Pemenang Saja Demo, Efek Kemenangan Palsu?

Rakyat menghimpun kekuatan perjuangan bersama, baik mahasiswa, buruh, purnawirawan, aktivis, emak-emak maupun santri dan ulama. Sebaiknya batalkan saja aksi pendukung Prabowo Gibran atau silakan aksi dan siap memancing konflik horizontal.

Oleh: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan

BEREDAR di medsos undangan bagi pendukung pasangan Prabowo Gibran untuk melakukan aksi tanggal 19 dan 22 April 2024. Dalam rangka menunjukkan bahwa kemenangannya bukan kaleng-kaleng, katanya. Lucu juga kaleng ditentukan oleh demo. Ada komen munculnya seruan ini adalah gambaran atau ciri dari sebuah kegelisahan.

Khawatir kemenangannya tidak didukung Hakim MK atau memang disadari bahwa kemenangannya itu sebenarnya curang? Lazim jika aksi-aksi masyarakat selalu bersubstansi protes.

Tidak dapat menerima putusan hukum atau melawan kebijakan politik. Terkesan buang enerji kalau berdemo atas apa yang sudah dimenangkan. Apalagi kemenangan itu didukung pemerintah. Segala keberatan tentu akan mudah untuk dihadapi oleh penegak hukum atau aparat keamanan.

Pemaksaan dan pembiaran guna mobilisasasi kekuatan tandingan berisiko untuk terjadinya konflik horizontal. Sesuatu yang tentu saja ditunggu oleh pihak yang menginginkan situasi tidak kondusif. Pemerintah atau kelompok yang dimenangkan justru akan menjadi pihak yang dirugikan. Gumpalan konflik berkelanjutan adalah delegitimasi sosial dan politik atas kemenangan. Palsu.

Benarlah bahwa sesungguhnya kemenangan Prabowo Gibran itu produk dari sebuah rekayasa brutal. Sampai-sampai MK yang potensial untuk memutuskan dengan adil atas rekayasa atau kecurangan tersebut perlu untuk ditekan oleh kelompok atau sindikasi kejahatan. Mulainya dari seruan demonstrasi pendukung Prabowo Gibran pada 19 dan 22 April 2024.

Kelompok aspirasi pendukung kejujuran dan keadilan tentu akan berkata, siapa takut? Sejak awal slogan perjuangan yang digelorakan adalah lawan dan lawan. Jadi pihak ini telah siap untuk bisa menghadapi berbagai tantangan. Apalagi dengan slogan heroik "curang perang".

Benih situasi hangat bahkan panas telah disulut sendiri. Tercipta oleh kebodohan dan ketakutan bayang-bayang. Perlawanan terhadap kecurangan tentu memiliki landasan moral, etika dan politik yang jauh lebih kuat. Apalagi kini amunisi "Amicus Curiae" menjadi sahabat penggempur.

Amicus Curiae sebagai pekik keadilan masyarakat merupakan fenomena baru untuk peradilan MK. Lebih dari 20 kasus pengajuan, baik perorangan maupun kelompok yang menuangkan perasaan hukum dan keadilan kehadapan Hakim MK.

Ini peristiwa bersejarah yang harus menjadi perhatian Hakim MK sebagaimana diatur Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Perang hukum bisa bergeser ke tingkat kerusuhan politik jika memang dianggap enteng atau MK memutuskan tidak adil.

Demonstrasi adalah perang aksi. Oposisi sudah terbiasa dan terbina dalam pembinaan peserta aksi. Sementara lawan belum teruji apalagi jika hanya mengandalkan materi.

Pengerahan massa aksi dari pendukung Prabowo Gibran hanya akan memancing percepatan keruntuhan Jokowi dan pemukul balik bagi Prabowo. Keduanya akan babak belur. Gumpalan perlawanan akan semakin dahsyat.

Rakyat menghimpun kekuatan perjuangan bersama, baik mahasiswa, buruh, purnawirawan, aktivis, emak-emak maupun santri dan ulama. Sebaiknya batalkan saja aksi pendukung Prabowo Gibran atau silakan aksi dan siap memancing konflik horizontal.

Pemenang saja demo, efek dari kemenangan palsu? (*)