Mencoba Memahami Dukungan Anies pada Pram – Doel: Melawan Penjajahan Baru di Ibu Kota Jakarta
Ibu Pertiwi merintih, memohon kepada kita untuk menjaga marwah bangsa. Dukungan kepada Pramono – Doel adalah langkah nyata untuk merebut kembali Jakarta dari tangan oligarki dan menyelamatkan demokrasi dari kehancuran.
Oleh: M. Isa Ansori, Kolumnis dan Akademisi, Tinggal di Surabaya
DUKUNGAN Anies Baswedan kepada pasangan Pramono Anung – Rano Karno/Doel bukanlah sekadar langkah politik dalam kontestasi pemilihan gubernur semata.
Ini adalah seruan perjuangan untuk menyelamatkan Ibu Pertiwi dari cengkeraman kekuasaan yang berpihak pada oligarki dan kepentingan asing. Di tengah ambisi kekuasaan Jokowi meski sudah lengser, masih terus mendominasi, langkah ini hadir sebagai perlawanan heroik atas penjajahan baru yang menjadikan Jakarta ladang eksploitasi segelintir elit dan pihak asing.
Tampaknya cawe-cawe Jokowi di Jakarta semakin menegaskan siapa saja di balik Jokowi selama ini dan kepada siapa Jokowi “berhutang budi”.
Ambisi kekuasaan yang selama ini lebih banyak berpihak pada kepentingan oligarki dan “aseng” telah menjadikan rakyat sebagai korban. Proyek strategis nasional (PSN) yang mengatasnamakan pembangunan nyatanya seringkali mengabaikan rasa keadilan sosial.
Lahan-lahan rakyat dirampas, mereka pun dimarginalkan, sementara segelintir elit terus meraup keuntungan. Jakarta, sebagai pusat kekuasaan, dijadikan alat untuk melanggengkan kekuatan oligarki. Dalam situasi ini, menyelamatkan Jakarta bukan hanya pilihan, tapi panggilan sejarah dan panggilan Ibu Pertiwi.
"Kulihat ibu pertiwi, sedang bersusah hati. Air matanya berlinang, mas intannya terkenang."
Ibu Pertiwi bersedih melihat anak-anak bangsanya kehilangan hak, kemerdekaan ekonomi, dan kedaulatan demokrasi. Dukungan Anies kepada Pramono – Doel adalah jawaban atas panggilan itu – upaya untuk menyelamatkan Ibu Kota dari cengkeraman oligarki dan melindungi rakyat kecil dari ketidakadilan.
Langkah ini bukan semata strategi politik, melainkan seruan moral untuk melawan dominasi dari kekuasaan yang tidak lagi memihak rakyat.
Jakarta tidak boleh jatuh ke tangan mereka yang hanya memandang kota ini sebagai alat untuk memperkaya diri dan kroninya. Jika dibiarkan, Ibu Kota akan kehilangan rohnya sebagai simbol keadilan sosial dan demokrasi.
Penjajahan baru yang datang melalui dominasi ekonomi, penguasaan lahan, dan manipulasi kekuasaan adalah ancaman nyata bagi masa depan bangsa ini.
Pramono – Doel adalah simbol perjuangan melawan ambisi oligarki yang terus berakar dalam kekuasaan. Mereka tidak hanya membawa harapan bagi Jakarta, tetapi juga menjadi simbol perlawanan terhadap penjajahan baru.
Dengan mendukung mereka, Anies mengirimkan pesan bahwa demokrasi sejati harus kembali ke rakyat, bukan menjadi alat para elit.
"Hutan gunung sawah lautan, simpanan kekayaan. Kini ibu sedang lara, merintih dan berdoa."
Ibu Pertiwi merintih, memohon kepada kita untuk menjaga marwah bangsa. Dukungan kepada Pramono – Doel adalah langkah nyata untuk merebut kembali Jakarta dari tangan oligarki dan menyelamatkan demokrasi dari kehancuran.
Sebagaimana para pendiri bangsa yang melawan penjajahan fisik, kita hari ini harus melawan penjajahan modern yang dilakukan oleh kekuasaan modal yang tak berjiwa.
Jakarta adalah ibu bangsa. Menyelamatkannya berarti menyelamatkan Indonesia. Dukungan ini adalah panggilan sejarah untuk kita semua, karena kemerdekaan bukan hanya tentang bebas dari penjajahan masa lalu, tetapi juga penjajahan dalam bentuk baru yang terus mengancam.
"Dukungan kepada Pramono – Doel ini adalah langkah menyelamatkan Ibu Pertiwi. Ini adalah perjuangan untuk melawan penjajahan baru. Jakarta harus tetap menjadi kota rakyat, bukan kota oligarki!" (*)