Putusan MK 60 Tahun 2024 Berpotensi Menjadi Turbulensi Politik Bagi KIM Plus dan Jokowi

Walaupun tiga parpol sudah meninggalkan Anies dan deklarasi mendukung Ridwan Kamil, namun bisa saja PKS, PKB dan NasDem mencabut dukungan dan mendaftarkan Anies tanggal 27 Agustus 2024 nanti ke KPU Jakarta.

Oleh: Selamat Ginting, Pengamat Politik dan Militer Universitas Nasional (UNAS) Jakarta

PUTUSAN MK ini sangat mengejutkan karena keluar satu hari setelah Deklarasi KIM Plus Koalisi Perubahan yang mendukung Ridwan Kamil dan Suswono. Dengan bergulirnya Putusan MK Nomor 60 Tahun 2024 ini tentu saja peta politik berubah karena seperti PDIP bisa mengusung sendirian, begitu juga partai-partai lain.

Atau, barangkali PDIP bisa berpikir ulang untuk mengajukan kader partainya sendiri.

PDIP bisa saja mendukung Anies Baswedan karena elektabilitas tinggi sekali dan tidak tertandingi sehingga dia bisa memasangkan dengan Prasetyo Edi Marsudi, Rano Karno, dan bahkan dengan Hendrar Prihadi. Itu juga bisa dilakukan.

Tinggal PDIP mempertimbangkan 3 kader yang paling cocok mendampingi Anies Baswedan. Tapi PDIP bisa saja mengusung kadernya sendiri seperti Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok untuk dimajukan. Tinggal PDIP memutuskan secara bijaksana.

Di sisi lain, bisa saja KIM Plus bakal ditinggalkan Koalisi Perubahan dengan menarik adalah diri karena Deklarasinya satu hari sebelum putusan MK keluar.

Jangan-jangan memang mereka sudah mengetahui, ada beberapa elit yang mengetahui bahwa putusan MK ini akan keluar seperti itu yang memungkinkan partai-partai yang diputuskan MK itu bisa maju mengusungnya tanpa harus memperoleh 22 kursi atau 20% dari suara.

Nah yang menarik adalah Partai Gelora yang berada di Koalisi Indonesia Maju membuka pintu bagi Anies Baswedan. Padahal Partai Gelora bisa dibilang PKS Perjuangan itu di kubu yang berbeda di dengan PKS pada saat Pilpres.

Apakah Partai Gelora akan tetap berlabuh di Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus bersama PKS atau bagaimana? Atau barangkali PKS juga akan membatalkan deklarasi itu? Karena semua bisa terjadi sebelum pendaftaran itu bisa saja dibatalkan. Sama halnya dengan saat pilpres sudah ada deklarasi dengan partai Demokrat, NasDem, dan PKS. Ternyata kemudian muncul PKB. Demokrat kemudian mundur dari Koalisi Perubahan.

Dengan PKB yang “tersandera” hingga menunggu Muktamar 24 Agustus 2024 ini, maka PKB juga sepertinya ingin posisinya aman dan tetap diakui oleh pemerintahan. Sebab, dengan ada pergantian Menkumham ini ditengarai akan memuluskan langkah Golkar yang sedang Munaslub, supaya hasil Munaslub itu segera diakui sebelum 27 Agustus ini pada saat pendaftaran di KPU.

Dalam politik dinamis ini bisa dilihat, jangan-jangan PKB juga akan hengkang dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus Koalisi Perubahan dengan komposisi yang seperti ini dan partai-partai lain juga sepertinya akan berpikir ulang karena dengan memperoleh sekitar dua sampai tiga kursi saja bisa maju pada Pilkada 2024 di Jakarta.

Peta ini juga akan mengubah termasuk Airin Rachmi Diany bisa maju di Banten yang selama ini tidak didukung oleh Golkar, padahal kader Golkar yang memperoleh suara 3 besar pada Pemilu legislatif lalu. Bisa juga Airin kemudian digandeng partai lain untuk dimajukan. Walaupun dalam kondisi ini Airin bisa juga ditawarkan untuk jadi menteri supaya tidak maju pada Pilkada Banten.

Jadi politik ini sangat dinamis sekali. Dalam waktu dekat akan ada kejutan-kejutan siapa yang akan dimajukan. Jadi, demokrasi kita semakin semarak, bukan seperti yang dikhawatirkan satu pasangan melawan kotak kosong atau melawan calon boneka, mudah-mudahan ini tidak terjadi.

Saya berharap semakin banyak calon semakin terbuka kesempatan bagi rakyat untuk bisa memilih pemimpin-pemimpinnya dengan lebih baik.

Nah kita akan tunggu saja kondisi ini, dinamika politik dengan Putusan MK ini akan berubah drastis sekali dan kesempatan bagi para tokoh yang punya elektabilitas – popularitas tinggi dan tidak punya elektabilitas – dengan popularitas tinggi tapi giatnya akseptabilitas atau kapasitas, kapabilitas untuk memimpin tinggi bisa juga didorong maju pilkada untuk calon walikota, bupati ataupun gubernur.

Putusan MK yang baru dibacakan itu terkait uji Pasal 40 ayat 1 dan ayat 3 UU Pilkada (UU Nomor 10/2016), merupakan turbulensi politik bagi parpol dan Joko Widodo. Putusan tersebut otomatis menganulir syarat Pilkada suara parpol harus 20% kursi atau 25% perolehan suara.

Berdasarkan putusan MK, suara Parpol 7,5 % cukup untuk mendaftar Pilkada Jakarta. Sehingga, PKS, PKB, dan Nasdem bisa mengusung Anies sendiri, tanpa perlu berkoalisi.

Walaupun tiga parpol sudah meninggalkan Anies dan deklarasi mendukung Ridwan Kamil, namun bisa saja PKS, PKB dan NasDem mencabut dukungan dan mendaftarkan Anies tanggal 27 Agustus 2024 nanti ke KPU Jakarta.

Semua bisa terjadi, apalagi deklarasi dukungan bisa batal jika belum didaftarkan ke KPU. Mengapa? Karena PKS bisa tetap mengusung AMAN (Anies – Sohibul Iman) dengan modal 18 kursi yang telah dimilikinya.

Di sisi lain, Kaesang Pangarep bin Jokowi, otomatis terganjal maju Pilgub karena syarat Cagub – Cawagub usia 30 tahun dihitung saat penetapan calon tanggal 22 November 2024, bukan saat pelantikan. Sedangkan Kaesang, baru berusia 30 tahun tanggal 25 Desember 2024. (*)