Prabowo, Demokrasi, dan Oligarki

Sebagai negara demokrasi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia diharapkan menjadi contoh bagi negara-negara lain di kawasan dalam hal penerapan nilai-nilai demokrasi. Namun, jika demokrasi Indonesia dirusak oleh oligarki, hal ini akan melemahkan posisi moral Indonesia sebagai pemimpin kawasan yang demokratis.

Oleh: Radhar Tribaskoro, Komite Eksekutif KAMI (Komite Aksi Menyelamatkan Indonesia)

PRABOWO Subianto mengatakan dalam sebuah pidatonya bahwa tujuan tertinggi dari negara kita adalah survival atau keberlangsungan hidupnya. Dengan sudut pandang itu Prabowo menggariskan strategi pemerintahannya secara berbeda dibanding pendahulunya. Bila Soekarno menekankan dominasi politik dalam negeri sebagai penggerak pemerintahan, maka Suharto memilih ekonomi. Lima presiden berikutnya mengikuti jalan Suharto.

Adapun Prabowo sendiri bermaksud melampaui semua pendahulunya. Dengan mengatakan bahwa survival negara adalah tujuan tertinggi Prabowo meletakkan keberadaan Indonesia di tengah dunia sebagai central issue, sebagai penggerak perubahan.

Untuk memeriksa strategi Prabowo tersebut kita akan bertanya bagaimana kedudukan Indonesia di tengah percaturan dunia sekarang ini?

John Mearsheimer mengatakan bahwa sistem internasional adalah anarki, tak ada otoritas tertinggi yang mengatur negara-negara. Dalam anarki ini, negara-negara harus mengandalkan diri mereka sendiri untuk bertahan hidup (survive).

Selanjutnya Mearsheimer mengatakan, negara-negara besar harus menjadi pemimpin kawasan, mereka berperan dalam menciptakan kestabilan politik di kawasan. Dengan kestabilan itu orang merasa aman berinvestasi dan dengan demikian para investor pun akan datang. Hal itu yang terjadi dengan Amerika Serikat dan kestabilan di Eropa Barat, Inggris dengan Pax Britannica dan China dengan Asia Timur.

Strategi Bertahan Hidup

Indonesia sebagai negara berkembang memiliki penduduk, sekaligus pasar, dan kekayaan alam yang besar. Dalam sistem logistik dunia Indonesia juga berada di persimpangan strategis yang menghubungkan timur dan barat, selatan dan utara dunia.

Walau tidak sebesar AS, China dan Rusia, Indonesia telah membangun kerjasama negara-negara di Asia Tenggara, menjadi anggota G20 dan menginisiasi sejumlah kerjasama lain di Pasifik. Berkaitan dengan perannya sebagai pemimpin ASEAN di kawasan Asia Tenggara sekarang terdapat ancaman konflik di Laut China Selatan dan perang sipil di Myanmar.

Selain membangun aliansi kawasan, Mearsheimer juga meletakkan kekuatan militer sebagai elemen esensial pada pemimpin kawasan. Indonesia membutuhkan peningkatan kekuatan militer tetapi pengembangan hendaknya tidak mencemaskan negara lain. Indonesia perlu menekankan bahwa peningkatan kekuatan militer Indonesia adalah untuk tujuan damai, bukan tujuan agresif.

Peningkatan kekuatan militer dan ekonomi, lalu dengan sendirinya meningkatkan kekuatan politik, tidak pelak akan menimbulkan kecurigaan bagi negara-negara lain. Berkaitan dengan itu, Prabowo perlu membangun citra-diri sebagai super-cooperator, atau tokoh dunia yang bersedia bekerjasama dengan siapa saja untuk menjamin perdamaian dan memastikan stabilitas keamanan dan politik di kawasan dan di dunia serta mengurangi ancaman dari negara lain.

Kawasan yang stabil adalah persyaratan utama pembangunan ekonomi. Semua negara-negara di kawasan dapat memanfaatkan arus masuk modal asing untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan, yang pada akhirnya membantu mereka menjadi negara-negara yang lebih maju secara ekonomi.

Maka, sekali lagi, fokus pemerintahan Prabowo sepertinya akan ia letakkan pada politik luar negeri. Prabowo ingin Indonesia menjadi negara terhormat yang penting dan menentukan di kancah global, terutama dengan menjamin kestabilan di Asia Tenggara bahkan dunia.

Persoalannya kemudian, bagaimana dunia mengakui bahwa Indonesia memiliki integritas dan kredibilitas untuk itu?

Kriteria Pemimpin Kawasan

Tiga kriteria utama yang sering dianggap penting untuk seorang pemimpin kawasan adalah:

Pertama, seorang pemimpin kawasan harus memiliki visi strategis yang jelas untuk masa depan kawasan tersebut, serta pemahaman yang mendalam tentang dinamika global dan regional yang mempengaruhi kawasan. Ini termasuk kemampuan untuk merespons perubahan geopolitik, ekonomi, dan sosial yang terjadi di skala global.

Kedua, seorang pemimpin kawasan harus meniliki kredibilitas dan integritas sebagai dasar dari kepemimpinan yang efektif. Pemimpin kawasan harus dihormati, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, dan mampu mempertahankan reputasi yang baik melalui tindakan yang konsisten, transparan, dan bertanggung jawab. Hal ini penting untuk membangun kepercayaan di antara para pemangku kepentingan di kawasan tersebut.

Termasuk di dalam integritas pemimpin kawasan adalah memelihara nilai-nilai kehidupan seperti kebebasan, kesetaraan, keadilan dan hak-hak asasi manusia. Pertama-tama integritas itu harus ditunjukkan di dalam negeri. Akan sangat ironis bila seorang pemimpin kawasan mempromosikan nilai keadilan dan kesetaraan sementara di dalam negeri nilai-nilai itu dipersoalkan bahkan menjadi komflik sosial.

Terakhir, seorang pemimpin kawasan harus memiliki keterampilan diplomasi yang kuat dan mampu membangun kerja sama yang efektif dengan negara-negara tetangga dan organisasi regional. Ini melibatkan kemampuan untuk menegosiasikan perjanjian, menyelesaikan konflik, dan mendorong inisiatif-inisiatif yang menguntungkan kawasan secara keseluruhan.

Prabowo dan Demokrasi

Lepas dari semua syarat yang dikemukakan di atas, pendekatan kepemimpinan kawasan sangat membutuhkan intelejensia, kebijakan yang disarikan dari pengalaman hidup yang kaya, keberanian melakukan terobosan, dan ketulusan untuk menjalain hubungan kerjasama dengan siapa saja tanpa kecuali. Prabowo memiliki semua kapasitas itu.

Tinggal satu hal yang ia butuhkan: memastikan bahwa seluruh kekuatan di dalam negeri (harus) mendukung semua langkahnya di luar negeri. Pencapaian kestabilan politik di kawasan, tidak bisa tidak, harus dimulai dari dalam negeri.

Oleh karena itu, pertama-tama Prabowo harus menegakkan keadilan dan kesetaraan di dalam negeri. Dalam hal ini, keadilan substansial lebih penting daripada keadilan prosedural; legitimasi lebih penting dari legalitas; kepercayaan dan partisipasi publik hanya bisa diraih dari transparansi dan akuntabilitas.

Tanpa semua itu, apapun ucapan Prabowo hanya akan dianggap omon-omon. Orang tidak melihat ada kupu-kupu yang cantik, tetapi kepompong tanpa isi.

Prabowo dan Oligarki

Oligarki adalah fitur paling menonjol dari rejim Joko Widodo. Menjadi pertanyaan, setelah Prabowo definitif menggantikan Jokowi sebagai presiden, bagaimana peran mereka dalam konstruksi visioner Prabowo sebagaimana dijelaskan di atas? Ada 3 dampak oligarki kepada visi Indonesia Pemimpin Kawasan. Ketiga dampak itu adalah:

Pertama, oligarki cenderung memperburuk ketimpangan ekonomi dan sosial karena kekayaan dan kekuasaan terkonsentrasi di tangan sekelompok kecil elit. Oligarki bisa mengakibatkan ketidakadilan yang semakin dalam di masyarakat, di mana sebagian besar populasi merasa terpinggirkan dan tidak mendapatkan manfaat dari pertumbuhan ekonomi.

Untuk menjadi pemimpin kawasan yang kuat, Indonesia perlu menunjukkan model pembangunan yang inklusif dan adil. Jika ketimpangan yang dihasilkan oleh oligarki terus meningkat, ini dapat merusak stabilitas sosial dan mengurangi daya tarik Indonesia sebagai pemimpin yang adil dan progresif di kawasan. Negara-negara tetangga mungkin melihat Indonesia sebagai contoh yang tidak patut ditiru, dan ini dapat melemahkan pengaruh Indonesia di Asia Tenggara.

Kedua, oligarki sering kali berkaitan erat dengan korupsi, karena kekayaan yang besar memberi oligark kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah demi keuntungan pribadi atau kelompok. Ini dapat merusak institusi demokrasi, mengurangi akuntabilitas, dan menciptakan budaya di mana hukum dapat dibeli.

Dalam upaya untuk menjadi pemimpin kawasan, Indonesia harus memperkuat tata kelola yang baik dan memperjuangkan transparansi.

Jika korupsi yang dipicu oleh oligarki merajalela, Indonesia akan menghadapi tantangan serius ini dalam membangun kredibilitasnya sebagai negara yang dapat dipercaya dan sebagai teladan bagi negara-negara lain di kawasan. Korupsi yang meluas juga bisa menghambat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan mengurangi daya saing Indonesia di tingkat regional dan global.

Ketiga, oligarki dapat mengancam legitimasi demokrasi dengan memanipulasi proses politik untuk mempertahankan kekuasaan mereka. Ini sering dilakukan melalui penguasaan media, pendanaan politik, atau pengaruh terhadap proses legislasi. Akibatnya, proses demokrasi menjadi semakin tidak representatif, dan kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi menurun.

Sebagai negara demokrasi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia diharapkan menjadi contoh bagi negara-negara lain di kawasan dalam hal penerapan nilai-nilai demokrasi. Namun, jika demokrasi Indonesia dirusak oleh oligarki, hal ini akan melemahkan posisi moral Indonesia sebagai pemimpin kawasan yang demokratis.

Negara-negara lain mungkin meragukan komitmen Indonesia terhadap demokrasi dan melihatnya sebagai negara yang lebih mirip dengan sistem otoriter yang mereka hindari. (*) .