Pilpres Pasti Curang: Makzulkan Jokowi!

Rakyat sulit berharap Pemilu akan jujur dan adil atau terbebas dari kecurangan selama Jokowi menjadi Presiden. Ini karena ada putera tercinta yang harus dibantu kemenangannya serta keinginan untuk melanggengkan kekuasaan melalui tangan pelanjutnya.

Oleh: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan

KETUA DPR RI Puan Maharani yang merespons usulan pemakzulan Joko Widodo alias Jokowi dengan pernyataan akan melihat urgensinya adalah bijak. Supaya obyektif memang DPR harus mengagendakan segera waktu untuk menerima aspirasi dari rakyat Indonesia, khususnya yang disampaikan oleh kelompok "pemakzulan" Petisi 100. Surat pengajuan ulang untuk penyampaian aspirasi sudah dikirimkan.

Salah satu urgensi yang patut dipertimbangkan adalah kecurangan yang dilakukan Jokowi. Sebagai Presiden, ia mampu menggalang dan mengonsolidasikan banyak hal untuk menyukseskan Capres – Cawapres dukungannya. Pernyataan bahwa Jokowi akan bersikap netral itu tidak terbukti dalam kenyataan. Publik menilai pernyataannya itu bullshit, omong kosong. Jokowi munafik.

Jokowi telah merekayasa MK melalui adik iparnya Anwar Usman yang menjabat Ketua MK untuk meloloskan anaknya Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres. Ini adalah produk kecurangan. “Anak haram Konstitusi”. Gibran pun berkeliaran sebagai Cawapres pasangan Prabowo Subianto. Sanksi plintat-plintut Ketua MK membuka peluang untuk kecurangan berkelanjutan.

Jokowi deklarasi akan cawe-cawe dan itu ia sudah buktikan. Membuka ruang Istana sebagai "posko pemenangan", memobilisasi Kepala Desa dan aparatur di daerah agar menyokong Prabowo-Gibran, penurunan baliho secara tak adil, pertemuan spesial dengan Prabowo dan Ketum partai pendukung, serta bansos bersumber dari APBN juga diarahkan untuk mendukung Prabowo-Gibran. Jokowi telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan.

Pilpres 2024 bukan diprediksi akan curang, tetapi sudah mulai curang. Akan bermain pada otak atik jumlah suara. Kecurangan berkelanjutan Jokowi jelas membahayakan demokrasi, mempraktekan prinsip menghalalkan segala cara, serta menginjak asas Pemilu jujur dan adil. Jokowi menjadi biang keladi dari kehancuran Pemilu khususnya Pilpres. Jokowi adalah penjahat politik dan penghianat bangsa.

Pemilu tanpa Jokowi sangat urgeni jika ingin Pemilu berjalan demokratis. Pemulihan asas kedaulatan rakyat dapat dimulai. Jokowi harus dimakzulkan sebelum Pemilu. Mendesak dan menciptakan kondisi agar Jokowi mundur adalah opsi terbaik. Konfigurasi kekuatan politik kepartaian dapat mendorong Jokowi mundur atau dimundurkan. Rakyat pasti mendukung.

Jika Pemilu berjalan tanpa Jokowi atau Jokowi sudah dimakzulkan, maka iklim politik bergerak ke arah yang lebih sehat. Beberapa aspek konstruktif yang diakibatkan, yaitu :

Pertama, kontestan Pilpres tetap dapat bertarung "apa adanya", tidak ada pihak yang bisa secara licik memanfaatkan fasilitas negara. Korupsi dan pemborosan terantisipasi. Jokowi sudah "mati" dan politik dinasti terhenti.

Kedua, partai politik dan Ketum yang tersandera dapat terbebas dari cengkeraman Jokowi. Dan bahkan, sebaliknya bisa mulai untuk membongkar kejahatannya. Menyeret Jokowi ke meja hijau, memproses hukum agar ia dapat mempertanggungjawabkan semua perbuatannya.

Ketiga, TNI dan Polri kembali pada tugas dan fungsinya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Tidak menjadi alat kepanjangan tangan dan kepentingan politik seorang Presiden. Pelaksanaan asas jujur dan adil Pemilu lebih terjamin.

Rakyat sulit berharap Pemilu akan jujur dan adil atau terbebas dari kecurangan selama Jokowi menjadi Presiden. Ini karena ada putera tercinta yang harus dibantu kemenangannya serta keinginan untuk melanggengkan kekuasaan melalui tangan pelanjutnya.

Pilpres sudah pasti curang, karenanya sangat mendesak untuk segera memakzulkan Jokowi. Jokowi adalah malapetaka bagi rakyat, bangsa dan negara Indonesia. (*)