabrik kaca. Mungkin kaca terbesar di dunia yang akan dibuat. Jokowi telah menjadi kacamata Xi Jinping untuk melihat wilayah Indonesia yang hendak dikuasai.

Komitmen Chengdu juga menyinggung IKN Kalimantan. Lagi-Lagi Jokowi menyerahkan IKN untuk investasi China. Perencanaan boleh dirombak dan dipersilahkan dilakukan oleh China. Terbayang lahan dan bangunan kelak akan dimiliki oleh pengusaha yang terafiliasi dengan China. Ibukota Negara menjadi "China Town". Singapura baru sedang diciptakan.

Pribumi segera dikeluarkan dari area sebagaimana Melayu Rempang yang diprogramkan untuk dipindahkan. Suku-suku asli hanya akan mengisi ruang-ruang Museum. Menjadi tontonan wisata para turis China yang datang ke kota saudara-saudaranya sendiri. Kalimantan menjadi kawasan China-isasi strategis. IKN di Kalimantan Timur.

Di Kalimantan Barat, suku dominan di samping Melayu dan Dayak juga ada Tionghoa. Potensi pengembangan etnis ini cukup besar. Investasi lagi-lagi menjadi jembatan penguasaan. Provinsi Jiangsu China bersepakat menjalin kerjasama investasi untuk Kalbar. Singkawang yang berjuluk "Kota Amoy" menjadi pintu masuk.

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia sudah meyakini akan segera "groundbreaking" 4 CEO China di Kalimantan Utara. Untuk industri petrokimia, Luhut Binsar Panjaitan menagih terus realisai ini ke China. Menteri Marinves ini juga baru-baru ini membuat berita kejutan bahwa China bersiap-siap untuk membangun pabrik sendok dan garpu di Kalimantan Utara.

Kalimantan Tengah terancam juga oleh "invasi" China. Luhut yang dikenal sebagai "Menteri China" itu berniat menyerahkan satu juta hektar tanah di Kalimantan Tengah kepada China. Untuk lahan pertanian, katanya.

Gila, China mulai merambah ke sektor pertanian. Ini adalah hasil kesepakatan High Level Dialoge And Cooperation Mechanism antara RI dengan China di Labuan Bajo.

Semakin lengkap Chinaisasi yang bukan semata industrialisasi tapi tentu berdampak pada tenaga kerja dan migrasi peningkatkan populasi. Sudah program Kereta Cepat, hilirisasi Nikel, One Belt One Road, Morowali Sulawesi Tengah, Konawe Sulawesi Tenggara, kini Luhut pun menawarkan pula pengelolaan potensi laut dalam kepada China.

Chinaisasi adalah program rezim Jokowi. Kini Prabowo, sekurang-kurangnya hingga Putusan KPU adalah pelanjut Jokowi, akankah melanjutkan Chinaisasi ini? Yang jelas Prabowo sudah dipanggil untuk menghadap Xi Jinping di Beijing untuk berkomitmen melanjutkan kerjasama "two countries twin parks" Indonesia China.

Masa depan bangsa dan rakyat Indonesia dalam bahaya. Dimulai dari investasi, kemudian migrasi populasi, milisi hingga berujung pada aneksasi. Semakin dekat kolonialisasi China atas Indonesia.

Selamat menikmati kepasrahan dan kebodohan sendiri. Aneh China kok dipercaya. Komunis, Bro. (*)