Refleksi Strategi Politik: Menghindari Pengulangan Kesalahan dalam Mendukung Pramono Doel

Tingginya jumlah menteri dalam kabinet juga menjadi beban anggaran negara. Ketika kebijakan seperti kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) diumumkan, rakyat kembali menjadi pihak yang paling merasakan dampaknya.

Oleh: Guntur Surya Alam, Dokter SpB, Sp BA (K) Dig, MPH, FICS

KEPUTUSAN politik yang diambil seorang tokoh bisa membawa dampak besar kepada masa depan politiknya. Hal ini tampak jelas dalam dinamika yang melibatkan Anies Baswedan dan kemungkinan dukungannya terhadap Pramono Anung – Rano Karno alias Doel (Pram Doel) pada Pilkada Jakarta, Rabu (27/11/2024) mendatang.

Banyak relawan Anies memperingatkan agar langkah tersebut tak diambil, karena bisa memperkecil peluang Anies untuk maju pada Pilpres 2029.

Evaluasi Historis Hubungan dengan PDIP

Dalam sejarah politik Indonesia, dukungan terhadap PDIP seringkali membawa risiko tertentu bagi tokoh-tokoh di luar lingkaran partai tersebut. Ketika Megawati Soekarnoputri memutuskan untuk mengusung Pram Doel sebagai calon gubernur Jakarta, hal ini menjadi sinyal jelas bahwa PDIP tetap memprioritaskan kader internalnya.

Dukungan dari pihak luar hanya dianggap sebagai strategi sementara, bukan sebagai komitmen jangka panjang.

Relasi Anies dengan PDIP juga seringkali diwarnai friksi, khususnya karena pengaruh kelompok tertentu di internal partai, seperti yang diwakili oleh Djarot Saiful Hidayat. Jika Pram Doel berhasil menang di Pilkada Jakarta, hal ini akan memperkuat posisinya sebagai kandidat terkuat PDIP untuk Pilpres 2029.

Dalam konteks ini, dukungan Anies kepada Pram tidak lebih dari sekadar “alat dorong mobil mogok” yang menguntungkan pihak lain tanpa membawa manfaat signifikan bagi dirinya.

Kritik terhadap Janji Politik dan Realisasi Kinerja

Banyak rakyat Indonesia yang telah kehilangan kepercayaan terhadap partai politik. Janji-janji manis selama kampanye seringkali berbanding terbalik dengan realisasi kinerja. Meskipun program seperti pembagian sembako murah menjadi daya tarik sesaat, dampaknya jarang bertahan lama. Bahkan, dalam waktu singkat, banyak anggota kabinet baru terjerat kasus korupsi, yang memperburuk citra pemerintahan di mata masyarakat.

Tingginya jumlah menteri dalam kabinet juga menjadi beban anggaran negara. Ketika kebijakan seperti kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) diumumkan, rakyat kembali menjadi pihak yang paling merasakan dampaknya.

Hal ini mempertegas begitu pentingnya pemimpin yang memiliki visi perubahan nyata, seperti yang diusung oleh Anies Baswedan melalui motonya, Salam Perubahan.

Solusi dan Refleksi untuk Masa Depan Politik

Untuk memastikan langkah politik yang strategis, Anies Baswedan perlu memprioritaskan dukungan terhadap gerakan perubahan yang lebih mandiri, bebas dari pengaruh partai politik yang dominan. Mengulangi kesalahan dengan mendukung PDIP hanya akan memperbesar kemungkinan menjadi “tumbal” politik kedua kalinya.

Mayoritas relawan Anies menginginkan pendekatan baru yang tidak hanya pragmatis, tetapi juga berlandaskan pada nilai-nilai perubahan yang diusung selama ini. Dukungan terhadap tokoh atau partai yang tidak memiliki komitmen terhadap agenda perubahan akan menjadi kontraproduktif dan merusak kepercayaan masyarakat yang telah mendukung perjuangannya.

Pada akhirnya, keberhasilan politik tidak hanya ditentukan oleh aliansi strategis, tetapi juga oleh keberanian untuk mengambil posisi yang sesuai dengan visi perubahan yang diharapkan rakyat. Masyarakat Indonesia, yang lelah dengan janji-janji kosong, membutuhkan pemimpin yang mampu memberikan solusi nyata, bukan sekadar mengikuti arus politik demi kepentingan sementara. (*)