Setelah Memecat Jokowi, PDIP Jangan Hanya Cuci Tangan

Dosa-dosa politik Jokowi yang fatal terhadap bangsa dan negara selama 10 tahun kekuasaannya tidak cukup dipecat dari PDIP dan meminta maaf. Tetapi harus ada langkah tebus dosa PDIP yang ikut membesarkan dan menjadikannya sebagai petugas partainya.

Oleh: Muslim Arbi, Direktur Gerakan Perubahan dan Koordinator Indonesia Bersatu

SETELAH memecat Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, dan Bobby Nasution. PDIP jangan hanya cuci tangan dengan meminta maaf. Perlu ada langkah kongkrit dan serius untuk benahi bangsa ini akibat kerusakan yang di lakukan oleh Jokowi.

PDIP perlu lakukan langkah-langkah diantaranya:

PDIP di DPR sebagai Fraksi terbesar bisa segera memproses hukum dan politik terhadap Jokowi dan anak-mantunya tersebut.

Untuk apakah? Untuk menebus dosa politik, hukum, demokrasi, dan kerusakan kedaulatan rakyat terutama kerusakan moralitas politik Jokowi selama menjabat. Demikian juga anak dan mantunya.

Dosa politik menaikkan jokowi di panggung politik nasional tidak cukup ditebus dengan pemecatan dan minta maaf seperti yang dilakukan oleh politisi PDIP Deddy Sitorus di media.

Tetap saja Megawati Soekarnoputri dan PDIP harus mengambil langkah-langkah hukum dan politik, baik di publik maupun di institusi hukum. Untuk apa? Selamatkan konsitusi, hukum, moral, demokasi dan kedaulatan rakyat.

TAP MPR RI tentang dilarang KKN. Jokowi melanggar TAP MPR tersebut. Karena dia membiarkan Gibran dan Bobby sebagai anak dan mantunya terlibat dalam politik praktis.

Jika Jokowi bukan sebagai Presiden, Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, pencalonan Gibran sebagai Cawapres dan Bobby sebagai Gubernur, sah saja. Sebagai warga negara punya hak untuk itu.

Tapi sebagai anak dan mantu Presiden itu menyalahi konsitusi. Apalagi, Usia Gibran melanggar UU. Karena usia Gibran belum 40 tahun. Konsitusi mengikat presiden dan keluarganya. Lain halnya jika konsitusi sudah di buang. Diabaikan.

Pelanggaran usia Gibran itu melanggar konstitusi dan itu tanggung jawab PDIP. Sebab mekanisme menghentikan pelanggaran UU itu bisa dilakukan DPR yang diketua oleh Puan Maharani sebagai Ketua DPR dan PDIP adalah Fraksi terbesar di Senayan.

Tapi saat itu, PDIP tidak hiraukan dukungan publik itu. Padahal dukungan publik bisa digunakan hak angket dan interpelasi dengan aksi massa di Senayan luar biasa. Tapi, PDIP sebagai fraksi terbesar di DPR tidak merespon. Membiarkan pelanggaran UU berjalan mulus.

Karena, jika DPR lakukan hak angket dan interpelasi ketika itu, kemungkinan kecil Gibran tidak lolos sebagai Cawapres atau Wapres karena melanggar UU.

Pembangkangan Jokowi kepada PDIP dan Megawati yang telah membesarkan Jokowi, Gibran, dan Bobby itu adalah tindakan moral politik yang memalukan. Mengapa? Bagaimana mungkin seorang kader yang dibesarkan oleh sebuah parpol tetapi berbalik melawan dan membangkang?

Justru tindakan Jokowi, anak, dan menantunya tersebut sama saja dengan membuang "kotoran" ke muka Megawati dan PDIP yang membesarkannya. Ini sulit untuk dimaafkan.

Belum lagi KKN yang dilaporkan ke KPK oleh akademisi dari UNJ Ubaidillah Badrun soal Gratifikasi Gibran dan Kaesang Pangarep, sampai saat ini KPK belum memprosesnya. Ini hutang KPK yang baru dilantik terhadap Rakyat Indonesia.

Soal Dugaan keterlibatan Gibran dalam chat yang terkait dengan akun Fufufafa, Roy Suryo dan Netizen sudah membuktikan milik Gibran. Itu masuk kategori perbuatan tercela yang melanggar sumpah jabatan. Dan itu bisa berakibat pada pelengseran Gibran sebagai Wapres.

Gugatan Ijazah Palsu Jokowi oleh Muslim Arbi dkk; Gugatan soal Hutang dan lain-lain terhadap Jokowi; Gugatan soal PIK-2 dan PSN terhadap Jokowi dan Aguan bisa menjadi bukti hukum bagi PDIP untuk memproses mantan Pertugas Partainya yang dipecat itu.

Apalagi dalam kasus gugatan Ijazah Palsu. Terbukti di Pengafilan, Jokowi dan kuasa hukumnya tidak bisa membuktikan keaslian Ijazahnya di Pengadilan. Seharusnya Polisi sudah menetapkan Jokowi sebagai tersangka.

Dosa-dosa politik Jokowi yang fatal terhadap bangsa dan negara selama 10 tahun kekuasaannya tidak cukup dipecat dari PDIP dan meminta maaf. Tetapi harus ada langkah tebus dosa PDIP yang ikut membesarkan dan menjadikannya sebagai petugas partainya.

Yaitu dengan PDIP harus mau mendukung proses hukum di Pengadilan dan Kepolisian. Itu dosa politik yang ikut dia tanggung oleh Megawati dan PDIP.

Jika tidak, maka: Megawati dan PDIP dianggap tidak tulus dan serius memecat Jokowi, anak, dan mantunya. Karena tindakannya itu baru sebatas sanksi moral dari Partai. Belum sanksi politik dan hukum di ruang publik. (*)