Politik Panas Dimulai

Keputusan KPU adalah politik panas. Politik panas yang membakar moral dan etika. Curang yang dilegitimasi. Musuh rakyat bersama ke depan adalah Jokowi bersama Prabowo Gibran dalam satu paket.

Oleh: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan

MEMBAKAR ogoh-ogoh dengan gambar Joko Widodo bertuliskan "Turunkan dan Adili Jokowi" dilakukan pendemo pada tanggal 18 Maret 2024 malam. Front Penegak Daulat Rakyat (F-PDR) sebagai penyelenggara aksi mengawali pemanasan dengan membakar ban-ban bekas. Asap terus membumbung.

Orasi pun menanas baik yang disampaikan oleh Korlap Mayjen TNI Purn Soenarko, mantan Danjen Kopassus, maupun pembicara lain seperti Letjen Mar Purn Suharto, KH Muhyidin MA, DR. Marwan Batubara, Rizal Fadillah, Hj Nurdiati Akma, DR. Refly Harun, Eddy Mulyadi dan ulama, cendekiwan serta aktivis lainnya.

Aksi di depan kantor KPU tersebut menuntut empat ha,l yaitu penolakan hasil pemilu curang, audit forensik sistem IT KPU, diskualfikasi pasangan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka serta tangkap dan adili Komisioner KPU. Pembakaran baliho Jokowi juga disertai foto Ketua KPU, Ketua Bawaslu, dan mantan Ketua MK Anwar Usman. Empat foto figur di atas dibakar massa.

Pada aksi 19 Maret 2024 di depan gedung DPR/MPR diikuti massa yang jauh lebih banyak, juga dipanasi oleh bakaran ban-ban bekas. Presidium Gerakan Penegak Kedaulatan Rakyat (GPKR) bergantian berorasi yang diantarkan Prof Din Syamsuddin. Ada Prof Wahab, Prof Dindin Damanhuri, Adhi Massardi, KH Athian Ali Da'i, DR. Abdulllah Hehamahua, Jenderal Purn Fahrur Rozi, Jumhur Hidayat dan lainnya.

Setelah hadir dan berorasi di Mobil Komando, dua anggota DPR dari Fraksi PDIP Adian Napitupulu dan Masinton Pasaribu mengundang 15 perwakilan pendemo hadir di ruang Fraksi PDIP untuk membahas Hak Angket desakan pengunjuk rasa. Fraksi PDIP berjanji untuk menindaklanjuti segera dan membicarakan Hak Angket tersebut dengan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Di luar, aksi berlanjut hingga malam hari dengan "ritual" pembakaran baliho Jokowi yang dinilai sebagai bapak perusakan demokrasi di Indonesia. Menjelang akhir aksi terjadi bentrokan pengunjuk rasa dengan aparat. Aktivis Nico Silalahi ditangkap dan dipukuli. Beberapa pengunjuk rasa lainnya juga ditangkap. Aparat tampaknya telah menerima instruksi agar bertindak represif.

Tanggal 20 Maret 2020 massa kembali mendatangi KPU. Pengumuman baru pukul 10 malam. Masuk waktu larangan untuk berunjuk rasa. Aneh SK salah tanggal, dibacakan tanpa konsep matang, diskors setengah jam, Sirekap tidak disebut. Memang Putusan layak berpredikat abal-abal cermin dari Pemilu yang super butut. KPU adalah penjahat.

Kemenangan 58,59 persen berbanding 24,95 dan 16,47 persen yang tidak jauh berbeda dari angka bualan Quick Count menjadi bukti bahwa Komisioner KPU bekerja TSM. Sejarah tentu mencatat. Perlawanan hukum masih ada MK, perlawanan politik penggunaan Hak Angket. Rakyat tetap akan terus beraksi.

Keputusan KPU adalah politik panas. Politik panas yang membakar moral dan etika. Curang yang dilegitimasi. Musuh rakyat bersama ke depan adalah Jokowi bersama Prabowo Gibran dalam satu paket.

Hingga bulan Oktober adalah waktu untuk bakar-bakaran. Mulai dari ban dan baliho. Entah nanti ujungnya apa.

Rakyat sulit untuk menerima proses dan hasil yang tidak jujur. Menghalalkan segala cara adalah perilaku rezim otoriter, rezim tidak bermoral, rezim komunis. Politik panas telah dipantik oleh rezim Jokowi sendiri. Rakyat hanya sekedar mereaksi. (*)