PKS Menuju Partai Munafik

Ketika PDIP disandera rezim sehingga tidak mampu berkata dan berbuat banyak, ketika Airlangga Hartarto didesak untuk mundur atas sandera hebat dirinya dan Partai Golkar, maka saat itu PKS justru sedang menyodor-nyodorkan diri agar disandera.

Oleh: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan

DALAM agama Islam munafik itu perbuatan yang hina dan dikutuk Allah. Orang yang kafir terang-terangan ternyata "lebih terhormat" dibandingkan orang yang mengaku muslim, dan bahkan mu'min, namun hatinya berpindah-pindah. Karakter yang tidak ajeg. Tergoda oleh urusan dunia, baik harta maupun tahta. Munafik namanya.

QS An Nisa 145 mengingatkan posisi paling buruk dari perilaku munafik itu.

"Innal munafiqiina fied darkil asfali minannaar. Walan tajida lahum nashiiro". (Sesungguhnya orang munafik itu berada di tempat paling bawah dari Neraka. Dan kamu tidak mendapatkan seorang pun penolong bagi mereka).

Kita tentu bukan berbicara tentang PKS di Neraka tetapi sikap mental istiqomah yang senantiasa diperlukan sebagai keyakinan bahwa pertolongan itu datang dari Allah, bukan selainnya.

Ayat di atas mengingatkan jangan sampai kemunafikan itu membawa siapa dan apapun ke tempat yang terhina.

PKS sendiri kini disorot karena mengecewakan rakyat atau umat atas sikap teguh yang biasanya mampu berlawanan dengan arus utama. Kini berubah menjadi ikut bersama arus itu seolah lupa pada keyakinan bahwa ketika lepas pegangan dari Allah, maka Allah akan melepas pegangan-Nya.

Abu Hanifah saat kecil berdebat dengan atheis dewasa, menjawab tentang bukti Tuhan ada dan berkuasa. Untuk Tuhan ada tapi di mana, maka jawaban Abu Hanifah adalah apakah tuan Dahria hidup? Ya, karena ada nyawa. Nah di mana nyawa ada, di kepala, dada, paha? Dahria tak mampu menjawab. Tuhan itu ada meski tanpa tahu di mana.

Saat debat Dahria berdiri di mimbar, Abu Hanifah di bawah. Abu Hanifah meminta "gantian" dia yang di mimbar, Dahria di bawah. Baru ia akan menjawab tentang kekuasaan Allah. Dahria setuju berganti. Abu Hanifah dari mimbar mengatakan "Inilah bukti kekuasaan Allah", kini anak kecil di atas mimbar, Dahria atheis di bawah. Allah telah menunjukkan kekuasaan-Nya.

PKS yang bagus dan sudah berada "di atas" dalam keteguhan prinsip, dikhawatirkan dengan mudah Allah jungkirkan menjadi "di bawah". PKS yang kehilangan simpati dari akar rumput.

Tiga fenomena "perubahan" PKS, yaitu di Sumut mendukung Bobby Nasution mantu Joko Widodo, di Solo berakrab-akrab dengan PSI Kaesang Pangarep, anak Jokowi, di Jakarta PKS cenderung melepas Anies Baswedan dan bergabung dengan KIM untuk dukung Ridwan Kamil.

Tentu PKS memiliki sejumlah alasan, tetapi fenomena politik yang terjadi tersebut telah mengubah simpati umat atau pendukung.

PKS masuk dalam ruang "hitung-hitungan" murahan sejalan dengan isu-isu "mahar" yang sering diajukan PKS untuk dukungan partainya. Inilah yang dimaksud pergeseran dari keajegan yang selama ini dipertahankan. Kini keajegan itu telah runtuh. PKS pun sedang bergerak menuju partai munafik.

Sukses menyelamatkan kepercayaan rakyat kepada partai politik untuk tetap menjadi kekuatan infrastruktur politik, penyalur aspirasi rakyat dan umat.

Sekarang rontok dan berubah untuk bersama-sama partai politik lain menempatkan diri pada kedudukan bagian dari suprastruktur politik. Bahkan telah menjadi alat dari kepentingan politik pemerintah. Rakyat yang semakin dijauhi.

Secara keseluruhan partai-partai politik telah merebut kedaulatan dari rakyat. Mencuri, dan bahkan menjadi perampok. Menipu untuk sokongan suara setelah itu kabur dan berkhianat.

Mungkin telah sampai pada saatnya bahwa partai politik bersama rezim itu berposisi sebagai musuh rakyat.

Khusus Jakarta, menjegal Anies untuk maju dalam Pilkada adalah kejahatan politik. PKS yang telah menjadi bagian dari penggagalan tersebut dinilai telah ikut berkontribusi dalam melakukan kejahatan politik.

Masih ada waktu untuk konfigurasi politik sehat PKS. Kembali kepada khittah perjuangan mewakili aspirasi rakyat yang tertindas oleh kekuasaan zalim.

Ketika PDIP disandera rezim sehingga tidak mampu berkata dan berbuat banyak, ketika Airlangga Hartarto didesak untuk mundur atas sandera hebat dirinya dan Partai Golkar, maka saat itu PKS justru sedang menyodor-nyodorkan diri agar disandera.

Jika tidak kembali dan bertaubat, PKS sedang bergerak dan meluncur menuju status sebagai partai munafik. (*)