Pilgub Jakarta: Perang Bubat, Anies Baswedan, PDIP, dan Megawati Melawan Jokowi

Pilgub Jakarta 2024 bukan sekadar pemilihan lokal, melainkan panggung untuk menentukan arah demokrasi Indonesia. Anies dan PDIP telah menjawab panggilan sejarah, memimpin perjuangan melawan "kejahatan terorganisir" yang telah menjangkiti negeri ini.

Oleh: M. Isa Ansori, Kolumnis dan Akademisi, Tinggal di Surabaya

AMBISI kekuasaan Joko Widodo ternyata tak reda juga paska ajal kekuasaannya memasuki hari ke- 34 menjelang 40 harinya. Sebagai mantan presiden, seharusnya Jokowi memperoleh penghormatan dari rakyat, namun faktanya Jokowi malah mulai menjadi buruan rakyat, bahkan emak-emak sampai mengejarnya ke Solo.

Tuntutan Mahasiswa juga tak berhenti yang menuntut agar Jokowi dan kroni-kroninya ditangkap dan diadili. Seolah menjadi penanda bahwa ada dosa dan kejahatan yang dilakukan oleh Jokowi selama 10 tahun menjadi presiden.

Sikap dan ambisi Jokowi untuk terus berkuasa dan berlagak seolah-seolah masih tetap sebagai presiden ini membahayakan demokrasi Indonesia. Hal inilah yang membuat para lawan politiknya terpanggil untuk menghentikan kejahatan demokrasi yang dilakukan. Sebagaimana yang terjadi di Pilgub Jakarta 2024.

Pilgub Jakarta kali ini menyerupai kisah epik Perang Bubat – pertempuran antara kebenaran dan kejahatan, antara martabat dan pengkhianatan. Di panggung politik, Anies Baswedan yang dikenal sebagai simbol perubahan, memutuskan langkah berani mendukung pasangan Pramono Anung dan Rano Karno Si Doel Anak Betawi.

Dukungan ini hadir sebagai respons terhadap pernyataan mengejutkan Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDIP, yang dalam podcast Akbar Faizal mengungkap bahwa di balik kriminalisasi terhadap Anies, terdapat campur tangan langsung dari Presiden Jokowi.

Hasto menyatakan bahwa dirinya mendengar langsung dari Jokowi tentang upaya menggunakan instrumen hukum dan kekuasaan untuk menjatuhkan lawan politik, termasuk Anies.

Pernyataan ini mempertegas narasi yang selama ini mencuat: bahwa Jokowi tengah menjalankan strategi Machiavellian, menggunakan segala cara untuk mempertahankan cengkeraman kekuasaan. Tindakan seperti ini jelas membahayakan demokrasi, sebuah tatanan yang dibangun dengan susah payah sejak reformasi.

Sebagai "anak kandung reformasi", PDIP di bawah Megawati Soekarnoputri dan Anies Baswedan kini bersatu dalam panggilan sejarah untuk melawan hegemoni kekuasaan yang korup. Jokowi ini, yang dulunya dielu-elukan sebagai pemimpin rakyat, kini berubah menjadi sosok yang seenaknya memanfaatkan hukum sebagai alat politik.

Pilgub Jakarta, yang seharusnya menjadi arena adu gagasan untuk rakyat ibu kota, kini menjadi medan perang yang menggugah kesadaran nasional.

Seperti dalam Perang Bubat, di mana pertempuran dipicu oleh pengkhianatan politik dan ambisi kekuasaan, Pilgub Jakarta 2024 adalah simbol perlawanan melawan kebobrokan. Jokowi telah menjadikan politik sebagai ladang pertempuran pribadi, yang melibatkan instrumen hukum dan kekuasaan untuk menekan mereka yang berbeda pandangan.

Namun, tindakan ini justru membangkitkan perlawanan yang lebih besar.

Bagi Anies dan PDIP, demokrasi bukan sekadar formalitas, melainkan fondasi untuk melindungi hak rakyat dan martabat bangsa. Mereka telah menyadari bahwa jika Jokowi tidak dihentikan, demokrasi Indonesia akan kehilangan arah, berubah menjadi oligarki yang hanya melayani kepentingan untuk segelintir orang.

Dukungan Anies kepada Pramono – Rano adalah langkah strategis untuk mengembalikan Jakarta ke tangan rakyat, menjadikannya simbol perlawanan pada oligarki dan kekuasaan absolut. Seperti Gajah Mada yang bertempur demi ambisi besar dalam Perang Bubat, Jokowi juga kini menghadapi kekuatan besar yang bersatu melawannya.

Pilgub Jakarta 2024 bukan sekadar pemilihan lokal, melainkan panggung untuk menentukan arah demokrasi Indonesia. Anies dan PDIP telah menjawab panggilan sejarah, memimpin perjuangan melawan "kejahatan terorganisir" yang telah menjangkiti negeri ini.

Jika sejarah benar-benar akan berulang, maka pertempuran ini akan menjadi awal kemenangan rakyat dalam melawan hegemoni penguasa.

Demokrasi harus menang. Jakarta harus menjadi medan juang yang membebaskan bangsa dari jerat Machiavellianisme dan membuka jalan bagi Indonesia yang lebih adil dan bermartabat.

Dukungan Anies terhadap Pram dan Rano yang secara terbuka disampaikan dan kesiapan Hasto, Sekjend PDIP menghadapi segala konsekwensi terhadap apa yang dia sampaikan, seolah menjadi penegasan, bahwa Jakarta Menyala akan bermakna bahwa Rakyat Jakarta siap bertempur untuk menghadapi kejahatan demokrasi Jokowi dan kroni-kroninya, Selamatkan Jakarta! (*)