Pilpres 2024 Liar dan Brutal

Seorang negarawan memiliki strategi menuntun kontak yang terus-menerus antara keadaan yang berbeda. Memiliki pengetahuan praktis dalam bentuknya yang paling tinggi menjaga ketertiban, kedamaian, ketentraman, keutuhan, dan stabilitas negara.

Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih

AKUI segalanya dan apa adanya. Jangan merekayasa politik di luar akal sehatnya atau melakukan apapun hanya karena remote kekuatan yang lebih besar di atas kemampuan kontrol dirinya.

Halusinasinya sukses masa lalunya, dengan segala cara curang tidak akan bisa diulang kembali dengan cara yang sama dalam kondisi dan situasi yang sudah berbeda.

Mempertahankan kekuasaan secara membabi-buta dengan menempuh strategi yang sangat buruk, yaitu bermanuver dengan mempertahankan kekuasaannya dengan segala cara, hanya untuk bisa mempertahankan papan caturnya akan berakibat fatal bagi dirinya.

Dia merasa masih memiliki kekuasaan dan mengendalikan semua kekuatan negara, Pilpres 2024 dirusak dengan brutal, semua aturan konstitusi ditabrak dan dilibas dengan dalih strategis kemenangan satu putaran, angka kemenangan sudah ditentukan sebelum Pilpres 2024 dilaksanakan.

Strategi sejati bersifat psikologis, urusan kecerdasan bukan kekuatan uang atau material. Pilpres terkesan hanya aksesoris, berakibat situasi dan kondisi tak terelakkan memburuk pertikaian, gaduh akibat kecurangan yang terjadi dengan telanjang.

Presiden Joko Widodo sudah terperangkap dan harus memenangkan anaknya, Gibran Rakabuming Raka, sebagai cawapres.

Berpikir strategi itu sulit dan tidak alami. Jokowi dalam menjalankan strategi politiknya asal menang menempuh cara brutal. Fakta kebijakan politiknya sangat jauh sebagai ahli strategi, tetapi hanya pekerja politik barbar yang liar dan asal asalan.

Sibuk mengatur kekuasaan dinastinya, bisa berakhir menimbulkan perlawanan rakyat yang makin meluas berpotensi akan berubah menjadi kerusuhan nasional.

Seorang negarawan menjalankan kerja taktis itu berat dan membumi, seorang ahli strategi itu berkaki ringan dan sanggup melihat dengan pandangan jauh dan luas dalam mengelola dan mengendalikan negara dengan hati-hati, arif, bijaksana, tidak dengan cara yang ugal-ugalan.

Seorang negarawan memiliki strategi menuntun kontak yang terus-menerus antara keadaan yang berbeda. Memiliki pengetahuan praktis dalam bentuknya yang paling tinggi menjaga ketertiban, kedamaian, ketentraman, keutuhan, dan stabilitas negara.

Diakhir masa jabatannya sebagai presiden, Jokowi kehilangan kendali. Dalam ketakutan dan kepanikan nya atas resiko hukum yang akan menimpanya. Membuat politik dinasti mengira akan bisa melindung dirinya. Yang terjadi justru akan memperburuk nasib akhir politiknya. (*)